Namaku Ilham

3 0 0
                                    


Part 1
Namaku Ilham, seorang remaja yang sedang merajut mimpi dan mencari jati diri. Setiap hari aku bergelut dengan kepulan asap Kereta api. Apabila sedang melajukan ular besi dengan waktu tempuh yang lumayang panjang, aku biasa ditemani oleh seorang rekan kerja yang posisinya sama denganku.

Dua puluh tahun yang lalu, aku hanyalah seorang bayi mungil yang ditinggal ayah tercinta menghadap Illahi. Waktu itu aku masih  berumur 18 bulan, belum tahu bagaimana sejatinya sosok Ayah yang telah mewariskan nama padaku.

Kata Ibu lesung pipi yang melekat pada wajah ini sama persis dengan punya ayah sewaktu masih hidup. Begitu pula mata sipit, rambut hitam lebat  dan "ngejoss" menantang langit ini warisan dari ayah yang semakin membuatku mirip dengannya.

Semenjak ditinggal Ayah, Ibu lah tulang punggung keluarga. Beliau harus menghidupi kami bertiga, ya ... kedua kakakku yang masih berusia sepuluh dan lima tahun. Kami juga harus menumpang di rumah Kakek, karena rumah hasil kerja keras ayah harus dijual untuk biaya beliau berobat karena komplikasi.

Aku masih ingat dengan jelas malam itu, saat aku masih berusia lima tahun. 10 Oktober 2003, Ibu hendak berangkat ke luar negeri untuk menjadi TKW.
"Le, sudah malam. Cepat tidur, besok ikut mengantar ibu ke bandara kan?" Suara Ibu dari ruang tengah.
"Mata Ilham masih belum ngantuk, Bu." Jawabku asal, padahal aku sedang menahan tangis agar tidak didengar olehnya.
"Ya sudah, lima belas menit lagi Ilham harus tidur.  Kalau tidak, besok kesiangan." Suara Ibu masih dari tempat yang sama.
Lima belas menit kemudian, ibu menghampiriku yang tengah berbaring di atas dipan reot  beralaskan kasur kapuk yang telah tipis. Dinginnya udara malam yang menyusup lewat rongga bilik bambu tak dapat membendung tangisku.
"Ibu ...." Kupeluk tubuh ibu dengan erat.
"Ilham sayang sama Ibu," tangisku semakin  keras.
"Ibu juga sayang sama Ilham." suaranya lembut ibu terdengar di sela tangisnya.
Ibu mendekap tubuh mungilku dengan sesenggukan rupanya ia juga menangis. Lembut tangan ibu membelai rambutku, suara seraknya menyanyikan lagu Nina Bobo, entah berapa lama kemudian aku tertidur dalam pelukan ibu.

~Bersambung~

#NyerbungWI
#WrintingInspiring
#NyerbungDibalikKepulanAsapUlarBesi

Di Balik Kepulan Asap Ular BesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang