Chapter 2 | Hari Pertama Di IMHS

64 16 4
                                    

Tembuslah terangnya kegelapan. Hadapi rasa ketakutan. Kau sudah tak sendirian. Berubahlah secara perlahan.
>>>>><<<<<


"Tunggu.. Nama gue Aleo."

Ava berjalan keluar tanpa menoleh. Dan masih mendengar lelaki itu mengatakan namanya.

'Namanya lumayan,' batinnya.

"Kalungmu jatuh."

Pria memakai jas dengan pin IMHS di pojok kiri atas bajunya, mengambil kalung seorang gadis yang terjatuh.

"Heyy.." ucapnya  biasa.

Ava tetap berjalan dengan pandangan lurus. Tak tahu bahwa di depannya sudah ada seorang pria yang menghadapnya.

"Anda tuli ya? Atau anda buta?"
Pria tadi bertanya-tanya tanpa dosa.

"Eh, enak aja. Ya enggak lah. Kalau saya tuli, saya gak akan bisa masuk sini. Dan anda? Ngapain ngehalang jalan saya?" balas Ava.

"Saya hanya mau ngasih ini." Menyodorkan kalung yang barusan dia ambil.

"Lho, kok ada di lo? Wah, gimana lo ngambil kalung ini?"

Ya, jiwanya mulai keluar.

"Tadi kalung nya jatuh. Saya sudah beri tahu, tapi anda tetap jalan saja. Makanya saya berhenti di depan anda. Saya kira anda buta dan tuli," jelas Eza.

Pria dengan wajah oval, rahang tegas, hidung mancung, dan memakai jas tadi. Namanya, Eza.

Ava langsung mengambil kalung yang di sodorkan pria tadi. Ya, kalung miliknya. Bentuknya pistol dan di dalamnya berisi cairan rahasia.

"Hmm.. Yaudah."

Gadis itu lalu pergi meninggalkan Eza.

'Enggak bilang makasih?' pikir Eza.


••••

Ruang Informan

Semua murid pendatang baru dan pindahan berkumpul di ruang informan untuk menunggu namanya dipanggil dan diberi nomor kamar. Ada yang duduk sambil bermain game. Ada juga yang sedang duduk termenung dengan buku di pangkuannya.

Ava memperhatikan mereka semua. Satu-satu diperhatikannya. Mulai dari yang menarik baginya.

Pria yang berdiri memakai earpiece. Sepertinya anak pejabat. Dari pakaiannya yang rapi dan berjas. Keren juga.

Lalu, dua gadis cantik yang sedang berbincang di hadapannya. Sepertinya serius. Karena Ava tidak kepo,  dia mengalihkan pandangannya ke seorang gadis yang sendirian.

Seorang gadis yang seumuran dengannya, duduk di pojok kanan bangku yang Ava duduki. Sambil memain-main kan pemantik api di tangannya. Tangannya sangat lihai memainkan pemantik tersebut. Dilihatnya gadis itu. Rambutnya hitam panjang terurai. Hidungnya cukup dibilang mancung. Matanya sedikit melengkung ke atas. Dan gadis itu memperhatikannya balik.

'E—eh, dia memperhatikan balik'

"Eh lo, bangku ketiga dari pojok kiri. Kenalin nama gue, Kei."

Gadis dengan pemantik di tangannya itu berteriak sampai orang-orang yang ada di ruang informan menatap seorang gadis yang duduk di bangku ketiga dari pojok kiri. Tepat. Ava yang duduk disana.
Ava pun malu dilihat orang banyak.

'Awas lo!' batin Ava kesal.

"Sorry, aku minta maaf." Gadis pemantik itu menghampiri tempat duduk Ava.

"Oh ya, maaf yaa tadi aku ngomongnya teriak," lanjutnya sambil memberi senyum.

"Oh, iya gapapa."

"Kenalin nama aku Calandre Kei Ashana." Julurin tangan ke Ava.

"Ya tadi udah tahu. Jadi, ngomongnya aku kamu atau gue lo nih?" balas uluran tangan Kei.

"Aku kamu aja lah biar akrab. Hehe.."

"Yaudah. Nama aku Ava."

"Ava doang? Gak ada nama panjang nya gitu?" tanya Kei penasaran.

"Ada. Aresha Ravan Arrabella."

"Kok dipanggilnya Ava? Bukan Ara?"

"Aku ambil huruf tengahnya Ravan."

"Kenapa ga Ara aja? Kan lebih feminin." Kei masih kepo dengan namanya.

"Gue ga feminin. Dan gue kira lo ga banyak ngomong." Ava pun kesal.

"Hehehe.. Iya maaf," ucap Kei lirih.

Ava hanya mengangguk dan menatap layar handphone miliknya.

'Kayaknya dia punya banyak muka,' batin seorang gadis salah satu dari mereka.

"Kalau mau lihat pemantik ini gak usah lewat kaca handphone. Liat aja langsung."

"Eh, hehehe... " Ava malu karena tercyduk.
Saat melihatnya langsung, ada yang aneh.

"Itu bukan pemantik asli," jelas Kei seolah membaca pikiran Ava.

Ava kaget, "terus ini apa?"

"Itu... "

"Calandre Kei Ashana"
Suara panggilan dari meja informan.

"Eh nama aku di panggil. Aku duluan ya." Kei bangkit dari tempat duduknya. Lalu melambai dadah pada Ava.

"Ya," jawab Ava yang masih penasaran.
Ava pun duduk sendirian menunggu namanya dipanggil.

"Adhyastha Cetta"

Ava terlonjak kaget. "A—ap–a tadi?"

Pria yang dipanggil pun langsung berjalan ke sumber suara. Tetapi, dia sempat berhenti. Dia berpelukan dengan seorang wanita yang menghampirinya. Wanita itu mirip adiknya.

"Aresha Ravan Arrabella."

Tidak mau berpikir keras. Ava langsung berjalan ke meja informan.

'Ya ampun, ku harap salah orang.'

>>>>><<<<<
Thank you for 'read, vote, and comment'

Next chapter.
AOM|GUN : Mengenal kekuatan
XOXO
~ A ~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 10, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Agent Of Mutant | GUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang