Laira tidak tahu kalau sebuah rumah bisa semenyesakan ini. Ruang makan yang sangat luas ini terasa pengap, padahal hanya diisi oleh tiga orang. Dua orang laki-laki, dan satu perempuan. Lazuardi Mael sedang memakan makanannya dengan tenang. Tidak jauh berbeda dengan Dirga putranya yang juga tengah menyantap sarapannya tanpa suara. Sementara sang putri Laira hanya menunduk di antara keheningan yang di ciptakan ayah dan kakak laki-lakinya. Laira sama sekali tidak berselera untuk menyentuh makanannya yang pasti sudah mulai mendingin.
"Kinan, kenapa gak di makan?" Dirga bertanya begitu melirik makanan di piring Laira masih utuh.
"Biarin aja Dir" Lazuardi menyahut kalem "Mungkin lagi diet. Anak perempuan biasanya begitu"
"Tapi yah-"
"Iya, aku diet kak" Laira memotong cepat ucapan Dirga. Laira menegakan punggungnya, menatap lurus pada sang ayah yang duduk di hadapannya. "Minggu depan ulang tahun ayah"
"Aku gak mau semuanya jadi kacau karena berat badan yang tiba-tiba naik"
"Tapi kamu bisa sakit-"
"Gak akan sampai sakit, aku janji" Laira tersenyum manis, berusaha menutupi segala kanyataan menyedihkan yang selalu menyayat hatinya setiap hari.
Keluarga kecil mereka memang tampak baik-baik saja dari luar. Tapi kalian akan menemukan sesuatu yang lain ketika melihatnya lebih dalam lagi. Tidak ada kehangatan, segalanya seperti tanpa arti -- tidak ada percakapan berarti antara anak dengan ayahnya. Tidak ada tawa, yang mengisi ruang makan besar itu hanyalah kesunyian yang semakin berkuasa. Kesunyian yang mampu membuat siapa pun sulit bernapas.
Keheningan itu sudah berlangsung tiga tahun lamanya. Semenjak Tatiana Mariska memutuskan meninggalkan keluarganya demi seorang pria yang mampu memberikannya kebahagiaan lebih. Semuanya menjadi berbeda semenjak ibunya memilih bercerai dengan ayahnya. Tatiana seakan membawa pergi semua keceriaan yang pernah menjadi bagian keluarga kecil itu.
"Aku berangkat Ayah" Laira bangkit bersama ransel yang sudah terpasang di punggungnya. Gadis itu mencium tangan ayahnya seperti biasa.
"Hati-hati sayang" Lazuardi berucap tanpa sedikit pun melirik Laira.
Ini lah bagian paling menyakitkannya. Ayahnya tidak pernah memandangnya lagi seperti dulu. Jika dulu Lazuardi akan mencium kening Laira dan mengelus rambutnya sebelum pergi ke sekolah, maka sekarang Lazuardi bahkan tidak pernah melirik sedetik pun padanya. Hal itu menyakiti Laira melebihi apa pun. Rasanya seperti dihantam besi panas tepat di dadanya.
Wajahnya-- seandainya wajah Laira tidak mirip Tatiana, semuanya pasti tidak akan semenyakitkan ini. Laira benci kenyataan kalau wajahnya sangat mirip dengan wajah ibunya. Laira benci karena wanita itu meninggalkan begitu banyak luka. Ayahnya tidak pernah bisa memandang Laira karena wajahnya yang begitu mirip dengan Tatiana.
Mungkin hanya dengan melihat wajah Laira sudah mampu membuka semua luka Ayahnya yang sebenarnya tidak pernah sembuh. Mungkin hanya dengan meliriknya sebentar saja sudah mampu membangkitkan seluruh kenangan pahit yang dengan susah payah sudah ayahnya kubur dalam-dalam.
Maafkan Laira Ayah, maaf karena sudah terlahir dengan wajah sepertinya.
ⓢ ⓣ ⓐ ⓨ
Laira melangkahkan kakinya dengan malas memasuki ruang kelas. Seperti biasa raut wajah Laira selalu terlihat tidak peduli dan tidak bersahabat, membuat teman-teman sekelasnya merasa enggan hanya untuk sekedar menyapa. Hanya ada satu orang yang akan selalu mengucapkan selamat pagi pada Laira dengan suara seraknya yang khas.
"Pagi Nan" Sapa cowok itu tanpa melirik Laira.
Orang itu adalah Narudra Calvin Dazael, teman sebangku sekaligus satu-satunya teman yang Laira miliki di kelasnya. Hanya ketika dengan Calvin seorang Kinandira Laira Mael akan terlihat hidup. Laira yang selalu terlihat tidak peduli dan masa bodoh pada sekitarnya itu akan berubah seratus delapan puluh derajat saat bersama Calvin.
Laira mendudukan dirinya dikursi samping Calvin. Cowok itu terlihat sangat fokus dengan apa yang sedang dia lakukan sampai tidak melirik sedikit pun pada Laira. Tentu saja, mana mungkin ada sesuatu yang lebih menarik dari game yang sedang di mainkannya. Bagi Calvin game dan setumpuk koleksi komiknya adalah dunianya. Ah -- satu lagi, Calvin dan apel adalah sesuatu yang tidak dapat di pisahkan. Seperti saat ini, Calvin sibuk menggigiti apel merah dengan mata yang tidak terlepas dari layar ponselnya.
"Vin gue kurang tidur.." renggek Laira begitu melihat Calvin sudah berhenti dari kegiatan bermain gamenya. Memang hanya Calvin saja yang bisa membuat Laira terdengar semanja itu. Teman-teman sekelas mereka yang tidak sengaja memperhatikan dibuat tertegun.
Calvin menoleh, menatap Laira yang menempelkan pipinya diatas meja "Lo keluar rumah sampai jam berapa?"
"Sampai jam satu?" Laira menebak, dia sendiri lupa tepatnya dia keluar dan balik ke rumahnya jam berapa.
Calvin mendelik "Lo kenapa gak ngajak gue? Pergi kemana? Sendirian?"
"Bawel ih, gue butuh tidur ini" Laira menyelungkupkan kepalanya diatara kedua tangan yang terlipat diatas meja.
"Lo tuh ya" Calvin menarik napas dalam, sudah siap memarahi Laira tapi dia tahan karena Laira kelihatan capek dan kurang tidur.
"Astaga, memang kapan sih Laira tidak kurang tidur?" Begitu batin Calvin.
"Ya udah, lima menit" Calvin mengambil jaket kain yang dia letakan di kolong mejanya, menyampirkan jaket itu di punggung kurus Laira. Kemudian merapatkan tubuhnya pada Laira, dan memberikan lengannya untuk di jadikan bantal oleh Laira seperti biasa.
Laira tidak menjawab, helaan napasnya terdengar beraturan. Tidak heran karena gadis itu memang mudah terlelap dimana saja. Pernah Laira membolos kelas karena ketiduran di ruang osis ketika dia masih menjabat sebagai wakil ketua osis saat kelas 11 dulu. Jangankan ruang osis yang sejuk karena ber-Ac, di antara rak buku penuh debu pun Laira masih bisa tidur dengan pulasnya.
Dia memang langka kok, Calvin mengakui hal itu.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinagion
Teen FictionTentang Laira yang merasa tidak punya tempat untuk bisa dia sebut rumah. Dia merasa tidak ada tempat baginya untuk pulang.. Suatu hari seseorang yang tidak pernah Laira duga datang padanya dan berkata bahwa dia ingin menjadi rumah untuk Laira. Bahw...