Reminder:🔔Typo akan sering terlihat
🚨Kesamaan plot ataupun tokoh adalah ketidaksengajaan
🚫No plagiarism
Setelah berfikir cukup lama dan bungkam Erina pun berbicara. Ia tak habis fikir dengan situasi yang dihadapinya saat ini "K-kau bercanda? Mengajakku menikah? Yang benar saja. Kau benar-benar tahu penyakitku? Kau tahu resiko menikahi ku?" Tanyanya meyakinkan sekali lagi.
"Aku sangat paham. Untuk itulah aku mengambil fakultas kedokteran, Rina. Aku juga berencana akan mengambil spesialis setelah lulus nanti."Mendengar semua itu Erina tertegun, tak tahu apa yang harus dikatakannya. "Apa? Hmm.. Baiklah.. tapi tolong beri aku waktu. Ini benar-benar mendadak untukku."
Suasanya semakin canggung. Jay akhirnya mencoba mencairkan suasana. "Mari buat penawaran. Aku tahu kau belum terlalu tahu tentang ku. Bagaimana kalau kita saling mengenali lagi ? Lalu jawaban mu akan ku tagih satu bulan setelah ini, setidaknya beri aku kesempatan Rina".
Erina pun kaget "Kenapa dia yang menentukan semuanya? Tapi tak apalah, toh aku tak harus jawab sekarang"."Keure, joha! Apa kita bisa pulang sekarang? Cuacanya benar-benar menjadi dingin."
"Arasseo. Mari ku antar. Besok kau ke perpustakaan kan? Akan ku jemput besok pukul 10:00AM"
"lagi-lagi memutuskan sendiri" "Emm" jawab Erina sambil mengangguk.Merekapun beranjak dari toserba menuju mobil sedan bewarna merah milik Jay. Didalam mobil pun suasana masih canggung. Tak ada suara dari mulut mereka. Hanya ada suara dari musik player yang dapat mengurangi suasana yang tak mengenakkan itu. Mobil itu terus berjalan. Sesampainya di depan apartmen Erina, Jay pun turun dan membukakan pintu mobil untuk Erina.
Jay "Masuklah. Kau tak kuat cuaca dingin kan? See you tomorrow!"
Erina "Hmm.. tapi apa kau benar-benar harus menjemput ku besok?"
"HARUS. Kenapa? Kau tak suka?"
"Bukan begitu. Ya sudah, aku masuk dulu. Makasih tumpangannya, ya!"Erina beranjak masuk ke apartmennya. Erina tinggal di apartmen bersama Genki, adik laki-lakinya dan seorang pelayan. Ayah dan ibunya tinggal di rumah dinas kementrian berhubung ayahnya yang menjabat sebagai wakil mentri saat ini. Awalnya Erina dan Genki tinggal di rumah dinas, namun semenjak mereka kuliah Erina dan Genki tinggal disebuah apartmen yang sudah disiapkan oleh ayah mereka. Mereka tak bersama orang tuanya di rumah dinas dengan alasan ingin mandiri. Yah walaupun sebenarnya itu hanya alasan agar ia bisa tenang dari hiruk-pikuk kesibukkan ayahnya yang seorang wakil mentri. Suasana rumah dinas ayahnya sangat ramai, dan hampir 24 jam aktivitas. Ibu Erina pun sebenarnya tak kalah sibuknya, karena harus mengurus perusahaan yang sebenarnya merupakan bagian dari warisan ayah Erina. Saat masih di Tokyo ayah Erina menolak untuk mengurus usaha keluarga, namun ketika saat kembali ke Korea kakek Erina kembali memaksa, jadilah ibu nya yang mengurus perusahaan keluarga. Didalam apartmen, Genki baru selesai bersih-bersih dan akan bersiap tidur. Ia belum lama ini kembali ke apartemen. Sebelumnya ia harus dinas jaga di Kwang Hee Univ. Hospital. Mulai semester ini Genki sudah harus kuliah praktek.
Genki "Noona sudah pulang?" Tanya Genki sambil mengelap wajahnya.
Erina "Iya. Kau tak bertugas di rumah sakit hari ini?" Sambil meminum air putih yang terletak di meja.
"Libur. Sudah ya aku mau istirahat dulu. Waktu istirahat adalah masa yang langka bagiku.O iya makasih makanannya noona, kau seperti tahu saja aku akan pulang sampai mengirimkan aku jajjang segala". Erina pun heran ia meletakkan botol minumnya ke atas meja "Ha? Kapan aku mengirimi mu makanan? Boro-boro mau memesankan mu makanan, kau akan pulang saja aku tak tahu."
"Ya sudah. Mungkin Pelayan Seo yang menyiapkannya"
"Tapi Pelayan Seo bilang dia memesan apa – apa."
"Ahh sudahlaah. Malah baguskan kalau ada makanan."Erinapun berjalan menuju kamar untuk menggantipakaiannya. Tiba-tiba ponsel Erina pun bergetar. Ada pesan masuk
Selamat menikmati makan malam mu Erina. Aku sengaja pesan 2. Adik mu libur hari ini kan?
- Jay
KAMU SEDANG MEMBACA
Untouchable
Romance*** Nama pria itu adalah Jay. Iya, Jay yang ternyata dulu satu SMA dengan ku. Semuanya terasa berbeda sejak saat itu, dan kau lah yang merubahnya. Kau lah yang mengubah pandanganku seutuhnya. Kau yang membukakan pintu itu untukku. Aku benar-benar b...