Fisika

5 2 1
                                    

Sanguina mendorong pintu kelas dengan kasar.

“Cuma telat 5 menit, kok,” katanya sambil masih ngos-ngosan. Bu Melati menyelipkan pembatas buku di buku renungan kelas dan menutupnya.

“Kamu ini, telat lagi, minta surat izin dulu, gih! Hari ini KBM udah berjalan normal, ya!”

“Oh, oke, Bu!” Gadis itu langsung berlari, Phlegma menatap teman sebangku barunya itu dengan tekad langsung memprotes Sanguina saat sudah sampai di bangku sebelahnya.

“Ini, Bu!”

“Masuk, besok jangan telat!”

“Semoga aja, Bu. Kemaren kan aku telat 10 menit, sekarang 5 menit, jadi besok harusnya ga telat, Bu.”

“Oke, duduk cepat, jangan ngabisin jam wali kelas kayak kemaren lagi!” Bu Melati berkata cepat, tak ingin menghabiskan waktu untuk meladeni siswi cerewet itu.

“Oke, deh!” sahut gadis itu sambil menuju tempatnya.

“Telat terus,” bisik Phlegma yang langsung dibalas tatapan kesal Sanguina.

“Heh, hargai aku, dong! Ini udah lebih pagi dari kemaren, dasar duri!”

Mengingat ini saat renungan pagi, Phlegma diam walaupun hatinya berkata, Telat sedikit pun tetaplah terlambat, dasar nasi! Awas aja, selesai renungan, gua protes lu lagi!

***

Guru fisika datang, melihat guru yang terkenal killer tersebut, semua murid kecuali Sanguina membenarkan posisi masing-masing, duduk rapi seperti anak kecil yang baru diajarkan cara duduk tegak.

“Waaah! Ganteng banget gurunya!” teriak Sanguina histeris sembari refleks berdiri. Sontak, teman-temannya melirik ke arah teman barunya tersebut. Bintang menatap lirih, merasa bersalah karena tak memberi tahu tentang guru itu pada teman barunya. Ya, memang tak sempat, karena dari tadi gadis itu terus berdebat dengan teman sebangkunya, memperdebatkan terlambat 5 menit dan penampilan Sanguina yang masih seperti kemarin, sama sekali tak seperti pelajar SMA. Hanya Phlegma yang senang dalam hati mengetahui teman sebangkunya akan mendapat masalah dengan guru itu. Anak tak tahu aturan itu memang harus dihukum, itu yang ada di benak lelaki tersebut.

“Siapa kamu?” Pak Elang bertanya dengan sebelah alis terangkat.

“Fans barumu, Pak!” Sanguina menjawab spontan.

“Oh, ya? Kamu tahu siapa nama saya?”

“Eh… Pak… Pak… Pak Cakep aja deh namanya,” asal-asalan Sanguina memberi nama pada gurunya.

“Sembarangan memberi nama pada saya, bending dua puluh kali! Berdiri tanpa disuruh, bending dua puluh kali! Pakai jaket di kelas, bending dua puluh kali! Hmm… coba lihat sepatumu!” ucapnya tegas. Sanguina melongo tak percaya dengan makhluk keren  yang memberinya setumpuk hukuman.

“Ini, Pak,” pasrahnya sembari menunjukkan sepatu.

“Bending dua puluh kali! Kamu bawa buku?”

“Belum dapat, Pak, tapi udah pesen kok ke Bu Melati.”

“Bending dua puluh kali!”

“Loh? Aku kan murid bar….”

“Gak ada pengecualian di kelas saya! Kamu bawa alat tulis dan kertas?”

“Alat tulis ada, Pak. Kertas nggak ada.”

“Bending dua puluh kali!”

“Astaga!”

“Protes? Bending dua puluh kali!”

“Ah! Jadi totalnya berapa, Pak?” Sanguina bertanya, tak ingin hukumannya ditambah lagi. Guru itu menghitung.

“Tujuh kali dua puluh!” Sanguina menghitung.

“Banyak banget, Pak?”

“Ya udah, saya diskon jadi 200!”

“Itu diskon atau bonus, Pak?”

“Mau saya tambah lagi?”

“Eh? Nggak, Pak. Cukup!”

“Bagus!”

Sambil bersungut-sungut kecil, Ina bersiap menjalankan hukumannya. Namun, seketika gadis itu tersenyum jahil.

“Dua ratus kali!” katanya sambil bending sekali saja.

“Betul, kan? Dua ratus kali, tuh!” tantangnya pada guru tersebut, yang awalnya ia puja, namun kini membuatnya kesal.

“Oke kalau itu maumu. Hukumannya saya tambah, pulang sekolah, sapu semua kelas di sekolah ini!”

“Apa? Tapi…,” katanya terputus mencari alasan logis, Sanguina tahu kalau dia mengatakan alasan sebenarnya, guru itu akan menambah hukumannya.

Saya mau nonton Spongebob sampai malem, lanjutnya dalam hati. Bola mata Sanguina bergerak-gerak di sisi kanan, Pak Elang tahu bahwa muridnya itu ingin berbohong,  tak ia biarkan gadis itu melanjutkan kata-kata.

“Berani protes?”

“Nggak, Pak!”

“Good boy!”

“Tapi, Pak, saya bukan cow….”

“Mau saya tambah hukumannya?”

“What? Nggak!”

Murid-murid yang menahan napas karena adegan menegangkan itu menjadi bertambah menahan tawa, guru itu memang tak bagus bahasa Inggrisnya, tapi tak pernah terima saat murid mencoba menegur.

Phlegma tersenyum di balik punggung si gempal, senang mengetahui teman sebangku yang aneh itu dihukum. Sanguina melirik sinis pada teman sebangkunya yang menertawakan penderitaannya. Dia menyikut pinggang laki-laki itu.

“Heh! Bagi kertas!”

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IstimewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang