"Hei kawan! Sepertinya kau sudah siap"
Eros berjalan menghampiri kudanya yang berpostur besar berwarna hitam, berulu lebat dan panjang dibagian kepala dan ekornya, namanya Alister. Tidak segarang penampilannya, meskipun Alister adalah kuda yang tangguh dan energik, tetapi dia merupakan kuda yang jinak dan lembut.
Alister pun meringkik seolah membalas sapaan tuannya. Alister bukan hanya sekedar kuda biasa tapi ia adalah teman bagi Eros.
"Kita tidak bisa tinggal lama disini, ini akan jadi perjalanan yang panjang. Jadi kau harus menyiapkan banyak energi" Eros kembali mengajak Alister bicara sambil memasukkan beberapa roti dan air untuk persediaan kedalam kantung yang tergelantung dipunggung Alister. Tidak lupa Eros pun menggantungkan senjata pedang kebanggaannya dipinggul. Selain untuk bertarung, pedangnya adalah pusaka kerajaan dimana menjadi salah satu identitasnya.
"Jadi kita pergi dengan kuda itu?" Suara itu sontak membuat Eros menoleh. Altha sudah siap dengan pakaian beserta jubah hitam bertudung yang ia berikan.
"Bukan kuda itu. Dia memiliki nama, namanya Alister" celetuknya.
"Maaf, mana aku tau" balas Altha santai.
"Alister sepertinya nasibmu sama malangnya denganku. Bagaimana bisa dia melupakan kita semudah itu" gerutunya bicara pada Alister. Alister kembali meringkik, seolah meng-iyakan atau entahlah... hanya Eros dan Alister yang tahu.
Altha pun terkekeh melihat sikap pria yang harus ia anggap sebagai kakaknya, meskipun masih belum terbiasa.
"Ambil ini.." Eros memberikan seperangkat alat memanah kepadanya.
"Untuk apa ini?" tanya Altha, mengambil pemanah itu dari tangan Eros.
"Tentu saja untuk memanah" jawab Eros santai.
Altha memutar bola matanya dan menghela nafas, entah itu dia yang salah bertanya atau memang kakaknya terlalu pintar.
"Maksudku, kenapa kau memberikannya padaku?"
"Karna itu milikmu"
"O-oh" reaksi Altha hanya seperti orang bodoh.
"Ayo naik" Altha tersontak dengan suara Eros yang tiba-tiba menyuruhnya dengan tangan yang terulur untuk membantunya naik.
"Eh? Ba-baik" meski takut Altha pun berusaha untuk tenang saat menaiki Alister, karna ia belum pernah menaiki kuda sebelumnya, dengan ancang-ancang dan bantuan Eros akhirnya Altha berhasil duduk dengan stabil dipunggung Alister, Eros pun menyusul duduk dibelakangnya dan memegang tali kemudi. Rasanya tidak nyaman, meski Eros adalah kakaknya disini, tapi baginya Eros tetap pria yang baru ia kenal.
"Siap?" Eros memberi aba-aba, membuat Altha kembali gugup.
"Tid..."
"Hiyaaa!"
"..aaaaakkk!"
Altha terus bergumam tanpa membuka matanya disepanjang jalan, entah itu berisi umpatan maupun permohonan agar dirinya tidak terjatuh, hal itu membuat Eros terkekeh. Alister kini melaju sangat cepat melintasi hutan berkabut dengan pepohonan rindang dan dedaunan yang lebat seakan memakan langit malam menutupi cahaya yang hanya terpancar dari bulan bintang, membuat suasana hutan semakin mencekam.
"Kau takut?" seru Eros
"Diam, fokus saja pada jalan" celetuk Altha
"Heh, padahal dulu kau sangat suka menantangku berkuda" Eros kembali terkekeh.
Benarkah? tanpa membalas Altha berpikir, pasti Puti Altha yang sebelumnya adalah Putri sangat keren dan pemberani tidak seperti dirinya yang pecundang.
"Hiyaa!" Eros tiba-tiba menambah kecepatan Alister, membunyarkan lamunannya dan sontak membuat Altha kembali berteriak.
Tidak tahu lagi sudah berapa lama mereka berkuda. Altha menggapai arloji yang melingkari lehernya, ia melihat jarum jam telah menunjukkan pukul 2 dini hari, itu berarti sudah sekitar 2 jam mereka menempuh perjalanan. Entah berapa lama lagi waktu yang mereka butuhkan untuk sampai ke Kerajaan Sei, hutan tak seperti menampakkan ujungnya. Altha merasa lelah, punggungnya mulai mengeras dan kakinya serasa mati rasa. Eros pun menyadarinya.
"Sebaiknya kita istirahat terlebih dahulu"
"Itu ide yang bagus" Eros yang sudah menapaki tanah kembali mengulurkan tangannya untuk membantu adiknya turun.
Seperti tersengat listrik, kaki Altha tidak dapat digerakan saat dirinya sudah menginjaki tanah.
"Ada apa?" tanya Eros bingung yang melihat adiknya mematung ditempat sambil meringis kesakitan.
"Kakiku... kakiku kesemutan" Altha merintih.
"Kesemutan? tapi tidak ada semut dikakimu" Eros heran sambil melihat kaki Altha.
Altha mendengus "Bukan semut serangga... ah sudahlah, sebentar juga hilang"
"Ya sudah kalau begitu, aku akan mencari rumput untuk Alister"
"Wah sepertinya kau lebih peduli dengan dia dari pada adikmu sendiri" sindir Altha, melihat kakaknya yang sangat peduli dengan Alister, seperti sorang induk.
"Karna kau sudah besar, urus dirimu sendiri" balas Eros santai melenggang pergi tanpa menoleh pada adiknya. Altha mendengus kesal.
Ia merasakan kakinya mulai melunak, rasa seperti tersengat listrik berangsur hilang. Altha menggerak-gerakan kakinya, dan menekuk punggungnya ke belakang. 'Krek' bunyi yang dikeluarkan oleh pinggangnya membuat sensasi nyaman seketika, rasanya badannya hampir menyerupai papan kayu, sangat kaku dan rapuh. Ia pun membuat gerakan untuk melemasi otot-otot yang tegang dan mengatur nafas untuk menghilangkan stress yang timbul akibat situasi kacau yang ia hadapi saat ini.
Tak lama Eros pun kembali dengan sekantung rumput segar untuk diberikan pada Alister. Namun, tiba-tiba terdengar suara sekelompok burung yang beramburan di langit dari arah tertentu, seperti memberi signal adanya sesuatu yang mengusik mereka.
Eros yang seolah menyadari sesuatu dengan sigap menarik tangan Altha dan menuntunnya segera menaiki Alister.
"Hiyaa!" Eros menunggangi Alister langsung dengan kecepatan yang tinggi membuat Altha kembali terpekik.
"Ada apa?" seru Altha.
Eros tidak menjawab, ia terdiam dengan raut wajah yang serius, seolah sedang berpikir. Bunyi gemuruh tiba-tiba terdengar seperti langkah sekelompok kuda yang berlari entah dari mana, suara yang awalnya terdengar sayup-sayup kini semakin terdengar dengan jelas.
"Hey! Kenapa kau dia-"
"Dengarkan aku" tiba-tiba Eros memotong kalimat Altha dengan nada rendahnya, sepertinya sesuatu yang serius sedang terjadi "...kita tidak akan pergi ke Sei. Kau harus pergi ke Alusu dan tunjukkan arloji itu pada mereka"
"Aku? Kenapa aku? Bagaimana denganmu?" Langkah kaki kuda kembali terdengar semakin jelas, pertanda bahwa mereka sudah lebih dekat.
"Aku mengerti kenapa kakek memberikan arloji itu padamu, ini tugasmu. Aku percaya padamu, kau adalah gadis yang kuat dan pemberani" Eros memberikan tali tunggangan pada Altha sambil tersenyum lembut.
"Tidak.." sahut Altha tak terima dengan tugas yang diberikan padanya, ia merasa cemas dan matanya mulai berkaca "..setidaknya lakukanlah bersama" teriaknya frustasi dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
"Kau harus tetap hidup" Eros bicara dengan tatapan yang hangat kepada adiknya, ia kembali tersenyum.
"Jangan..." Altha menggelengkan kepalanya, mencengkram lengan Eros seolah tau apa yang akan dilakukannya. Eros melepaskan cengkraman adiknya perlahan dan seketika ia pun melompat.
"Tidakkk!!!"
***
TO BE CONTINUE
KAMU SEDANG MEMBACA
Hourglass | Fall Into Another World
FantasyAwalnya Altha mengira semua hanya mimpi dan tak butuh waktu lama ia akan terbangun, menghentikan semua keanehan yang ia alami. Tapi tidak semudah itu, semua terasa seperti nyata. Apa ia telah terbawa arus waktu?. Entahlah. Altha tak kunjung mengerti...