Bragy melihat langsung Matt terjatuh dari lantai dua dengan mata kepalanya sendiri. Tampaknya tadi Delia menarik putranya dan tidak ingin menahan putranya. Namun terlalu keras sehingga Matt kehilangan keseimbangan. Bragy berlari mengejar putranya yang akhirnya terguling ditangga dan membentur lantai. Semua orang diruangan itu hanya terpaku karena kaget.
***
Hari ketiga Matt belum juga tersadar. Bragy menemaninya disela sela jam kantor. Ia tidak pernah kemari disaat harus pulang ke rumah. Tidak ingin membuat keributan baru dengan Sidney. Sampai sekarang istrinya itu tidak tahu kejadian yang menimpa Matt. Hanya Bragy dan mbaknya Chacha. Bahkan orang tuanya pun tidak diberitahu. Bragy sudah lelah, ketika semua orang menimpakan kesalahan padanya dan putranya. Apalagi jika menyangkutkan semua dengan dosa masa lalu.
Ia lebih memilih menjalani semua sendiri. Dia memberitahukan Charlotte karena tahu kalau mbaknya itu adalah orang yang mampu bersikap netral. Siang itu disela kesibukannya rapat dengan seorang rekan bisnis disebuah restoran. Bragy kembali mampir ke rumah sakit.
Memasuki ruangan Matt, ia hanya bisa tertunduk lesu. Menggenggam tangan mungil itu dengan erat seolah ingin berbagi kekuatan. Rasa bersalah menyesakkan rongga dadanya. Putra sulung itu terjatuh dihadapannya. Delia ingin menarik Matt dan memelukny. Delia tidak ingin anaknya pergi. Tapi kecelakaan itu terjadi begitu saja. Matt ketakutan, berusaha menghindar dan akhirnya terpeleset.
Saat ini Delia tidak tahu apa yang ia inginkan. Saat melihat Matt terjatuh ia histerus, dan akhirny harus dirawat di sebuah klinik sekarang. Perempuan itu semakin tidak terkendali. Kehilangan maminya menambah luka yang selama ini ada. Delia tidak mampu lagi menanggung semuanya.
Apa yang akan dipikirkan Matt kalau tahu bundanya seperti mayat hidup? Apa Matt juga tidak tambah terluka kalau tahu Bragy juga tidak bisa menolongnya? Kemarin ia sudah senang ketika mbaknya Chacha bersedia menampung Matt. Tapi sekarang mbaknya harus mengikuti sang kakak ipar yang bekerja di Thailand. Dan tidak mungkin Matt dibawa.
Bragy kembali menatap wajah pucat itu. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Atau dia akan membawa putranya ke apartemennya saja. Menyewa seorang pengasuh untuk menemani Matt? Tapi putranya sedang masa pertumbuhan. Tidak mungkin tumbuh tanpa didikan.
Bragy sudah sangat lelah. Saat ini hubungannya dengan Sidney sudah pulih. Buah dari kesabaran dan kekerasan hatinya untuk meraih istri dan putrinya. Tapi Matt lah yang harus menjadi korban. Tidak mungkin Bragy bisa mengejar keduanya.
Syarat dari Sidney kemarin sudah sangat jelas. Ia tidak mau ada bayang bayang dari masa lalu Bragy mengganggu. Tapi saat itu, Matt masih berada dalam pengasuhan eyangnya. Sehingga Bragy bisa sedikit lebih tenang. Ia tahu mami Delia sangat menyayangi cucu tunggalnya. Sementara untuk mamanya Bragy memang tidak mengijinkan Matt dekat dengan mereka karena harus menjaga perasaan Sidney.
Tapi saat ini Bragy merasa sesak. Ia seperti makan buah simalakama. Salah satu harus menjadi korban. Dan kali inipun korbannya tetaplah Matt. Anak yang tidak bersalah namun selalu disalahkan. Semua orang menganggap kehadirannya sebagai pembawa sial. Tapi tidak untuk Bragy.
Ia menyayangi putranya, tidak ada alasan membenci Matt. Ia anak yang manis, penurut dan selalu mampu membuat seorang Bragy bangga karena prestasinya.
Maafkan papa, maafkan papa. Bisiknya berulang ulang.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
KU KEJAR KAU CINTA ( CERITA LENGKAP DI DREAME )
General FictionBragy adalah pemilik Sidney. Semua orang tahu itu. Hanya saja sejak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Hubungan keduanya menjadi renggang.