1 : Abangnya Aramel

171 16 23
                                    

Happy Reading

.
..
...
..
.

Ini liburan.

Harusnya, hari ini diisi dengan kegiatan yang menyenangkan. Begitu juga dengan Aramel, dia sudah menyusun rencana untuk kegiatan hari ini sejak semalam. Tapi pagi ini, wajah imut itu cemberut di depan pintu kamar sang kakak. Padahalkan semalam kakaknya sudah janji akan menemaninya hari ini.

Nyatanya, jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi dan pemilik kamar bahkan belum menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Padahal Aramel sudah berdiri di sana dan mengetuk—sampai menggedor dan menendang—pintu selama kurang lebih setengah jam. Sampai sekarang sang kakak bahkan belum membuka pintu kamarnya dan ini membuat Aramel dongkol setengah mati.

"Mamaaaa! Abang nih!"

Gadis itu mulai mengadu. Sang ibu yang melihat wajah cemberut sang putri merasa gemas sekaligus kasihan, akhirnya dia berjalan menghampiri sang putri.

"Ada apa, hm?" tanya mama sambil mengusap surai hitam milik Aramel.

"Abang dari tadi belum bangun, ma!" rengek Aramel.

Mama menggelengkan kepalanya dan bertanya, "Bukannya abang kalau bangun lebih dari jam 9 ya?"

Aramel mengangguk, "Tapi abang udah janji sama adek!"

Mama menghela napas, dia harus melakukan sesuatu sebelum Aramel benar-benar merajuk. Tangannya masih mengusap lembut surai Aramel, "Abang! Ayo bangun, udah siang lho!"

Tidak mendapatkan reaksi apapun, mama dan Aramel saling pandang. Pada akhirnya mama mengangkat bahu dan berkata, "Tunggu bentar lagi deh dek, pasti abang bangun."

Meskipun cemberut, Aramel tetap mengangguk. Sementara mama akhirnya beranjak menuju dapur, menggelengkan kepala melihat tingkah kedua anaknya itu. Aramel menghela napas dan mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu kamar sang kakak. Mundur beberapa langkah dan menghitung dalam hati.

1 ...

2 ...

3 ...

Tepat pada hitungan ketiga, Aramel melayangkan dorongan untuk mendobrak pintu. Sayangnya pada hitungan ketiga itu juga pintu kamar terbuka. Aramel yang kehilangan keseimbangan berakhir membentur lantai dan menimbulkan suara dentuman yang lumayan.

"Dek, kamu ngapain tiduran di lantai gitu?"

Aramel meringis menahan sakit, masih dengan posisi yang sama dan tidak melihat pada sang kakak. Tadinya Aramel berniat untuk tidak menangis, tapi karena kalimat yang diucapkan kakaknya membuat tangisannya tidak bisa ditahan.



"HUWEEE ABANG JAHAT!"

"Dek, kok nangis?!"

Suara teriakan Aramel yang disusul tangisan itu membuat mama tergopoh-gopoh dari arah dapur. Sampai di sana justru disuguhi pemandangan di mana anak sulungnya sedang membantu adiknya berdiri dengan wajah panik, sementara sang adik justru menangis semakin kencang dengan wajah yang sudah merah padam.

"Abang, itu adeknya kenapa?!"

.

.

.

.

.

"Dek, udah dong ngambeknya."

Iya, sehabis insiden di kamar tadi, Daniel dibuat kelimpungan sama sang adik yang tiba-tiba menangis. Habis tangisnya berhenti, adik kesayangannya malah ngambek. Dengan wajah yang masih merah setelah menangis, dia cuma duduk di sofa dan mengabaikan sang kakak yang dari tadi mencoba minta maaf.

Oh My Brother! [COMING SOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang