-2- Dipta Anak Pak RT?

29 5 0
                                    


PJRM = Penanggung Jawab Rekam Medis

•••

Tanpa sepengetahuanmu, bagaimana jika ternyata aku diam-diam mengagumimu?

•••

Mentari masih berada di persembunyiannya, udara pagi di musim hujan terasa dingin menerpa wajah Salwa.

Wanita itu berlarian dari gerbang masuk sampai di depan Gedung Diklat, menghampiri bus pariwisata yang di kelilingi orang-orang berkaos sama dengannya. Langkahnya berhenti, nafasnya tersengal, melihat beberapa temannya masih berada di luar bus membuatnya bernafas lega. Syukurlah dia tidak terlambat.

Hari ini adalah hari bersejarah baginya. Ia akan berangkat ke Jogja-Magelang untuk acara Rafting selama dua hari bersama karyawan lain dari berbagai profesi. Dari lima bus, bus kelima berisi karyawan PJRM dari beberapa ruangan.

Salwa melangkah masuk ke dalam bus, menghampiri Prisilia, teman sebangku sekaligus teman sekamarnya nanti.

Salwa duduk dengan ekspresi terkejut, "Siapa itu tadi?" Bisiknya pelan.

"Kenapa, Sal?"

"Salwa! Gak mau duduk sama Dipta nih?" Seru Albi yang duduk di bangku belakang kedua. Berjarak 2 bangku dengan Salwa.

Salwa langsung mendapat tatapan selidik dari beberapa rekannya yang berada di dalam bus. 5 menit lagi bus berangkat, dia masih berfikir bagaimana bisa dia satu bus dengan Dipta. Rasa malunya masih melekat mengingat percakapan mereka di depan rumahnya satu bulan yang lalu. Ah iya, sudah tujuh bulan lebih Salwa menyukai Dipta.

"Pris, malu nih," bisik Salwa menutupi wajahnya dengan hoodie zipper yang baru saja ia lepas.

"Yaampun, seisi PJRM udah tau lo suka dia, Sal. Kenapa malunya sekarang? Bulan kemaren-kemaren ngapain aja?"

"Eh, ini beda. Ada Direktur Utama sama Kepala SDM satu bis sama kita. Di depan."

"Sal, ayah gimana? Sehat?" Tanya seorang pria seumuran ayah Salwa yang duduk di seberang.

"Sehat, Alhamdulillah Pak." Jawabnya dengan senyum dipaksakan.

"Udah dikenalin ke ayah?"

"Eh?!"

"Itu yang di belakang," sambil menunjuk Dipta yang menunduk memainkan gadget.

Salwa ikut memperhatikan laki-laki itu, Dipta membalas dengan tatapan biasa saja.

"Bukan. Saya gak ada apa-apa sama Dipta."

"Loh? Bener? Tapi Kepala Ruangan kita selalu godain Dipta pake namamu, Sal. Yakin gak bohong kamu?" Tanya Rayhan yang duduk di belakangnya.

"Bohong itu, kita gak saling kenal malah."

"Terus soal kamu yang suka sama dia? Salah juga?" Tanyanya lagi.

"Emang kelihatan banget ya?" Pertanyaannya membuat tawa Rayhan lepas. Salwa kurang ahli menyembunyikan perasaannya.

Tanpa dia menyatakan perasaannya di depan umum pun, orang-orang pasti tahu dia menyimpan rasa untuk Dipta. Terutama rekan-rekan di Paviliun, hampir setiap hari membicarakan Salwa.

Setiap selesai coding dia menuju ruang Rekam Medis di Paviliun. Mengunjungi Prisilia sambil mencuri pandang ke arah Dipta.

Sekitar 4.000 karyawan Rumah Sakit, hampir semuanya tahu siapa Salwa termasuk Direktur Utama yang merupakan teman akrab ayahnya. Karena kehebatan sang ayah dalam kerjanya, Salwa jadi ikut terkenal meskipun kinerja gadis itu biasa saja.

PRADIPTA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang