Chapter 1

84 14 3
                                    

Semenjak pagi tadi, Jimin nampaknya tak lelah menatap layar komputer yang membuat matanya pedas bukan main.

Sebenarnya ini bukan kali pertamanya, melainkan sudah berkali-kali ia seperti ini. Tugas kuliah memang sangat memberatkan. Namun yang membuatnya lebih jengkel lagi melihat manusia kasur yang terlelap tidur. Orang satu ini jika sudah dihadapkan dengan bantal, guling, kasur dan selimut tak akan bisa dipisahkan, layaknya jodoh dari surga yang tak bisa diubah takdirnya.

Jimin menggeleng tak percaya, apa ada manusia yang sanggup tidur seharian penuh? Setidaknya bangun untuk makan lalu tidur lagi, tapi Yoongi memang beda. Ia sanggup tidak makan seharian dan tidur seharian. Kukang. Itu julukan yang pas untuknya.

"Mau sampai kapan kau akan melihatku, huh?" Jimin menaikkan alisnya tak percaya. Tunggu, mungkin saja Yoongi tengah mengigau, kan? Tentu saja, Yoongi mengigau, buktinya sekarang ia sudah kembali mendengkur. Dasar kukang. Jimin memasangkan earphone ke kedua telinganya, menatap sejenak sebuah figura dengan foto anak laki-laki dan seorang anak perempuan yang membawa contong es krim vanilla ditangan kirinya.

Foto Yoongi bersama Soo Ra.

Jimin tersenyum tipis, mengingat masa lalu kala ia masih bermain kejar-kejaran bersama Soo Ra dan membuatnya menangis karena mengambil cacing dan menakutinya bahwa cacing itu akan bersarang ditubuh Soo Ra bila ia tak mencuci tangannya saat akan makan dan akan membuatnya terkena omelan dari Yoongi.

Yoongi sangat menyayangi Soo Ra, melihat Soo Ra menangis saja mampu membuatnya ikutan menangis. Pernah sewaktu ibu Jimin memarahi Soo Ra karena memakan gulali padahal ia sedang sakit gigi dan membuatnya menangis.

"Tolong bibi Park, aku saja yang dimarahi, jangan Soo Ra." Yoongi bahkan berlutut dihadapan ibu Jimin sambil menangis dan membuat ibu Jimin tak tega memberikan hukuman. "Iya, bibi tak memberi Soo Ra hukuman, Soo Ra harus sering-sering menggosok gigi, pagi, sore, dan malam. Dan kau, Yoongi, bertugas untuk mengawasi Soo Ra. Kalau-kalau Soo Ra tak menggosok giginya, akan bibi berikan hukuman." Yoongi mengangguk mengerti.

Mengingat masa itu benar-benar membuat Jimin tak habis pikir, Yoongi terlalu kuat untuk seumuran bocah berusia 10 tahun yang harus ditinggal ibu, mendapat kekerasan fisik dari ayahnya dan ditinggal Soo Ra untuk selamanya. Itu terlalu menyakitkan. "Aku harus kuat, Jim. Agar ibu dan Soo Ra tak mengkhawatirkanku disana." cukup kalimat sederhana yang terlontar dari mulut kecilnya menandakan ia akan terus berjuang. Tapi mengingat saat Yoongi menangis disudut kamar benar-benar membuktikan bahwa ada kalanya yang kuat akan lemah juga.

Ayah Yoongi tak pulang kala itu hingga akhirnya memutuskan Yoongi untuk menginap di apartemen keluarga Park. Hujan mengguyur kota ditemani suara petir dan rintik hujan yang bersaut-sautan. Malam makin larut, namun Yoongi masih terjaga. Tak bisa tidur. Hanya terfokus pada satu nama, Soo Ra. Perlahan ia bangkit dari kasur, munuju sudut kamar Jimin, kemudian duduk disana. Menghadap ke tembok.

Jimin agaknya terganggu karena indera pendengarannya diisi oleh tangis seorang bocah laki-laki. Meskipun suara rintik hujan dan petir juga mengganggunya, namun suara ini terdengar asing. Ia bangun, namun tak segera bangkit, ia lebih memilih duduk diatas ranjang. "Ada apa, Yoon?," Tanyanya setelah menemukan atensi Yoongi disudut kamar. Sedang menangis, Yoongi kecil menangis bersamaan dengan langit.

"Soo Ra akan takut bila hujan seperti ini, Jim. Dia akan menangis, aku takut ia akan menangis disana bila tak ada yang menenangkannya." ujarnya setengah terisak. Suara jelas serak.

"Soo Ra tak akan takut lagi, Yoon. Soo Ra sudah berada dipelukan bibi Min. Kau tahu itu, kan?,"

Yoongi menatap Jimin seolah tengah mempertanyakan kepastian dari ucapan Jimin barusan. Jimjn hanya tersenyum, mengangguk pelan kemudian menepuk-nepuk kasur sebelahnya. "Sudah malam, ayo tidur." Yoongi bangkit dari tempatnya, munuju kasur untuk menjemput alam mimpi berharap agar bertemu Soo Ra dan ibunya.

Jimin jelas tak tahu persis pola pikir Yoongi, melihat dia bertahan sampai sekarang sekiranya membuatnya lega.

Pintu kamar terbuka, menampilkan sosok wanuta paru baya dengan kaos oblong dan celana training dan gurat kesal bukan main, "Astaga anak ini," ia bergegas menuju Yoongi dengan balutan selimut tebal di tubuhnya. "Bangun, Yoon. Mau sampai kapan kau tidur? Kau ini bukan putri salju yang menunggu untuk dicium pangeran agar bisa bangun, kan?." Ujar bibi Park gemas, anak ini sama sekali tak berubah.

"Sudah, bu. Biar aku saja yang membangunkannya." Jimin bangkit dari kursi, melangkah menuju Yoongi yang masih tak mau membuka matanya. Bibi Park manaikkan satu alisnya tak mengerti, sekilas Jimin menatap ibunya,

'santai saja, bu. Ini akan manjur'

Jimin kemudian perlahan menaiki kasur yang menciptakan guncangan pelan, namun sayangnya masih tak bisa membangunkan Yoongi. Ia tak langsung membangunkan Yoongi dengan menggucangkan tubuhnya ataupun berteriak tepat ditelinganya, bukan. Ia hanya menatap Yoongi, kemudian secuil senyum terpampang jelas di wajahnya. Ini akan gila, tapi ia akan lakukan. Setidaknya untuk kali ini saja.

"Pangeran sudah datang," ujuar Jimin pelan dan langsung mencium kening Yoongi. Bibi Park terkejut bukan main, buktinya ia membuat huruf O dimulutnya dengan iris mata yang melebar. Anaknya pasti sudah gila. Yoongi merasakan ada sesuatu yang aneh dikening, kemudian perlahan membuka matanya. Hal yang pertama kali ia tangkap dengan netra kelamnya adalah Jimin yang tengah tersenyum kearahnya. Ini menjijikan.

"Putri salju akan bangun bila dicium pangeran, kan?," Jimin mengangkat satu alisnya, "Pangeran sudah tiba." Jimin akan kembali mencium kening Yoongi jika saja Yoongi bangkit dari kasur dan merasakan pening luar biasa akibat gerakan tiba-tiba setelah bangun tidur.

Jimin hanya tertawa melihat Yoongi kesal bukan main. "Sialan kau." Jimin gila. Yoongi mengusap keningnya kasar, berharap tak terinfeksi virus gila dari Jimin. Jimin sama sekali tak menampilkan wajah bersalah, malahan ia merasa bangga karena telah bisa mencium kening Yoongi. Asal kalian tahu saja, Yoongi ini paling alergi dengan perempuan sejak kematian Soo Ra.

Bibi Park memijat pelipisnya pelan, tak habis pikir dengan kedua bocah yang tengah beradu mata ini, sekalinya bocah akan terus menjadi bocah. Hanya butuh waktu yang lama untuk membuatnya dewasa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

the TW : OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang