Barang-barangnya di kemasi untuk pindah ke kamar suaminya. Risa masih tidak percaya jika malam ini dia akan tidur di kamar suaminya. Dia tahu alasan Marvin melakukan itu demi dirinya.
Tapi, semua ini terlalu cepat untuk Risa renungi, apalagi Theo melakukannya karena sang adik mendesaknya terus menerus.
Mengetahui sebenarnya Theo menganggapnya istrinya selama ini, sudah cukup membuat perasaannya bahagia juga senang. Dia tidak mau terlalu berharap tinggi, diterima di kamarnya bukan berarti Theo mencintainya.
Memang Theo mempertegas tidak mencintai masa lalunya lagi, tapi mungkin saja dia sudah mati rasa. Saat, masuk ke dalam kamar suaminya semua sudah tertata dengan baik.
Bahkan, lemari sudah terbagi menjadi dua dan satunya lagi untuk pakaian Risa. Betapa senangnya Risa akhirnya barangnya dengan barang suaminya bisa ada di satu tempat yang sama.
"Ngapain kamu di sana?" tanya Theo saat keluar dari kamar mandi.
"Aku mau tidur," jawab Risa dengan menaruh bantal di sofa.
"Tidur di sini," ucap Theo berjalan ke tempat tidurnya.
"Hah?" Kaget Risa mendengar ucapan pemuda itu.
"Kenapa? Tidak mau tidur denganku." Kata Theo membuat gadis itu langsung menggelengkan kepalanya.
"B-bukan begitu," ucap Risa melihat pemuda akan siap untuk tidur.
Risa mengambil bantalnya kembali, lalu perlahan-lahan berjalan ke tempat tidur milik suaminya. Ia dengan ragu tidur di sampingnya, bagaimana bisa dia tidur malam ini.
Dia melihat Theo sudah memejamkan matanya tidur, dia sendiri yang merasa tegang juga jantungnya berdetak kencang. Ia masih tidak percaya akhirnya tidur bersama suaminya.
Matanya sampai berkaca-kaca saking tak percayanya. Akhirnya, es batu mulai perlahan mencair meskipun dia tetap sama datar dan cuek.
"Hah?" Kaget Risa mengejutkan pemuda yang masih tidur itu.
Theo menatap gadis yang terbangun tiba-tiba. Risa menatap ke arah jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi, dia memang masih datang bulan. Tapi, ia harus menyiapkan sarapan dan bersih-bersih.
"Bagaimana ini aku sudah terlambat." Kata Risa dengan panik sendiri, tak sadar pemuda itu menatapnya aneh.
"Eh." Sontak Risa terkejut ketika tangannya di tahan seseorang ia menoleh.
Risa lebih terkejut ketika dia baru sadar sekarang tidur bersama Theo dan dia sudah membangunkannya. Risa sampai bergemetar ketakutan sudah membangunkan singa yang sedang tidur.
"Ini masih pagi ngapain kamu bangun." Kata Theo dengan wajah bangun tidurnya.
Jantungnya berdetak kencang saat melihat wajah bangun tidur suaminya dan rambutnya yang masih berantakan. Pesonanya lebih menggoda ketika dalam keadaan seperti itu.
"A-aku harus buat sarapan," ucap Risa dengan beranjak akan pergi tapi Theo menahannya lagi.
"Siapa yang akan makan sarapan buatanmu sepagi ini. Marvin juga pasti masih tidur dan dia sudah tidak sekolah lagi." Jelas Theo karena gadis itu pagi-pagi buta sudah mau membuat sarapan.
"I-iya juga," ucap Risa dengan kembali berbaring dengan malu.
"Kenapa dia begitu tampan saat bangun tidur?" tanya Risa bergumam.
"Hah?" Theo yang tak jelas apa yang di katakan gadis itu.
"T-tidak," ucap Risa yang membelakangi pemuda itu.
Gadis itu sambil memainkan tangannya gugup apalagi tadi di pegang oleh Theo. Ia merasa panas dingin ketika sedekat ini dan harus bersentuhan fisik dengan pemuda itu.
"Terima kasih sudah menjaga baik Adikku dan maaf jika sikapku selama ini sudah membuatmu sedih." Kata Theo tiba-tiba menambah keterkejutan gadis itu.
"Tidak papa aku-"
Risa yang merubah posisinya untuk menghadap ke arah Theo langsung terdiam, ketika sejak tadi pemuda itu menatap punggungnya. Mereka saling menatap secara dekat membuat Risa mengalihkan pandangannya.
"Maaf," ucap Risa dengan cepat mundur sedikit menjauh, agar tidak posisinya tidak terlalu dekat dengan Theo.
"Tidak masalah jika kamu tidak memaafkanku, aku memang sudah keterlaluan selama ini." Mendengar itu membuat Risa terdiam.
"Sudah aku bilang 'kan alasanku bertahan selama itu, karena cinta yang ku miliki padamu terlalu besar sampai aku tidak bisa meninggalkanmu."
"Selain itu, aku menyayangi Adikmu. Aku tidak bisa meninggalkannya juga." Ungkap Risa perlahan mencoba memberanikan diri menatap pemuda itu di sampingnya.
"Aku tidak pantas mendapatkan cinta sebesar itu. Melihat apa yang ku lakukan seharusnya kamu meninggalkanku sejak dulu." Kata Theo bertahun-tahun lamanya, dia tidak bicara sepanjang ini dan hati ke hati dengan Risa seperti ini.
"Aku akan setia dengan cintaku sampai mati, meski hanya cinta sendirian." Ungkap Risa dengan tak menatap Theo.
"Apa kamu akan memberiku kesempatan untuk bisa membalas cintamu?" tanya Theo membuat gadis itu menatapnya tak percaya.
"Jika belum siap mencintai seseorang lagi, aku minta jangan lakukan itu akan menyakitimu. Cintai aku ketika kamu sudah siap menerima cinta baru," jawab Risa menundukkan pandangannya.
"Beri aku waktu untuk menyiapkan ruang di hatiku untuk cintamu." Pinta Theo yang masih trauma untuk memulai hubungan dengan seseorang.
Risa perlahan menatap kembali Theo sambil tersenyum dan mengangguk kepalanya pelan. Dia tak terlalu memaksa perasaan pemuda itu untuk membalas perasaannya.
Menganggap keberadaannya sudah cukup baginya, Risa tidak menginginkan hal yang lebih dari Theo yang cintanya sudah habis di masa lalu.
Tidak akan mudah bagi Theo untuk keluar dari bayangan masa lalunya, meskipun cinta itu sudah tidak ada. Tapi, tetap tidak ada yang bisa menggantikan Salsa di hatinya.
Gadis itu akan mencoba ikhlas menerima jika memang pada akhirnya pemenangnya tetap masa lalunya, dia hanya cukup mencintai Theo dengan versinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck In The Past
Teen FictionAku hanya punya cinta untuk mempertahankan rumah tangga kita. Mungkinkah, cinta yang ku miliki dapat mengubahmu untuk mencintaiku balik. ~Risa Adrianii