Juni 2006
"Ah! Kesiangan parah nih"
"Makin gila nih kota cuy, ga kuat gua lama-lama di Indo, pengen pindah ke Bali aja rasanya" timpal Dobleh
"Bali juga indo, bego lu Bleh!"
Dia adalah Dobleh. Namanya Abdul tapi dipanggil Dobleh, aneh? Ya, emang aneh, persis seperti orangnya. Katanya, alasan dia dipanggil Dobleh karena pernah sewaktu kecil, gak sengaja bibirnya kena balsem, yang bikin bibirnya bengkak seminggu. Si Dobleh ini berperawakan kurus dan berkulit hitam, kadang suka kasihan kalau liat dia abis main futsal, mirip banget jenglot.
Dan gua adalah Dinar, Dinar Kelana. Anak kedua dari tiga bersaudara, satu-satunya anak lelaki dari perkawinan sah Bapak Mardi Kelana dan Ibu Suci Diani. Membawa tanggung jawab yang cukup besar karena sekarang hanya gua lelaki yang tersisa di keluarga ini, Bapak gua sudah tiada.
Pagi itu hari pertama kita masuk SMA, gua keterima disalah satu SMA Negeri di kota gua. Kampretnya, gua satu sekolah lagi sama Dobleh. Kenapa kampret? Karena kalau ditotal udah hampir enam tahun gua duduk sebangku sama nih anak, dan baunya ga pernah berubah, kaya kampret hangus atau kadang bahkan kaya kabel kebakar.
Dari kejauhan, terlihat barisan siswa di lapangan yang sudah bersiap untuk upacara. Sangat jelas bahwa mereka adalah siswa baru yang sedang dalam masa orientasi, terlihat dari atribut-atribut aneh yang mereka kenakan, sama persis seperti yang gua kenakan.
"Telat nih, udah pada ngumpul tuh"
Gua berucap ke Dobleh sambil memarkirkan motor di parkiran rumah gak jauh dari sekolah. Karena di sekolah ini siswa ga diperbolehkan bawa motor, jadi pihak sekolah ga memfasilitasi lahan parkir.
"Titip motornya ya bu"
Gua segera bergegas dari motor dan memberikan uang pecahan dua ribu rupiah, si Ibu penyedia lahan parkir mengangguk mengiyakan sambil tersenyum. Kita pun langsung jalan ke gerbang sekolah
"Parah Nar beneran telat, coba lu tabrak tabrakin motornya pas macet tadi"
"Masuk duluan Bleh, gua cover dari belakang"
Akhirnya kita masuk ke sekolah ini dengan formasi; gua di belakang dan Dobleh di depan. Kenapa harus pake formasi? Karena gakada yang lebih menjengkelkan dari instruktur MOS (Masa Orientasi Siswa), dan gakada yang lebih bego buat disuruh-dan-mau-aja dibanding si Dobleh.
Dengan sedikit berlari, kita berdua menghampiri instruktur MOS di depan gerbang, terdapat lima orang instruktur yang sedang berdiri disana.
"Selamat pagi dek, kok baru dateng?"
Si instruktur cewe ini nyapa kami, dan gua tau akan ada cacian kampret dibalik sapaan formalitasnya.
"Iya pagi juga kak, maap telat kak heheh" jawab Dobleh, sambil nyengir jelek
"Kalian langsung masuk ke barisan yang itu aja ya" katanya, sambil nunjuk barisan paling pinggir sebelah kiri dari lapangan, agak terpisah dari yang lain. Feeling gua udah mulai ga enak.
"Makasih kak, ayo Nar buruan" ucap Dobleh yang kemudian segera berlari
Akhirnya kita berjalan ke barisan itu, ada belasan orang dibarisan ini, sekitar setengah jam kita berdiri di lapangan ini untuk pembukaan MOS dan upacara. Satu jam setelahnya, acara selesai dan semua guru sudah kembali keruangannya. Seorang instruktur yang sepertinya ketua instruktur langsung teriak dengan pengeras suara.
"Semuanya langsung ke ruangan masing-masing ya sesuai kartu MOS kalian, kecuali barisan sana langsung ikut kak Jaka!"
Dia menunjuk ke barisan gua. Ya, feeling gua tepat. Mana ada orang telat ga ada konsekuensinya, apalagi pas MOS kaya gini. Setelah yang lainnya masuk ke ruangan masing-masing, akhirnya kita ikutin si Jaka ini ke lapangan lainnya yang tidak sebesar lapangan utama, yang menurut penglihatan gua sih biasa dipakai untuk Badminton atau Voli.
YOU ARE READING
Kelana
RandomTentang perjuangan dan penantian. Tentang perjalanan mempelajari hidup. Tentang pengalaman berkelana seorang Dinar Kelana.