01

101 60 50
                                    

Hujan pagi hari ini mewakili akan rasa sakit yang ada dihati. Rasa sakit yang di torehkan oleh orang-orang yang sangat berarti di dalam hidupnya.

Jika hati bisa memilih, ia tak ingin selalu tersakiti seperti ini. Terluka akan kata-kata yang menusuk relung hati, membuat si pemilik hati menahan akan rasa yang mencekam dan perlahan-lahan akan membunuh si pemilik hati.

Untuk rasa sakit yang teramat dalam itu. Si pemilik hati kini berdiri tepat di depan jendela kamarnya.

Memandang akan langit yang masih menurunkan tetes demi tetes air hujan, seakan-akan langit pun ikut bersedih atas kesakitan yang ada pada diri gadis itu.

Mata itu terlihat kosong, seakan tidak ada kehidupan di dalamnya. Mata yang dulunya akan selalu berbinar kini terlihat sayu.

Ya, ia telah lama mati.
Mati akan rasa yang seharusnya ia miliki.

Karna rasa itu telah di bunuh bertahun-tahun lalu oleh mereka yang seharusnya memberinya kasih sayang.

Hanya karna satu kesalahan kecil, dapat membuat hidup seorang Dilara Kinanti berubah menjadi seperti sekarang. Dibenci oleh orang-orang yang di sayanginya.

Hingga dapat menjadikan seorang Lara yang dulunya ceria berubah menjadi gadis pendiam. Di sekolah maupun dirumah tidak ada yang mengangap dirinya ada.

Seakan seorang Lara tak kasat mata di penglihatan mereka.
Menangis adalah hal yang selalu Lara lakukan setiap pagi, saat melihat jika keluarganya sendiri tak menginginkan keberadaannya di rumah ini.

Mereka seakan tak pernah mau perduli jika hati gadis itu mulai terluka akan sikap mereka. Perubahan yang akan membuat Lara menangisi setiap kali mengingat kejadian itu.

Sungguh Lara merasa ia sama sekali tidak pernah melakukan kesalahan yang telah mereka tuduhkan terhadap dirinya.

Tidak bisakah satu orang saja yang mempercayai dirinya. Hanya satu, Lara hanya berharap ada satu orang saja yang mempercayainya. Apakah sesulit itu untuk mempercayai dirinya. Setidaknya itu bisa membuat dirinya kuat akan semua hal yang telah terjadi.

Tapi apa? tidak ada satu pun dari mereka yang mempercayai dirinya. Hatinya kembali bergejolak akan rasa sakit. Rasa sakit yang ingin segera ia keluarkan dari hatinya. Agar ia tak perlu lagi menahan semua rasa sakit itu.

Mengingat kembali yang telah pernah mereka lakukan terhadap dirinya, membuat Lara kembali meneteskan air mata.

Cukup sudah, ia tak ingin lagi menangisi yang telah terjadi. Maka dari itu Lara segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, walau langit di atas sana masih meneteskan air hujan. Lara tetap akan pergi ke sekolah.

Turun dari anak tangga, pemandangan yang selalu membuatnya ingin meneteskan air mata. Disana, tepatnya di ruang makan terdapat kedua orang tuanya dan juga kakaknya, Emilia.

Ada tawa canda mama dan kakaknya. Sedangkan papanya sendiri hanya menunjukan senyuman tipis terhadap ucapan yang telah dilontarkan oleh kakaknya yang paling cantik itu.

Tersenyum miris, itulah yang dapat Lara lakukan saat ini. Lara tau jika ia tidak akan bisa bergabung ke meja makan itu. Karna ia sadar jika ia nekat melakukan hal itu, pasti lah senyum bahagia ketiga orang itu akan lenyap seketika jika melihat dirinya.

Maka dari itu dengan senyum getir Lara melangkah menjauhi meja makan. Ia akan sarapan saja di katin sekolah.

Lagi pula makanan di kantin sekolah tidak terlalu buruk bagi seorang Dilara Kinanti.

****

Suasana di kelas pun masih terlihat sepi. Hanya ada beberapa siswa yang sudah ada di dalam kelas.
Mungkin karna hujan di pagi hari ini, membuat sebagian siswa malas jika harus berangkat pagi-pagi ke sekolah.

Di kelas yang masih terlihat sepi, Lara kembali termenung. Ia sesekali memperhatikan teman-teman sekelasnya yang sedang bercanda satu sama lain.

Sedangkan ia sendiri hanya bisa melihat dari tempat duduknya, tanpa bisa ikut bergabung dengan mereka. Pernah sekali Lara mencoba untuk ikut bergabung dengan mereka. Tapi apa hasil yang ia dapatkan hanyalah kekecewaan.

Kembali ditolak, itulah yang selalu ia dapatkan. Tidak dirumah atau pun di sekolah keberadaan dirinya selalu di tolak. apakah ia tak pernah pantas untuk mendapat kasih sayang dari orang-orang terdekatnya.

Apakah Lara salah jika ia berharap suatu hari nanti mereka semua dapat menerima dirinya.

Apakah Lara juga salah jika ia ingin bahagia. Karna selama ini ia hanya bisa mendapatkan rasa sakit dan rasa hampa, yang membuatnya seakan-akan mati perlahan.

Tidak mau larut akan rasa hampa itu, Lara segera menuju kantin.
Lagi pula ia belum sarapan pagi ini. Mungkin dengan pergi ke kantin bisa mengurangi rasa hampa yang ada dalam dirinya.

Jalanan koridor menuju kantin sedikit licin akibat air hujan yang masih menguyur bumi. Banyak tatapan tidak suka dari para siswa-siswi tertuju pada dirinya. Ada juga yang terang-terangan mengatai dirinya jika ia tak pantas berada disekolah ini.

Kembali hati Lara hancur. Apa setidak pantas itukah dirinya berada di dunia ini, sampai-sampai mereka begitu tega menyakiti hatinya.

Rasa lapar yang sempat mendera perutnya seakan sirna. Tunjuan Lara sekarang ini bukan lagi kantin. Tapi melainkan tempat di mana orang-orang tidak bisa melihat jika dirinya saat ini sedang menangis dalam diam.

Mungkin taman belakang sekolah adalah tempat yang paling tepat yang dapat Lara kunjungi saat ini. Karna tempat itulah yang jarang sekali di kunjungi oleh para siswa.

Mungkin karna taman sekolah yang jarang dirawat makanya para siswa malas untuk ke tempat itu.

Di taman belakang sekolah ini lah Lara akan menumpahkan semua rasa sakit yang ada dalam hatinya.

Baru awal ya..
Aku harap bisa membuat kalian suka akan cerita ini..
Dan jangan lupa kasih saran dan masukan jika terdapat ada kata2 yang kurang pas di hati kalian..
Dan sekalian aku mau ngucapin terima kasih karna udah bersedia membaca cerita ku..

CURAHAN HATI LARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang