Cincintanometer (doesnt) work!

18 0 0
                                    

"Noona, kau tidak memakai cincintanometermu?"

Wanita yang lebih tua setahun dari adiknya itu hanya menggeleng. Decakan panjang kemudian terdengar dari mulut adiknya.

"Kau tidak lihat, aku sudah mempunyai cincin sendiri. Lagipula itu tidak cocok dengan model bajuku saat ini."

Kembali terdengar decakan dari mulut adiknya. Kali ini lebih panjang dari sebelumnya. Sepertinya mendecak adalah kegemaran lelaki berkulit putih itu.

Hening.

Kakak beradik itu kini tenggelam dalam buku menu yang terpampang di hadapan masing-masing, melupakan sejenak persoalan cincin tadi. Hingga lelaki itu menyeringai jahil ke arah kakaknya.

"Kita lihat apakah ini bekerja!"

Kakaknya hanya melihat malas pada tatapan adiknya. Ia tahu dengan jelas apa yang selanjutnya terjadi. Lelaki itu mengangkat tangan kananya ke atas, kemudian dijentikkan jarinya. Tak lama kemudian seorang gadis cantik muncul dengan atasan polo shirt berwarna biru langit dan rok dibawah lutut dengan warna senada. Tangannya membawa sebuah buku kecil dan di jarinya tersemat sebuah cincin. Ya, cincin apa lagi kalau bukan cincintanometer?

Sepuluh menit berlalu. Lelaki itu mulai merutuki diri sendiri, selanjutnya mengumpat pemerintah, kemudian mengancam takdir, tentu saja ketiganya dilakukan di dalam hati. Terlalu gengsi. Lelaki setampan dirinya tidak bisa mendapatkan gadis cantik ini. Kenyataannya, benda yang melingkar di jari manisnya tidak bereaksi sedikitpun. Dan.. sepertinya cincintanometer di jari gadis itu juga sama.

Kakaknya yang menyadari kesedihan di raut wajah adiknya Kakaknya yang menyadari kegalauan hati adiknya langsung mengambil alih situasi dengan memesan makanan.

Sementara itu, dua pemuda lengkap dengan seragam sekolahnya masuk.

"Lumayan, jariku terlihat tambah cantik dengan cincintanometer ini."

"Byun, telingaku geli mendengar kata-katamu."

Sementara pemuda bernama Byun Baekhyun itu sibuk memerhatikan benda berwarna perak yang melingkar di jari telunjuknya, karibnya, yang bernama Oh Saehun sibuk menatap daftar menu. 

"Kau yakin akan makan di sini, Byun?"

Yang ditanya mengangguk. Matanya tak bisa lepas dari cincin barunya itu.

"Tenang, tempat ini milik kakak dari suami kakak sepupuku. Biasaa, akses saudara. Sepuasmu, sekenyangmu, karena kita saudara."

Baekhyun berbicara seakan ia bintang iklan terkenal. Tagline yang didengar langsung dari kakak sepupunya dibawakan lancar tanpa hambatan. Saehun mengangguk kecil. Dilihatnya kembali buku menu. Belum memutuskan pilihan makanan, diliriknya Baekhyun yang sedang mengamati tangan kanannya.

"Apa?! Jarimu kalah cantik dengan jariku?"

"Kau bercanda, Hun?" tawanya meledak, "Boleh kupinjam cincintanometermu? Sepertinya jauh lebih keren jika aku memakai dua cincintanometer ini."

"Bawa pulang untuk ibumu." Saehun memberikan cincintanometernya sambil mendengus.

Merekapun akhirnya memesan. Selang sepuluh menit Baekhyun teriak kegirangan. Wajahnya sumringah, Saehun sangat yakin ekspresi karibnya bahkan lebih gembira dari seorang pengemis yang menemukan harta karun. Seluruh mata di tempat makan yang sedang ramai itu.. tertuju pada mereka.

"Menjadi pusat perhatian, apakah itu kegemaran barumu?"

"Cincintanometer yang ini berbunyi." Ia kembali tertawa, sementara Saehun hanya memasang ekspresi 'Lalu, apa pentingnya?'

"Ini artinya, cinta sejatiku ada di sini! Tunggu, di mana dia? Biar kutelusuri tempat makan in-"

"Byun, kembali duduk di kursimu. Jangan buat dirimu malu." Byun Baekhyun hanya menggeleng dengan satu alisnya naik 'Siapa yang malu?'

"Baiklah, jangan buat temanmu malu."

Lelaki dengan tubuh standar, dalam artian tidak setinggi karibnya, menurut. Duduk kembali, meski jutaan petasan sedang meledak ke penjuru perutnya.

"Permisi, suaramu itu mengganggu kami. Bisakah kau kecilkan."

"Baiklah cinta-"

Saehun yang menyadari tatapan aneh karibnya, membekap mulut Baekhyun. Tatapan penuh cintanya itu sungguh membuatnya malu.

"Baik Noona."

Dan saat hidangan kedua pemuda tadi tersaji, Saehun sedang susah payah menarik karibnya keluar dari pertunjukan memalukannya. Yang terdengar olehnya hanyalah suara teriakan pelayan cantik tadi, "Dasar lelaki!!!!"

Di pintu keluar kedua pemuda itu berpapasan dengan seorang lelaki dengan pakaian kantor lengkap pada umumnya. Dasinya sedikit di longgarkan. Jas hitamnya tersampir di tangan kanan. Kemejanya dilipat sebatas siku. Dan jarinya melingkar cincin perak itu. Ya, apalagi kalau bukan cincintanometer?

"Kau sudah menunggu lama?"

Senyum terbaiknya mengembang.

"Tidak juga."

"Bagaimana kabarmu. Lama tidak bertemu. Dan.. kau bertambah cantik juga.. dewasa."

Mereka berduapun tenggelam dalam percakapan yang begitu panjang. Tanpa ada gangguan dari sekelilingnya. Juga adiknya yang usil atau lebih tepatnya adiknya yang mempunyai ide bodoh ini.

Tanpa gangguan sedikitpun, sekalipun bunyi 'beep' yang keluar dari sebuah cincin bodoh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 26, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CincintanometerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang