Ichi

126 21 6
                                    

Kring, kring, kringngng....

"Iya halo, ada yang bisa saya bantu?" digenggamnya telepon itu dengan tangan kirinya, sedangkan yang lain terus menulis apa saja yang bisa ia tulis dalam artikel.

"Ini aku, Ai," balasnya ragu.

"Ada sesuatu, nadamu tidak seperti biasanya? bicaralah aku dengarkan," menghentikan gerakan tangannya.

"Aku mau kita bertemu, aku cemas akhir-akhir ini kau begitu sibuk dengan tulisanmu. Aku dan Mika menunggu di tempat biasa," tutupnya.

Belum terjawab, sambungan teleponnya telah terputus. Ia menghembuskan napas panjangnya sesaat lantas bersiap menuju tempat yang dijanjikan.

Rikka bergegas mencari taksi lalu melaju menemui Ai dan Mika.

Sesampainya, Rikka membantingkan tubuhnya ke kursi sambil menghempaskan napasnya yang lelah.

"Kami mengkhawatirkanmu, kali ini apalagi yang kau kerjakan dengan tulisanmu?" tanya Mika cemas.

"Huft.... Aku ada projek baru. Tentak anak," katanya sambil menenggak segalas jus di hadapannya.

"Woy itu punyaku!" teriak Ai tak terima saat jusnya diminum oleh Rikka.

Mendengar teriakan Ai membuat Rikka terkejut.

"Uhuk," batuknya.

"Baiklah minum sesukamu. Lalu beri tahu kami apa yang bisa kami bantu untukmu!" keta Ai dengan ketus.

Rikka memandang Ai seperti biasa, dengan tatapannya yang tajam lalu mengungkapkan semua masalahnya.

"Besok aku mau kalian membantu aku mencari yayasan anak, apapun bentuk yayasan itu," tegas Rikka.

"Kau itu meminta tolong atau memaksa?" tanya Ai mulai kesal dengan tingkah sahabatnya itu.

"Pokoknya!" teriak Rikka menatap Ai tajam.

Ai harus ekstra sabar dengan perlakuan keras kepala sahabatnya itu. Kalau ia tetap keras, ia yakin bahwa Rikka akan semakin keras.

"Oke, sekarang mau gimana?" tanya Ai.

"Terserah," jawab Rikka acuh tak perduli.

Mendengar jawaban Rikka yang acuh, Ai mendengus kesal.

"Begini saja, aku punya tante yang ada yayasan anak," saran Mika membuka suara.

"Boleh deh, besok kalian jemput aku," kata Rikka.

"Ok!" jawab Mika dan Ai bersamaan.

Pukul 10 malam, mereka membubarkan diri. Pulang ke rumahnya masing-masing.

Saat tiba di rumahnya, seorang gadis bermata sipit memandang jauh ke arah cendela kamarnya.

"Kalau aku bertemu denganmu, aku ingin kamu bisa tersenyum dan menyanyikan sebuah lagu dari petikan gitarmu," gumamnya tersenyum tipis, menyembunyikan topeng kesedihannya. 

Ia memainkan ponselnya sebentar, lalu menutupnya dan membuangnya ke atas kasur kasar.

Rasa letih terasa di tubuhnya, ia ingin berteriak jika membayangkan sebuah kesalahan yang ia buat.

Pikirannya melayang menatap sebuah tulisan tangan. Sebuah tulisan beriramakan.

🌸🍃🌸

"Aku mohon, tolong beri tahu aku apa kesalanku!" bentak seorang lelaki.

"Kamu enggak pernah salah, aku cuman bosan sama kamu!" kata seorang perempuan tak mau kalah.

Spring in Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang