Jika aku tidak bisa memilikimu, setidaknya biarkan aku mengungkapkan segala perasaanku padamu.
Jaemin POV
Aku masih menatapnya yang kini masih berurusan dengan tumpukan berkas untuk kelulusan. Dia, senior yang berbeda setahun denganku, akan lulus setelah musim dingin ini berakhir - dan aku sedikit tidak rela berpisah karenanya.
Pria dihadapanku saat ini bernama Lee Minhyung, biasa dipanggil Mark karena dia lahir dan lama tinggal di Vancouver, Kanada. Kami cukup dekat satu sama lain karena dia menjadi salah satu rekan kerjaku dalam penelitian antar budaya tiga negara saat aku baru masuk di semester ketiga. Dari jurusan kami, hanya aku dan Mark hyung yang ditunjuk untuk melakukannya bersama dua orang murid pertukaran pelajar asal Shanghai. Dan, ya, penilitian selama 6 bulan itu membuat aku dan Mark dekat - atau mungkin hanya diriku yang merasakannya.
Hari ini, Mark hyung meminta bantuanku untuk memberikan berkas yang sudah dia tanda tangani kepada ketua jurusan kami. Pria yang sebentar lagi akan wisuda ini sungguh sibuk karena tepat seminggu setelah kelulusan dia akan kembali ke negara kelahirannya. Jadi dia harus mengurus visa pelajarnya yang akan habis tahun depan.
"Jaemin-ah, maaf ya ngerepotin. Aku janji traktir kamu deh," ujar Mark hyung dengan wajah bersalahnya. Padahal aku tidak merasa terbebani dimintai bantuan olehnya.
Aku memasukan amplop berkasnya kedalam tasku. "Ga apa-apa, hyung. Kayak kesiapa aja. Lagian, bukannya bentar lagi hyung harus ke kantor imigrasi ya? Sekarang udah 12:30."
Mark hyung membolakan matanya saat kembali menengok ke arah jam tangannya. Dia langsung pamit padaku dan keluar perpustakaan.
Kantor imigrasi cukup jauh dari kampus kami sehingga butuh waktu 45 menit dengan naik taksi untuk bisa sampai kesana. Itupun jika tidak terjebak kemacetan. Jadi, wajar saja jika dia terburu-buru karena itu.
***
Aku berjalan menuju ruang kantor bagian Administrasi yang letaknya di sebelah timur gedung belajarku dan aku harus melewati lapangan basket yang menjadi tempat pertama aku bertemu dengannya.
Sesekali aku tersenyum ketika mengenang bagaimana pertemuan kami. Aku yang baru memasuki tahun keduaku saat itu masih terlalu gugup untuk melakukan sebuah penelitian dan berusaha untuk menghindari tawaran itu. Namun, ketua jurusanku bersikukuh mengutusku bersama dengan satu mahasiswa lainnya karena beliau sangat yakin kami berdua dapat melakukannya. Mau tidak mau, akhirnya pun aku menerimanya tanpa mengetahui wajah rekan timku nanti. Hanya nama yang aku terus mengingatnya -Lee Minhyung.
Jungwoo hyung, yang baru lulus tahun lalu, saat itu mengetahui siapa rekanku. Dia mengatakan nama panggilannya Mark, setahun di atasku, warga negara Kanada tapi orang Korea asli. Aku yang dijelaskan seperti itu hanya menganggukan kepala karena pikiranku masih terbebani dengan bayangan kehancuran penelitianku nanti, padahal penelitian itu belum dimulai.
Sehari setelah aku diberitahu oleh Jungwoo hyung, aku mendapat pesan di aplikasi chatting dari nomor yang tak dikenal. Namun, dari isi pesan itu aku tahu siapa pengirimnya - Mark Lee. Dia mengatakan dia mendapat nomorku dari Jungwoo hyung dan dia mengajakku bertemu di lapangan ini. Dan singkat cerita, kami berduapun bertemu.
Tidak terlalu spesial memang. Tapi, pertemuan itu membuatku dapat mengenalnya hingga sekarang. Pertemuan itu pun membuatku merasakan pertama kalinya terpana hanya karena senyuman, dan pertama kalinya aku merasakan jantungku berdetak tak beraturan hanya karena berdekatan dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Goodbye
FanfictionKetika Jaemin harus menghadapi kenyataan jika senior kampus favoritnya akan lulus setelah musim dingin selesai. Tidak rela. Itu karena Jaemin masih belum bisa mengungkapkan perasaannya. Akankah dia berhasil melalukannya?