Kini, mereka sudah ada di kantin dan memesan makanan.
"Abis ini lo pulang?" tanya teman Raihana.
Raihana mengangguk. "Iyalah, ngapain lagi di sini? Toh acara kita ditunda karena si Nadia kabur."
"Iya, sih." Temannya mengangguk setuju. "Tapi, Rai, lo seriusan gak penasaran sama ucapan si Nadia kalau Pak Abra--"
"Lo diem, atau gue robek mulut lo!" ancam Raihana kesal, dan temannya langsung menciut.
"Sorry sorry ...."
"Jangan ngomongin apa-apa lagi, oke? Gue mau makan sekarang! Lo mingkem, dan makan dengan tenang!" perintahnya bak atasan.
"Iya, iya, sewot amat sih kayak cewek PMS."
Keduanya pun makan di kantin bersama, dan barulah setelah itu, bersiap pulang karena memang tak ada lagi pembelajaran bagi mereka di sekolah. Siap berjalan pulang berdua bersama, tiba-tiba ponsel temannya berdenting.
"Siapa?"
"Lah, bapak gue OTW jemput," kata temannya menatap Raihana. "Nenek gue ... Nenek gue meninggal."
"Inalilahi ...." Raihana yang mendengarnya syok. "Gue turut berduka, Hesty."
"Iya, makasih ya, Rai." Keduanya saling menatap sendu sebelum akhirnya berpelukan, tak lama jemputan Hesty datang dan mau tak mau mereka pun berpisah. Raihana mendadahi kepergian Hesty yang terlihat amat murung selama beberapa saat.
"Sepertinya kamu tak akan pulang bersama teman kamu karena jemputan." Raihana menoleh dan terperanjat kecil menemukan Pak Abra dengan sepeda motor butut sudah ada di sampingnya. "Kamu butuh tumpangan?"
Ia kaget ditawari demikian. "Ga-gak usah, Pak. Saya nanti dijemput juga." Dia sedikit berbohong.
"Ouh, saya kira setiap harinya kalian jalan kaki bersama," kata Pak Abra, mendengar penuturan itu Raihana jadi sadar sesuatu.
Apa pria itu membuntutinya?
Hal ini membuat Raihana bertanya-tanya, apakah benar ucapan Nadia soal Pak Abra yang suka padanya bahkan menyimpan fotonya yang entah bagaimana wujudnya, kapan dia ambil ... oh tidak tidak, Pak Abra kan selalu jadi pengawas sisa saat pulang. Raihana berusaha menepis, pastilah guru muda honorer tersebut punya ingatan cukup bagus.
Terutama pada murid yang sekarang jadi problematik.
"Kalau begitu, saya duluan Raihana, dan saya harap, persiapkan diri kamu besok." Dengan wajah datar pria itu berkata, dan Raihana mengerang seraya mengacak-acak topi di kepala.
"Mati gue ...." Dia bergumam khawatir.
Akhirnya, Raihana pulang jalan kaki seperti biasa, tetapi kelelahannya terasa akibat tiadanya keberadaan Hesty. Biasanya dia jadi teman ngobrol Raihana. Tambahan lagi, kondisinya saat ini yang dilanda kecemasan perkara kenakalan remaja yang dia perbuat pagi tadi di sekolah.
Rasanya, Raihana tak bisa tidur nyenyak.
Walau faktanya, dia akhirnya ketiduran ....
"Rai, Raihana! Ya Tuhan, kamu masih tidur jam segini?! Rai, bangun, Sayang!" Raihana mengerang kala merasa seorang wanita memanggil sambil menggoyang-goyangkan badannya. "Bangun! Hei! Bangun!"
"Ck, iya Mah iya ... ada apa sih?" tanya Raihana mulai berusaha bangun, dia mengucek mata dan berusaha menetralkan penglihatan.
"Sayang, cepet kamu mandi, terus dandan cantik-cantik, soalnya akan ada tamu yang pengen bertemu, sepertinya sama Kakak kamu, dia ...." Ibunya senyam-senyum sendiri, meski Raihana setengah sadar ia melihat ekspresi aneh itu. "Cepatan, deh, ayo!"
Oh, sepertinya bukan Pak Abra, kalau Pak Abra jelas akan murka, tetapi Raihana sudah pasrah akan demikian. Si gadis menarik selimut. "Kalau Kakak yang dimaksud, ya udah sih, gak usah ngajak-ngajak aku! Aku capek tau!"
"Ish, harus bangun, kita harus liat Kakak kamu yang kemungkinan bakalan dilamar anak bos ayah kamu! Gak nyangka ih Mamah pagi-pagi dikasih kejutan to the poing gitu! Ayolah, Raihana! Bangun! Nurut sama Mamah, Mamah udah pusing mikirin nilai kamu yang makin anjlok di sekolah!"
"Ck, iya iya, apaan sih ngancem gitu ... nyebelin!"
Cerita ini cerita spesial yang tersedia di KARYAKARSA: anurie
Silakan mampir, murah meriah saja ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
PAK ... NIKAH YUK! [B.U. Series - A]
Romance21+ "Pak, nikah yuk!" "Oke ... kalau kamu mau jadi istri Bapak." "Hah?!"