Part 4

3 0 0
                                    

Tiga hari telah berlalu, dan hari ini adalah hari terakhir MOS. Seperti biasa, gua nyamper ke rumah Dobleh dulu sebelum berangkat ke sekolah. Entah apa yang ada di pikiran Dobleh yang pengennya nebeng mulu, padahal bermacam motor dan mobil sport dari berbagai pabrikan menghiasi garasi megah di rumahnya.

Sumpah, keluarga Dobleh ini tajir banget. Tapi, dia ga pernah merasa lebih tinggi dari yang lain, dan sampai saat ini cuma gua dan beberapa temen dekatnya yang tau kalo rumahnya segede istana. Beberapa orang menganggapnya brandalan, urakan, gak friendable deh intinya. Mereka gatau aja betapa hebatnya orang ini untuk disebut sebagai sahabat.

"Bleh buruan bleh!"

Gua berteriak dari ruang tamu ke arah pintu kamarnya yang terbuka, setelah melihat jam tangan. Sepertinya gua bakal telat hari ini.

"Sabar cuy rambut gua belom kering" jawabnya sambil mengarahkan hair dryer ke rambut jeleknya

"Lu udah sarapan? Nyarap dulu gidah, nyendok sendiri aja" lanjutnya

"Sarapan apaan?"

"Telor ceplok, bikin sendiri tapi, sekalian bikinin gua heheh" jawabnya sambil nyengir, yang bikin dia terlihat makin mirip dengan kuda

"Et dah, kirain udah mateng"

Gua pun bergegas ke dapur untuk membuat sarapan, terlihat jam dinding menunjukkan waktu pukul 06.15. Semenjak insiden telat di hari pertama, Gua dan Dobleh menjadi super teladan di hari-hari berikutnya. Biasanya kita berangkat dari rumah Dobleh jam 06.20, dan sampai di sekolah 20 menit kemudian. Tapi sepertinya di hari terakhir MOS ini tidak demikian.

---

Akhirnya kita sampai di sekolah tepat pukul 06.50. Alhamdulillah, ga jadi diomelin Shincan. Ternyata agenda hari ini adalah upacara penutupan masa orientasi siswa. Kepala Sekolah memberikan sambutan dan wejangan kepada kita semua, dengan harapan dapat menjadi siswa-siswi yang membanggakan sekolah, orang tua, dan negara. Ya, tepat hari ini gua sudah resmi menjadi anak SMA! Dan gua sangat bersyukur dapat keterima di sekolah ini setelah bersaing dengan ribuan siswa lainnya, bisa dikatakan sekolah ini sebagai SMA terbaik di kota gua.

Di sekolah ini, seperti SMA pada umumnya, hanya terdapat dua jurusan ; IPA dan IPS. Penjurusan dilakukan saat menginjak kelas sebelas. Seperti kebanyakan orang, gua berharap mendapat jurusan IPA. Entah mengapa, mungkin karena kemampuan berhitung gua yang diatas rata-rata membuat gua ga takut kesulitan untuk ambil jurusan itu. Semoga jalan yang akan gua pilih ini merupakan jalan yang terbaik.

Keesokan harinya gua datang pukul 06.50. Sudah resmi sebagai siswa sekolah ini, gua sudah bisa melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

"Nar kelas mana lu?"

Dobleh bertanya pada gua yang sedang mencari nama diantara ratusan nama lainnya yang tertempel di mading sekolah.

"Mmm.. oh ini, kelas 10-1, lu mana Bleh?"

"Gatau Nar nama gua kaga ada"

"Lah serius?" tanya gua kaget, dan spontan langsung mencari namanya

"Ini ada anjir!"

"Hahahaha, jangan kangen yee ama gua" ucapnya sambil nyengir

"Alhamdulillah banget gua mah ga sekelas sama lu lagi. Kayanya ntar malem bakal ada syukuran dah di rumah gua"

Kita pun tertawa. Tiba-tiba ada yang nyolek pinggang gua dari belakang, ternyata Nayla.

"Kita sekelas Nar" ucapnya

"Emang iya? Bagus deh daripada sekelas sama Dobleh"

Sebuah jitakan yang berasal dari Dobleh mendarat ke kepala gua, disertai gelak tawa kami bertiga.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 24, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KelanaWhere stories live. Discover now