Nilam menatap kesal ke ranjang sayuran berwarna hijau yang kosong. Ia mengambil sedotan dari tempat sendok lalu mengikatkannya di rambut.
"Kenapa sayurannya harus habis? Males banget ke minimarket tau gak!" ujarnya bermonolog.
Nilam menyembulkan kepala untuk melihat jam besar bergambar paris di atas pintu masuk dapur, kamudian disusul kedua matanya yang membelalak lebar.
"GUE TELAT KE PEMOTRETAN, ASTAGA!" jeritnya histeris lalu berlari cepat keluar dapur. Masih memakai daster belang-belang berwarna abu-abu.
Ia memberhentikan langkahnya melirik sekilas ponselnya yang menyala.
10 panggilan tak terjawab
Hendra
Gadis itu mengacak rambut dan menggerutu kesal. "Aduh, abis gue disemprot dia, mana laper lagi."
Ingin melangkah menuju kamar mandi. Ponselnya berdering, Nilam pun langsung mengambil dan mengangkat panggilan yang dari Alesha.
"Lo ada jadwal pemotretan 'kan sekarang? Gue ikut ya ...."
"Kayaknya jangan untuk saat ini, keadaan lo belum terlalu baik. Gue saranin juga lo gak usah sekolah, gue soalnya izin."
Terdengar suara tawaan dari seberang yang membuat Nilam mengernyit heran.
"Ini tanggal merah, Nila."
Sontak Nilam berjalan menuju ruang utama untuk melihat kalender dan benar ia melingkari angka merah itu.
"Oh iya iya, btw lo manggil gue yang bener mana sih? Nanti Lam nanti bisa Nil bisa Nila, mau lo apa emang? Panggil gue dengan nama lengkap gue!"
Suara tertawa terdengar kembali dari seberang. "Iya iya. Yaudah, gue ganti baju dulu ya. Terserah lo mau komentar apa, yang penting gue ikut. Titik. Eh buruan, jam berapa nih, gak telat lo?"
Nilam mengangguk tanpa sadar. Lalu melebarkan kedua mata dan juga mulutnya ketika menyadari pasti ia kini sudah telat satu jam.
*•*
Sebuah benda melayang ke arah wajahnya dengan sigap ia meraih benda itu lalu memantulkannya di lapangan yang sudah tersedia di latar belakang rumahnya.
"Tanding sama gue?" tanya orang yang memegang benda bulat itu dengan mimik wajah menantang.
Lawan bicaranya yang hanya memakai baju oblong berwarna putih yang sudah basah akibat keringat, membuat perut lelaki itu terekspos jelas.
"Berani lo?" jawabnya sambil membalikan badan, berjalan menuju ring.
Lelaki yang sedang memegang bola basket tersenyum lebar. Kebiasaan adiknya yang tidak memakai embel-embel membuat dia senang. Jika memakai embel-embel kakak, seperti terlihat tua saja dirinya padahal umurnya hanya berpaut empat menit.
"Siapa takut!" Ia melangkah mendekat Farel adiknya yang sedang mengusap keringat di dahi.
Tanpa aba-aba Fael langsung berlari menghampiri Farel yang tengah bersiap-siap untuk mengambil alih bola. Tangan Farel tidak tinggal diam, begitupun Fael.
Ia menghentakan kakinya kuat lalu melompat, didetik kemudian bola berwarna cokelat itu masuk ke ring dengan mulus. Fael menepuk-tepukkan telapak tangannya dengan pandangan yang masih terarah ke Farel yang tengah mendengus.
"Lo dulu meremehkan gue, dan sekarang? Gue gantian yang akan meremehkan lo." Ia menjeda kalimatnya. "Mana kemampuan lo, Kapten?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kilter Man
Teen FictionKisah yang menceritakan sebagaimana rumitnya perjuangan cinta sejati. Mereka, si cewek dan si cowok. Kedua sejoli yang saling mencintai harus menjauh karena ada seseorang yang juga mencintai cowok dengan paras tampan itu. Sedangkan cewek cantik yang...