lelah.

83 26 0
                                    

Namun satu hari sebelum hari kelulusan, semua berubah..

*PRAANKK*

Mendengar suara tersebut, aku langsung berlari memasuki rumah, dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.

"Maksud kamu apa? Ini foto siapa?!"

"Bukan apa-apa!"

"Bukan apa-apa gimana?! Jelas-jelas ini udah ada buktinya! Kamu masih mau ngelak lagi?"

Suara yang tak asing terdengar ditelingaku. Ibu yang kukenal adalah sosok periang, kini aku melihat air mata yang mengalir diwajahnya. Ayah yang seorang humoris dan menyenangkan, berubah menjadi sosok yang tidak aku kenal.

Dua orang yang kukira saling mencintai, kini saling membentak satu sama lain. Membenarkan diri masing-masing, sampai tidak ada yang mau mengalah. Kini rumah bukan menjadi tempat untuk mencari kehangatan, tapi tempat yang gelap, dingin, dan mengerikan.

Saat itu, aku hanya terdiam, dan menahan seluruh air mata yang ingin membanjiri seluruh pipiku.

'Pah, Mah berhentilah bertengkar, ingat ada anakmu disini. Tolong jaga perasaanku, jangan biarkan putrimu melihat kejadian yang tak pantas aku lihat diumurku yang rentan ini.' Hanya itu yang ingin aku katakan, namun aku tak sanggup untuk mencurahkan.

Entah mengapa, malam ini adalah malam yang paling menyakitkan untukku, bukan fisik atau karena cinta. Tapi rasa amarah dan kekecewaan yang tak dapat aku ungkapkan.

Tidak ada lagi teriakan pagi, atau sarapan pagi dengan canda tawa yang biasa hadir disetiap pagiku. Tapi kini yang aku tahu, aku hanya membenci mereka semua yang pergi meninggalkan aku. Ayahku yang dulu aku percaya, yang selalu membuatku tertawa, kini pergi bersama istri barunya dan mulai melupakan kewajibannya untukku. Sementara Ibu bekerja keras mencari nafkah untuk ku dan Kakak.

"Ta, Ayah Ibu Lo ga dateng?"

"Ta, nyokap Lo mana?"

"Ta, kok sendirian aja.."

"Engga.. mereka ada kerjaan." Jawabku dengan senyuman untuk menutupi kesedihanku.

Aku marah, aku sedih terus mengingat kejadian yang mengerikan itu. Aku lelah berbohong untuk menutupi semua kenyataan yang pahit ini. Aku bosan dengan keadaan yang memaksaku untuk selalu terlihat kuat.

Hari kelulusan bukanlah hari yang menyenangkan bagiku. Ayah Ibu tidak ada yang datang untuk melihat ku, mereka terlalu sibuk mengurusi surat-surat perceraian mereka.

Sepulang hari kelulusan, kejadian itu selalu menghantuiku. Kini rumahku bukan seperti rumahku lagi, aku merasa asing di rumah ini sungguh aku merasa kesepian.

Karena aku terlalu memikirkan kejadian-kejadian itu, bisa dibilang aku stress. Aku dilarikan kerumah sakit, dan dokter mendiagnosisku terkena penyakit yang belum ada pengobatannya.

"Ta, maafin Mamah ya, Mamah belum bisa jadi Ibu yang baik buat kamu. Maafin Mamah jarang ketemu kamu, mamah harus cari uang buat obat kamu sama sekolah Kakak. Kamu harus kuat ya sayang." Ucapnya sambil mengelus rambutku dan meneteskan air matanya.

"love you mom." Dan hanya kalimat itu yang dapat aku ucapkan kepadanya.

Dan sekarang, kenyataan membuatku menjadi seorang gadis yang kuat dan pandai. Ya, pandai menutupi kesedihannya didepan orang-orang yang aku cintai.

Selama liburan, aku bolak-balik rumah sakit untuk mengecek keadaanku. Kata dokter, aku tidak perlu dirawat, hanya saja aku harus rutin minum obat yang diberikan dokter.

UsaiWhere stories live. Discover now