BAB 4-Di Balik Gips dan Senyuman

41 7 0
                                    

BAB 4—Di Balik Gips dan Senyuman

Marisela

Aku memandangi tulisan yang terukir di atas gips dengan senyuman merekah. Bibirku melengkung dan cepat-cepat kulipat karena nyaris saja berteriak saking senangnya. Kenapa tidak dari dulu saja aku patah tulang? Ya, sedikitnya Gara-lah yang mengantarkannya untuk bertemu denganku, karena kalau bukan topik pertama yang ditanyakan olehnya adalah Gara, mungkin aku tidak akan bisa berbincang dengannya.

Astaga, pikiran gila macam apa ini! Kenapa aku malah jadi senang karena patah tulang? Anggap saja aku sudah menerima semuanya dengan lapang dada dan bersyukur karena aku tidak meninggal dalam kecelakaan itu. Ya, begitu sudah cukup bukan?

Tidak, rasa senang ini adalah hal yang lain. Aku tidak bisa menjelaskannya karena yang kulakukan sedari tadi hanya tersenyum memandangi gips yang bertuliskan "hope you're back on your feet soon😊" dengan emoticon senyum. Permintaannya ternyata sederhana, dia hanya ingin menuliskan sesuatu di gips-ku. Itu manis bukan?

"Lo dikasih jackpot apa sama Pak Benny?" aku lupa sedang bersama Gara di dalam kelas, suara berisik mulai masuk ke dalam telingaku setelah fokusku kembali pulih. Aku melihat sekeliling dan beberapa teman sekelasku menghilang dari mejanya, aku tebak mereka pasti ke kantin atau pergi ke lab untuk memburu wifi di sana. Pagi ini guru-guru sedang rapat, hanya diberikan tugas mencatat yang sepertinya sudah dibereskan oleh Gara sejak tadi, untuk beberapa jam kedepan sepertinya tidak akan ada guru yang masuk.

"Seneng banget gue liat-liat, jarang banget gue liat lo senyum." Ucapan Gara membuat aku mendengus.

"Lagian ngapain gue harus senyum sama lo?" tanya gue kesal.

"Emangnya lo gak pernah happy kalo sama gue—"

"GAK! Yang ada gue eneg banget liat muka lo." Serobotku. Enak saja, setelah membuatku begini dia berharap aku senang? Ya, meskipun memang ada senangnya sedikit karena aku bisa berbincang sebentar dengan Geo.

"Buset, ngegas mulu lo." Aku melirik Gara yang kini sedang melihat tulisan di gipsku, dengan cepat aku menyembunyikannya sebelum dia meledekku.

"Dih, begitu doang gue juga bisa." Katanya, dia ini memang hobby banget bikin emosi orang ya! aku mendelik ke arahnya, "ini bukan tentang lo bisa atau gak bisa ya," kataku, "tapi ini tentang—"

"Geo?" potongnya membuat jantungku berhenti selama beberapa saat, bagaimana dia bisa tahu? Aku kesulitan menahan ekspresi, aku takut kalau Gara akan membicarakannya kepada Geo nanti.

Gara kini mendekatkan wajahnya ke arahku dengan mata yang menyipit, dia seperti sedang mencari sesuatu di dalam mataku hingga membuat aku gugup. Di dalam jarak yang sedekat ini, aku bisa melihat mata cokelat teduhnya, alisnya yang tebal memayungi keduanya, beberapa tahi lalat yang berada di wajahnya yang putih. Dia terlihat tampan kalau dilihat dalam jarak sedekat ini.

"Lo suka kan sama dia?"

Sadar Marisela! Apa yang sudah ku pikirkan? Tampan? Haha, rasanya aku ingin tertawa sejadi-jadinya. Aku sepertinya memang sudah tidak waras, bisa-bisanya aku malah memperhatikan wajahnya. Aku dengan cepat menggelengkan kepalaku untuk menjernihkan pikiranku yang mulai kusut ini.

"Bagus deh kalo lo gak suka." Ucapan dari Gara membuatku sedikit melupakan pertanyaannya tadi.

Kenapa dia terdengar lega begitu?

"Maksud lo apa?" tanyaku, "kenapa topiknya jadi belok ke situ?"

Aku melihat Gara memainkan pulpen di tangannya, memutar-mutarnya di antara jemarinya yang panjang dengan mahir.

Beneath My WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang