PANGERAN ACEH

32 6 6
                                    


Hera menyikut Vio saat seorang guru yang sedang berdiri di depan kelas mereka menanyakan siapa yang ingin ikut pawai tujuh belasan. Mata Vio melotot kepada Hera, ia tau maksud temannya itu menyikut perutnya, pasti ia disuruh mengikuti pawai tujuh belasan itu.

Heol, Vio membola matanya malas. Gila aja, dia gak akan pernah ikut pawai tujuh belasan lagi. Udah cukup dia menjadi orang ketiga dengan memakai pakaian adat Padang yang super duper panas dan membuat kepalanya pening karena beratnya mahkota yang ia gunakan, untung saja pasangannya adalah abangnya sendiri, kalo tidak mau ditaruh dimana wajah putih nan bersihnya yang telah berubah belang karena sinar matahari ini.

"Aku gak mau ikut tujuh belasan lagi, gak akan pernah. Kamu harusnya ngerti perasaan aku dijadiin orang ketiga Ra! Rasanya tuh harga diriku jatuh tau gak."
Vio kembali bertingkah hiperbola seperti biasanya dan Hera hanya bisa mendengar curhatan hati seorang Vio dengan tenang.

"Iya, aku tau gimana perasaan kamu, tapi maksudku nyikut kamu tuh bukan itu Vi." Jawab Hera sabar.

"Lah, jadi apaan?." Tanya Vio.

"Ya karna popon lah, gitu aja kamu gak tau, Vi." Celetuk Nabila dari belakang, kepalanya menyembul diantara Vio dan Hera.

Vio menatap Hera bertanya, 'emang iya?' Menggunakan matanya dan Hera menjawab dengan anggukan kepala.

"Bener kan." Kata Nabila kegirangan.

"Hmm," Vio hanya menjawab seadanya. Lalu matanya beralih ke arah Hera yang menatap guru di depan kelas mereka.

"Emang degem kenapa Ra? Ada yang salah gitu sama dia?."

Hera mengalihkan pandangan pada Vio. "Kata informan kita ya Vi, si popon bakalan ikut tujuh belasan!" Jawab Hera dengan pandangan berbinar dan antusiasme yang tak terbendung.

"Oh gitu, terus kenapa kalo dia ikut? Kan gak mungkin setelah dia ikut tujuh belasan tiba-tiba dia langsung suka sama kamu, impossible." Kata Vio sungguh menohok hati Hera, tapi yang cewek kecil itu bilang memang benar sih, untuk senyum kepada Hera saja sudah tak mungkin, apalagi menyukai Hera secara tiba-tiba, impossible.

Hera dan Nabila mengangguk setuju akan perkataan Vio.

"Maksudku itu, kita bisa foto wajah tampan degem dengan leluasa waktu pawai nanti Vi. Kan, kamu tau gimana ketatnya peraturan sekolah kita sampai kita ga dibolehin bawa smartphone." Jawab Hera sembari berjalan keluar dari kelas mereka yang sumpeknya minta ampun, sedangkan Vio dan Nabila mengikuti dari belakang sambil berfikir bahwa kata-kata Hera ada benarnya juga, mereka dapat membawa smartphone saat pawai nanti tanpa takut di razia.

Dan mereka pun mengambil tempat di pembatas balkon depan kelas mereka.

Tanpa disangka-sangka ketiga remaja itu disuguhkan pandangan terindah bagi Hera di lapangan yang dapat mereka lihat dengan jelas dari tempat mereka berada.

"Oh my god, Popon!" Teriak Hera tertahan agar tak terdengar yang lainnya, kedua tangannya sudah memukul-mukul lengan kedua temannya dengan tak sabar.

"Eh, mana si popon, mana Ra?" Tanya Vio setengah berteriak saking antusiasnya sambil melihat lihat kerumunan manusia di lapangan, namun ia masih tak dapat menemukan si degem, maklumlah matanya memang sedikit minus jadi kurang bisa melihat dari jarak jauh begini.

Hera menunjuk Popon dengan jarinya, "Yang ituloh, Vio! Masa kamu gak bisa tanda cowo terganteng dan paling bersinar di sekolah kita sih."

Mendengar jawaban Hera, Vio dan Nabila mendengus keras, mulai lagi sindrom bucin si Hera, paling sebentar lagi dia akan menggila hanya karna melihat senyum dan tawa si degem itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I LOVE YOU DEGEM!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang