Empat

41 14 2
                                    

Laira mengerucutkan bibir ketika dia mendapati begitu banyak amplop surat berwarna-warni di atas meja milik Region dan Arif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laira mengerucutkan bibir ketika dia mendapati begitu banyak amplop surat berwarna-warni di atas meja milik Region dan Arif. Surat-surat itu adalah sebuah surat yang menyatakan kekaguman dan rasa suka yang ditujukan untuk seorang Region Raksara Aruna yang bahkan baru dua hari resmi menjadi siswa Garnal. Bibir Laira semakin mengerucut ketika mulai membaca satu persatu isi surat itu. Mereka bahkan tidak segan-segan mencantumkan nama dan nomor teleponnya. Dasar wanita-wanita ular.

"Vin, gila gak sih nih cewek-cewek? Ngegas banget. Bahkan ada yang sampai ngajakin ketemuan di gudang sekolah" Laira menggeleng-gelengkan kepalanya tidak habis pikir.

Calvin yang sejak tadi duduk disampingnya tidak menjawab. Cowok itu malah terlihat asik sendiri menyalin nomor cewek-cewek yang tertulis di setiap akhir surat yang ditujukan untuk Region itu.

"Sumpah ya Vin, jangan bilang lo mau ngejual tuh nomor telepon cewek-cewek?!" Laira menumpukan dagunya di bahu Calvin, mengamati jari-jari Calvin yang sangat cepat menyalin nomor telepon ke ponselnya.

"Tepat sekali sayangku" Calvin malah cekikikan "Lo baca gak itu nama-nama pengirimnya?" Calvin menunjuk surat-surat yang sudah berserakan tidak karuwan di atas meja.

"Beberapa pengirimnya itu ada anak-anak hitz sekolah macam Daen Ratu Atalia"

"Anjir Ratu?!" Laira tanpa sadar membelalakan kedua matanya begitu mendengar bahwa Ratu juga menjadi salah satu pemuja Region. Dean Ratu Atalia adalah putri tunggal dari kepala sekolah Garnet International high school. Atau yang biasa di singkat Garnal high school oleh para siswa-siswinya.

"Ho'oh, pasti laris nih nomornya" Calvin tersenyum lebar. Cowok itu pasti tengah membayangkan berapa uang yang akan dia dapatkan dari hasil menjual nomor sang Ratu Garnal. "Lumayan buat beli lontong tahu"

"Gila aja, masih gak percaya gue sampai si Ratu juga takluk sama pesona Region." Masalahnya adalah Ratu itu terkenal sangat pendiam dan juga pemalu. Jadi tidak heran kalau Laira dibuat tidak percaya dan terkejut. Memang pesona Region bukan main.

Orang-orang dikelas yang mendengarkan sejak tadi percakanpan antara Calvin dan Laira dibuat melongo. Mereka tidak menyangka kalau Laira ternyata jenis orang yang seperti itu.. Mereka semua tau ketika bersama Calvin, Laira akan menjadi dirinya yang tidak pernah dia kenalkan pada orang lain. Tapi tidak menyangka saja kalau Laira yang terkenal cuek dan dingin bisa sehangat itu ketika berbicara dengan Calvin. Bahkan mereka berdua tidak terlihat sungkan membaca dan mengomentari isi dari surat-surat yang pada dasarnya bukan hak mereka untuk melakukan itu. Karena semua surat itu ditujukan untuk Region.

Dari kejauhan sosok Region muncul dibalik pintu. Cowok itu mendekat ke bangkunya, terlihat jelas kerutan dalam di dahinya ketika menemukan Laira yang tengah duduk di bangku miliknya bersama seorang cowok.
Saat menyadari kehadiran sosok Region di dekatnya, Laira langsung tersenyum lebar "Pagi Gion"

Calvin tersedak, memandang penuh takjub pada Laira "Idih, sejak kapan nada suara lo jadi secentil itu?!" Kemudian pandangan Calvin beralih pada sosok Region "Dan kenapa lo ngucapin selamat pagi ke dia? Kasih tau gue, tanda kiamat macam apa ini?!" Ujar Calvin penuh kedramatisan.

Laira berdecak malas, sebelum akhirnya menarik lengan Calvin agar bangun dari kursi yang dia duduki. "Gak usah banyak omong, kasian Gion gak bisa duduk" Laira mendorong punggung besar Calvin agar berjalan menuju bangku miliknya.

"Gion maaf ya soal surat-suratnya yang udah gue baca tanpa ijin" Laira menyengir sok merasa bersalah, padahal dia sendiri tau kalau Region tidak akan mempermasalahkan semua itu. Karena pertemuan-pertemuan singkat mereka sebelumnya telah membuat Laira sedikit tau bagaimana sifat Region.

"Sebagai gantinya, gue akan meneraktir lo makan di kantin sebagai permintaan maaf" Laira menampilkan senyum menawannya.

"Halah, itu sih emang mau elonya laba-laba rawa!" Calvin menyahut sewot dari bangkunya.



⏳⌛

Region seharusnya tau, menerima ajakan Laira sama dengan mendorong dirinya sendiri ke dalam sumur terdalam. Sejak detik pertama mereka mendudukan diri di bangku kantin, Laira tak henti-hentinya berbicara dan mengamati setiap gerak-gerik Region. Bukan, bukan berarti Region tidak suka dengan Laira. Hanya saja Region belum terbiasa mendengarkan seorang gadis mengoceh tanpa kenal jeda.

"Lo gak capek apa ngomong terus daritadi?"

Seketika bibir Laira mengatup rapat, pupil matanya sedikit melebar "Gue terlalu banyak omong ya Gion?"

Region menggeleng tidak habis pikir. Tangannya terulur untuk meraih sendok dan juga garpu yang setengah tenggelam dalam kuah bakso di mangkuk Laira, mengaduk kuah itu dengan hati-hati "Makan Laira, nanti keburu dingin"

Laira tidak menjawab atau bergerak untuk mengambil sendok dan mulai menyantap baksonya. Yang gadis itu lakukan hanya diam dan mengamati wajah Region, dan jujur saja hal itu membuat Region agak tidak nyaman. "Kenapa lihatin gue kayak gitu?"

Laira menggeleng, tapi kemudian gadis itu tersenyum lebar "Lo manis" katanya pelan.

Region mendengus "Jangan menggoda gue"

Laira, gadis itu tertawa. Tawanya adalah jenis tawa yang sangat menyenangkan. Region yakin, siapapun yang mendengarnya pasti akan langsung menarik sebuah senyum atau bahkan ikut tertawa. "Gue gak lagi menggoda lo kok. Lo emang manis Gion, gue gak menyangka dalam beberapa keadaan lo bisa semanis itu."

"Tapi Gion— " Laira menjeda kalimatnya, membuat Region otomatis menunggu dan memusatkan perhatiannya pada gadis itu "Sebenernya, apa yang terjadi sama lo malem itu? Kenapa lo kayak orang habis dipukulin?"

Region berdeham, tiba-tiba tenggorokannya terasa kering "Kenapa lo mau tau?"

Laira mengulas senyum tipis "Karena sepertinya gue cukup penasaran dengan lo, Region Raksara Aruna."




⏳⌛


Kenyataannya Kinandira Laira hanyalah seorang gadis melankonlis penyuka sajak dan hujan. Laira membiarkan pintu kaca balkonnya terbuka lebar, membiarkan hujan merambat masuk dengan leluasa. Membuat titik-titik air menyatu dengan dinginnya ubin putih. Punggung Laira menyandar pada kaki tempat tidur, matanya terpejam rapat. Merasakan betapa dinginnya hujan yang menyatu bersama angin perlahan mengenai wajahnya.

"Jangan penasaran sama gue"

Kamarnya mungkin akan banjir nanti. Tapi siapa peduli? Pembantu dirumahnya memang di gaji untuk berkerja —– atau lebih tepatnya untuk mengatasi setiap kekacauan yang Laira buat? Ini belum apa-apa dibandingkan dengan kebiasaan Laira yang selalu merusak rekaman Cctv hanya agar bisa kabur dari rumah setiap tengah malam. Tidak jarang Laira ketahuan kabur malam-malam oleh satpam rumahnya, tapi Laira selalu berhasil menyogok mereka dengan secangkir kopi hangat buatannya.

"Dekat dengan gue hanya akan membawa dampak buruk pada lo nantinya"

Serangkaian kata yang menjadi jawaban Region tadi siang terngiang lagi di kepala Laira.

Laira bangkit dari duduknya. Perlahan melangkahkan kaki kurusnya menuju sebuah piano berwarna putih yang terletak di sudut kamar. Jemari lentiknya meraba tuts piano, sebelum akhirnya membawa kesepuluh jarinya menari di atas tuts piano dan menciptakan nada-nada halus. Sebuah nada yang menyatu bersama derasnya suara hujan.

"Jauhin gue Kinandira."

"Gak Region, dalam kamus gue menjauh berarti maju untuk lebih dekat"

"Kita lihat, sebenernya siapa yang lebih berbahaya disini? Gue dan rasa penasaran gue, atau justru lo dengan pertemuan kita yang gak seharusnya?

Laira tenggelam. Tenggelam dalam nada-nada ciptaannya, tenggelam dalam keheningan yang begitu membekukan. Sejenak lupa pada penjara megah yang ayahnya sebut rumah.




Tbc.








KinagionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang