Pada akhirnya Upiak hanya bisa menunggu segala hal tentang Buyung. Apapun yang dilakukan Buyung menjadi menarik oleh Upiak. Seperti pada saat ini, Upiak sedang menyulam beberapa kain untuk dijadikan baju olehnya. Diseberang sana matanya selalu tertuju pada pria yang sedang berbicara dengan ulama terkemuka dikampungnya.Sambil menyulam tak luput dipandangan Upiak seorang Buyung, senyum diwajahnya selalu ada. Terkadang Upiak bisa berhenti menyulam hanya untuk membayangkan interaksi apa yang akan terjadi antara dia dengan Buyung.
Buyung masih tetap disana bersama seorang ulama. Mimik wajahnya tampak serius mendengarkan ulama itu berbicara. Upiak sampai bingung hal apa saja yang dibahas Buyung dengab ulama itu.
"Kalau Upiak lihat Uda Buyung tambah ganteng kalau serius."
"Astagfirullah jauh sekali aku berfikir, "
Selagi Upiak berbicara sendiri, Buyung sudah tidak ada di tempat.
****
Dulu Upiak jarang melakukan segala kegiatan diluar rumah walau hanya didepan teras sekalipun dia jarang melangkahkannya.
Sejak mengenal Buyung ingin sekali ia mencuri pandang pada Buyung. Yang dulunya tidak keluar rumah kini sering Upiak dijumpai di teras rumahnya.
Petang ini sambil melanjutkan menyulam kain kemarin ia duduk diteras berbekalkan alat menyulam serta secangkir teh. Fokusnya tak hanya pada sulaman kain terkadang matanya melihat sekitar, sekiranya Buyung berlalu lalang didepan rumahnya.
Dikampungnya tabu sekali apa yang dilakukan oleh Upiak ini, tapi bukan Upiak namanya jika tidak melanggar hal itu.
"Sudah dua jam aku menunggu tidak jumpa jua si Uda Buyung ini" keluh Upiak
"Tapi,, kalau pun lewat didepan rumah, eh bukannya saling sapa ini malah nundukin pala, kan malu kalau aku sapa duluan"
Begitu seterusnya Upiak yang tidak mau menyapa duluan atau Buyung yang terlalu malu.
Buyung dikenal dengan pemuda yang taat akan agama dan peraturan adat dikampungnya. Wajah yang rupawan yang elok dipandang banyak mengundang godaan.
Tiap malam pasti ada saja yang namanya surat Cinta. Walau begitu Buyung tetap membacanya tapi tidak membalasnya.
"Alangkah Indah jika mereka menahan hawa nafsu mereka"
****
"Buyung jangan lupa nanti malam datang di pengajian" kata ustad saat berjumpa dengan Buyung
"Repot sekali ustad, sampai-sampai mengingatkan saya pula"
"Sudah tak apa, sebagai sesama manusia toh harus saling mengingatkan"
Gurau Ustad lantas membuat mereka tertawa. Upiak yang sedang pulang dari pasar terkesima dengan tawa Buyung. Ada yang beda saat melihat langsung tawa Buyung. Walau sering berkomunikasi lewat chat, melihatnya langsung membuat ia tenang.
"Uda Buyung tertawapun tetap rupawan"
****
Pangajian kali ini hanya berisi pemuda dikampung, walau cuma pemuda kampung mesjid terisi dengan penuh. Pemuda kampung disini berbeda dengan yang dulu. Semenjak Buyung giat berdakwah bertambahlah yang ikut dalam pengajian.
"Assalamualaikum uda," sapa salah seorang kawan Buyung
"Waalaikum salam, ada apa ya Yusuf? "Tanya Buyung dengan heran
"Begini uda, uda ngak ngajar Al-qur'an lagi da, kawan saya banyak yang mau diajar sama uda"
"Alhamdulillah kini semakin banyak yang mau mendekatkan diri pada Allah."
"Begitu lah uda, kalau sekiranya Uda bisa langsung kabarin saya saja uda"
"In Shaa Allah jika ada waktu nanti uda kabarin"
"Syukur kalau begitu uda, permisi uda Yusuf mau pulang dulu"
"Oh yah silakan suf"
"Assalamualaikum uda"
"Waalaikum salam Yusuf"
Banyak yang suka dengan cara Buyung mengajar mengaji, karena pembawaannya yang tenang, siapapun dengan senang hati belajar dengan Buyung.
Sayangnya ini hanya berlaku bagi kaum laki-laki. Buyung takut akan timbul fitnah jika ia mengajar kaum hawa.
Upiak ingin sekali diajar oleh Buyung, tapi Buyung sering sekali menolaknya. Pernah Upiak berpura-pura ngambek dengan Buyung namun pada akhirnya Upiak luluh juga dengan cara menemaninya berkomunikasi via chat.
Upiak yang mudah luluh hatinya mengiyakan apa kata Buyung. Benar kata orang orang kalau sudah jatuh Cinta rayuanpun terasa menyenangkan.
****
Namamu selalu ku sebut di sepertiga malamku-*Upiak
Anganku ingin mewujudkan harapanmu disepertiga malam-*Buyung