Prolog

9.2K 585 14
                                    

Hujan turun dengan derasnya di malam hari, ditambah lagi suara petir yang menggelegar, membuat anak kecil yang berada di balik selimut bercorak bintang meringkuk ketakutan. Tubuhnya bergetar acap kali petir mengeluarkan suaranya. Dirinya menangis, bergumam lirih memanggil sang ayah yang tidak berada di sisinya. Ia membutuhkan sebuah pelukan dari ayahnya. Dirinya ingin ditenangkan dari tremor yang ia rasakan saat ini.

Saat dirasa petirnya mereda, bocah berusia enam tahun itu pun bergegas turun dari kasur dan segera berlari ke arah kamar ayahnya yang berada di samping biliknya.

Tangannya memukul-mukul keras pintu yang terbuat dari kayu jati tersebut, ditemani isakannya yang tak kunjung berhenti.

Tidak lama setelah itu, pintu kamar terbuka, menampilkan pria jangkung bersurai jelaga. Pun pria tersebut segera menggendong tubuh mungil bocah enam tahun itu.

"Daddy... Hoonie takut. Takut sekali dengan suara itu." Bocah manis itu memeluk erat leher ayahnya sembari menenggelamkan wajahnya di bahu sang ayah.

"Ssstt! Tenanglah, Hoonie. Suaranya sudah berhenti. Dan ada Daddy di sini. Hoonie tidak perlu takut lagi."

Bocah yang bernama Jeon Jihoon itu masih terisak, namun tidak separah sebelumnya. "Hoonie ingin tidur dengan Daddy saja."

"Baiklah, baiklah. Malam ini Jihoon tidur dengan Daddy, ya."

Pria Jeon itu berjalan ke arah kasur dan segera merebahkan tubuh mungil anaknya. Lalu menarik selimut hingga seleher anak itu. Kemudian ia turut berbaring di samping sang buah hati dan mengecup lamat kening anaknya.

"Daddy?" panggilnya lembut. Pria itu pun berdeham menanggapinya.

"Kalau saja ada Mommy di sini. Pasti akan lebih menyenangkan. Kita bisa tidur bertiga dan Hoonie yang di tengah."

Ia tersenyum miris mendengar penuturan anaknya itu yang kelewat menyakitkan. Sakit sekali setiap mengingat bagaimana perlakuan istrinya dulu padanya hingga meninggalkan buah hati bersama dirinya.

"Hoonie pasti banyak sekali, ya, merepotkan, Daddy? Daddy bekerja, memasak, dan mengantarkan Hoonie sekolah setiap hari. Daddy pasti sangat lelah, 'kan? Seandainya saja ada Mommy, pasti Daddy tidak akan kerepotan mengurus Hoonie sendirian," tutur Jihoon sembari memainkan jemari panjang milik ayahnya.

"Hoonie, tidurlah. Besok harus bangun pagi-pagi sekali, 'kan?"

Jihoon tersenyum dan mengangguk. "Siap, Captain!"

"Selamat malam, Daddy. Hoonie cinta sekali." Dikecupnya sekilas pipi kiri ayahnya, lalu segera memejamkan sepasang netra hazelnya.

"Goodnight, dear. Daddy harap, kau tidak lagi membahas perihal Mommy-mu yang tidak tahu diri itu," gumamya kelewat pelan.

Lalu mereka berdua terlelap ditemani suara hujan yang sangat menenangkan, juga menakutkan secara bersamaan karena diiringi suara gemuruh dari langit.

[]

JEON DADDY [ON HOLD] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang