Part 2

5 0 0
                                    

Di Balik Kepulan Asap Ular Besi
~TriyaniNayla~
Part 2
Ibu mendekap tubuh mungilku dengan sesenggukan rupanya ia juga menangis. Lembut tangannya membelai rambutku, suara seraknya menyanyikan lagu Nina Bobo, entah berapa lama kemudian aku tertidur dalam pelukan ibu.

Sayup-sayup terdengar suara adzan dari surau yang jaraknya sekitar seratus meter dari rumah. Udara dingin, tak sedikitpun mampu mencegahku untuk bangun dan menyambar sarung serta peci kusam  yang tergeletak di ujung dipan. Kebiasanku sejak setahun yang lalu, diajarkan oleh ibu untuk salat berjamaan di surau.

Secepat mungkin aku berlari menuju sumber suara, meski udara semakin dingin, aku tidak mau ketinggalan dengan teman-teman yang lain. Sesampainya di surau, pujian untuk baginda Rosullullah tengah dilantunkan dengan merdunya oleh  muadzin.

Tampak Murdi dan Tono telah menungguku di teras surau sambil melipat kedua tangannya di depan dada menahan dinginnya udara pagi ini.Tanpa memedulikan mereka, aku bergegas ke tempat wudu di samping surau.

Air jernih yang mengalir langsung dari sumber mata air di ujung desa tertampung dalam tandon air buatan. Baru setelah itu dialirkan  melalui bilah bambu sebagai penganti kran, maklum tinggal di desa semua bisa dimanfaatkan, termasuk bilah bambu ini.

Sambil membaca taawuz, aku mulai mengambil air wudu. Seperti yang diajarkan oleh Ustazah Anna di tempatku mengaji, wudu dimulai dengan berkumur tiga kali, menghirup air lewat hidung lalu mengeluarkannya sebanyak tiga kali. Setelah itu membasuh muka, tangan, dahi, telinga dan kaki secara berurutan dimulai dari bagian tubuh kanan.

Tidak berapa lama terdengar suara iqomah, setengah berlari aku memasuki  surau. Memakai sarung dan membetulkan letak  peci, kemudian berbaur dengan para jamaah salat subuh lainnya, dalam satu shaf pria paling depan.

Setelah melaksanakan salat  berjamaah, aku melangitkan doa, berharap air mataku tidak jatuh saat melepas kepergian ibu pagi ini. Murdi dan Tono mendekatiku, tatapan keduanya membuatku risih. "Ilham, kenapa kau menangis?" Murdi memandangi wajahku.
"Apa benar ibumu akan keluar negeri?" Lanjut Tono
"Iya," aku menjawab pelan.
Tanpa memedulikan mereka berdua, aku segera bangkit dan berlari ke teras surau. Setelah mengenakan sandal jepit, secepat kilat aku menghilang dari pandangan mereka berdua.

Di depan rumah telah berjejer dua buah metromini, entah siapa yang menyewanya untuk mengantar kepergian Ibu. Kakek dan kedua kakakku tengah menungguku di ruang tamu. Sebuah koper besar dan tas ransel telah ibu persiapkan sebagai barang bawaannya merantau. Beberapa tetangga juga ikut duduk di dalam ruangan. Rupanya mereka turut mengantar kepergian ibu ke kantor PJTKI dengan menyewa metromini.

Aku segera masuk ke dalam rumah, kudapati ibu di dapur sedang menyeduh teh untuk para tamu.
"Le, cepat ganti baju. Sudah ibu siapkan di atas meja belajarmu," kata ibu saat melihatku berdiri di sebelah pintu memandanginya.

"Iya, bu." Aku langsung melangkah ke dalam kamar dan mendapati baju baru bergambar Ultra Man, tokoh kartun kesukaanku. Tanpa menunggu lama, baju itu telah beralih tempat membungkus tubuh kurusku.

"Sedikit kebesaran ya, Le? Tapi Ilham suka kan dengan bajunya?" Ibu merapikan sisi belakang baju yang tersangkut ke dalam celanaku.

"Mboten bu, Ilham senang." Kupeluk Ibu yang jongkok di depanku. Kurasakan belaian lembut tangan ibu pada punggungku sambil diciumnya ubun-ubunku.

~Bersambung~

#NyerbungWI
#WrintingInspiring
#NyerbungDibalikKepulanAsapUlarBesi

Di Balik Kepulan Asap Ular BesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang