Confusing

20 1 0
                                    

Oxford yang glamour nan elegan kali ini, Aku dan Sisil berjalan kaki menuju pusat perbelanjaan demi membeli beberapa bahan kue yang nyaris habis. Kami tak akan menggunakan kendaraan, sebab jarak antara toko kue dan Covered Market begitu dekat.

"Kau tau? Dexter sangat menjijikkan."

Aku menoleh ke samping beberapa saat, lalu kembali menatap ke depan. Hanya memastikan Wanita itu tengah berbicara padaku, "Dexter kekasihmu itu?" tanyaku seraya menatapnya singkat, berusaha menyambungkan pembicaraan.

Sisil mengangguk sekali.

Dahiku berkerut. Mencerna perkataan Sisil yang berkata menjijikkan, Dexter. Oh, Aku memang tak yakin dia Pria baik-baik. Kenapa pandanganku padanya seperti itu, kupikir karena perbuatannya di mobil kemarin.

"Lalu hubunganmu dengan Dexter?." Aku mengintrogasi walau tak berminat. Terpaksa, kupikir Sisil butuh teman curhat.

"Tidak ada," jawabnya santai. "Aku memutuskannya, karena dia menjijikan seperti yang kukatakan sebelumnya," sambungnya lagi seraya tersenyum seolah menunjukkan bahwa dirinya paling hebat.

Aku merenung sejenak. Mengapa dia memutuskan Dexter?, hal menjijikkan seperti apa yang Pria itu telah lakukan padanya.

Kembali Aku tersadar. Tak ingin bertanya lagi pada hati sendiri seperti orang bodoh, "Kalau boleh ku tau, hal menjijikkan seperti apa yang Kau maksudkan?" tanyaku sedikit lega kali ini.

Sisil menghembuskan nafasnya dengan kesal, "Oh, Chloe. Dexter itu Pria yang payah. Setiap kali Aku bercinta dengannya, Aku tidak pernah mendapatkan kepuasaan sedikit pun. Kenapa Aku mengatakan dia menjijikkan–– karena permainannya sangatlah lemah."

Kali ini Aku tak lagi menatap Sisil. Beruntung Aku tidak muntah mendengar celotehannya. Shit, satu hal yang kuketahui dari Sisil, dia seorang Wanita penggila seks.

"Apa Dexter cinta pertamamu?" tanyaku setelah mulai sedikit tenang.

"Hei, yang benar saja. Dexter daftar ke delapan belasku."

Aku sukses terkejut, meski tak kutunjukkan padanya. Oh my god, kupastikan semua Pria-Pria itu sudah bercinta dengan Sisil. Haruskah Aku memandangnya jijik? Huh, Aku meringis. Aneh, Sisil yang melakukan kenapa Aku yang merasakan ngilu pada kewanitaanku.

"Kau pasti memikirkan bahwa Aku Wanita idamannya semua Pria, benarkan!" tunjuk Sisil ke arahku dengan senyum penuh harap Aku berkata ya.

Aku hanya tersenyum paksa lalu mengangguk pelan. Walau seharusnya Aku mengatakan tidak. Bodoh, Aku terlalu menghargai perkataanya.

Sisil tiba-tiba bertepuk tangan di iringi tawa bahagianya, "Semua Pria menyadari kecantikanku."

Perutku terasa mual kali ini. Demi Tuhan, kenapa tingkat kepercayaan dirinya amat berlebihan. Seperti bukan Sisil yang pertama kali kukenal.

"Menurutmu, Aku cantik atau tidak?"

Aku menggigit bibir bawahku dan menghentikan langkahku. Aku tak lagi menghiraukan apa yang wanita itu katakan. Karena sungguh mataku hanya terpusat pada sosok seorang Pria berkemeja putih yang tengah berdiri tegak di seberang jalan. Lamat-lamat kupandang dan---- "Oh my god!" pekikku terkejut bukan main menyadari siapa Pria itu.

"Kau kenapa?" Sisil pun terkaget karena ulahku dan ikut berhenti.

"I'm sorry, Aku harus pergi," putusku berlari secepat mungkin meninggalkan Sisil yang tengah meneriaki namaku tapi Aku malah mengabaikannya.

Breath Of My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang