02. Pengunduran Diri

15.9K 1.3K 6
                                    

Seperti pagi-pagi biasanya saat ini aku sedang menyiapkan teh hijau dan beberapa biskuit, hanya saja kali ini manusia yang aku layani berbeda.

Entah apa motif hidupnya menyuruh ku berangkat lebih pagi mulai hari ini. Jam kerja dimulai pada pukul 07.30 pagi dan aku selalu berangkat satu jam sebelumnya, dan sekarang dia menyuruhku berangkat jam 06.00 tepat tidak boleh terlambat barang semenitpun.

"ini, Pak tehnya" ucapku begitu menaruh teh hijau dan beberapa camilan tersebut dimeja kerjanya.

"siapa yang nyuruh kamu taruh sini? Taruh dimeja sana!" sarkasnya menyuruhku menaruhnya dimeja yang biasa digunakan menjamu tamu.

"maaf, Pak" ucapku

Aku keluar dengan asap mengepul dikepala ku, kini bukan rasa takut yang aku rasakan tapi rasa kesal.

Dengan perasaan dongkol aku mendudukkan diri dikursi yang sudah 6 tahun aku duduki, aku kembali mengoreksi berkas-berkas yang digarap oleh Tuan Oh sebelum beliau memutuskan untuk pensiun, mengingat tentang Tuan Oh aku malah jadi merindukannya, sosok atasan yang juga sekaligus merangkap menjadi sosok Ayah yang baik dan pengertian. Aku rindu Ayahku tapi Ayahku bukanlah sosok yang baik dan pengertian.

"EKHEM!!" suara deheman yang mengintimidasi membuyarkan lamunan singkatku tentang Tuan Oh.

"ada perlu apa, Pak?" tanyaku gelagapan begitu mengetahui bahwa Pak Sehun yang terhormat yang sedang berdehem.

"kalo kerja itu harus fokus" sindirnya dengan picingan mata sinis

"maaf Pak" hanya itu yang bisa kulakukan

"ini peraturan-peraturan yang akan saya terapkan, selama kamu menjadi sekretaris saya kamu harus menaatinya" ucapnya penuh dengan penekanan.

"baik, Pak" patuhku

"oh ya, tolong bawakan laporan hasil penjualan bulan ini" pintanya sebelum menghilang dari balik pintu kebesarannya.

"cih, tumben minta tolong dulu aja semena-mena" gumamku

Tililit~tililit~

Telpon kantor yang terhubung langsung dengan ruangan CEO berbunyi membuatku dengan sigap mengangkatnya.

"CEPAT!" bentaknya dari balik telepon bahkan suara nyaringnya sampai terdengar keluar dari dalam ruangannya

"i-iya Pak" kagetku dan segera pergi menuju pihak keuangan untuk meminta laporan hasil penjualan bulan ini. Kalau dia bisa teriak sekencang itu ngapain pake telpon kantor segala ngabis-ngabisin biaya listrik aja.

"ini Pak laporannya" aku meletakkan tumpukan berkas tersebut dihadapannya.

"jadwal saya apa nanti?" tanyanya

"tidak ada Pak" jawabku singkat

"baiklah kamu boleh keluar" usirnya dengan pandangan yang masih fokus dengan lembaran-lembaran kertas dihadapannya.

"nanti siang Bapak mau makan apa? Biar saya atur" tawarku

"nggak usah saya bisa atur makan siang saya sendiri" cueknya

"bapak ada janji temu pribadi?" tanyaku basa-basi

Kali ini dia menatapku dengan tajam.

"bukan urusan anda!" sarkasnya

Berbicara bertele-tele bukanlah tipe diriku tapi kali ini aku sedang bingung bagaimana cara menyampaikan surat pengunduran diriku.

Aku masih berdiri diam mematung memandang ragu kearah manusia kejam dihadapanku. Haruskah aku memberikannya sekarang?

My (bad) Boss [EBOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang