PROLOG

1 0 0
                                        


Kisah ku dimulai sejak aku beranjak dari masa kekanakan menjadi masa transisi remaja. Bersekolah di SMP Negeri yang cukup ternama dijakarta membuatku senang. Namun, dalam rasa kagum menanjakan kaki pertama di sekolah itu adalah sebuah tanda untuk lebih kuat karena hidup adalah keras. Berawal dari suka cita dengan berdecak sedikit haru namun perasaan itu sirna ketika seorang laki laki sebaya yang ternyata sekelas denganku itu mulai melakukan sikap tak terduga duga. Ia tak segan segan melakukan hal diluar nalar seseorang. Disaat saat semua orang merasakan kesenangan dan dimana pada saat itulah kesengsaraan diatas segala galanya dalam hidupku kala itu. Entah mengapa aku sangat membenci dia. Dia yang selalu memanggilku dengan nama Caca. Semua orang memanggilku Caca karena dia, dia lelaki pembully. Dipikiranku pada saat pertama masuk sekolah adalah bertemu dengan teman teman yang super luar biasa karena masa SMP adalah masa masa indah bagi seseorang terutama bagi diriku. Namun, ekspetasiku dihalangi dan tlah dihancurkan oleh seseorang yang kubenci pada saat itu. Ia selalu mengirimku surat dan memasukkannya ke dalam tasku tanpa sepengetahuanku. Memang, pada saat itu aku masih terlalu tidak peduli dengan dunia sebegitu luas dan tak terlalu paham betapa dunia itu adalah dunia dalam manusiawi. Aku hanya sibuk dengan lukisan lukisan serta fotografi yang ku lakukan setiap ada waktu luang. Aku sadar kesalahanku terletak disana. Namun, untuk mengubah semuanya tidaklah membutuhkan waktu cepat, tentulah aku membutuhkan proses seperti bunga yang akan mekar dan siap hidup dalam keadaan apapun dan dimanapun. Berpikir untuk bermain atau hang out dengan teman teman saja tidak terpikirkan pada masa itu. Memang salah jika aku seperti itu ? tidakkan. Masa SMP ku bisa disebut sebagai masa masa kelam dan hampir tidak ada masa masa bahagianya.

.........


Hey, dasar lo cewek cupu. Suatu hari nanti kau akan menderita. Eh, gue baru ingat ca, hidup lo kan emang untuk disengsarain. HAHAHAHAHA!!!!

B-Boy. Reihan

sepucuk surat hitam menghampiriku setelah pulang sekolah. Sesak dada dan tak dapat menahan tangisan membuatku menjadi seorang perempuan lemah. Seharusnya, aku memang lebih kuat menghadapinya. Tapi apakah salah jika perempuan itu tak sekuat lelaki ?

pukul 16.00, saatnya berangkat untuk bimbel. Sejak dari SD, aku memang terbiasa ikut bimbel. Namun, ini adalah hari pertamaku bimbel di tempat yang baru, tingkatan yang baru, kawan yang baru mungkin dalam segalanya serba baru.

Perlahan aku keluar kamar dan menuruni tangga agar tidak ketahuan oleh bunda. Mataku sembab, hidungku memerah dan wajah seperti tak siap pakai. Namun apalah daya, aku memang harus pergi karena itu adalah hari pertamaku dan orang tuaku sudah susah payah membiayainya.

"Shana, kenapa matamu ? habis nangis ? kenapa ? coba ceritain ke bunda" tanya bunda.

Shana terkejut menapaki bunda yang tiba tiba ada di belakang Shana.

" eh, bunda, ini ta....ta..di shana abis baca buku yang ceritanya sedih banget, trus shana mendadak nangis gitu, bun" ucap Shana berbohong.

" Shana mau pergi bimbelkan ? Shana diantar bang Farrel aja, soalnya inikan hari pertama" lanjut bunda.

" Hmmmm. Oke deh bunda, ngitung ngitung hemat uang saku " tambah Shana

Shana diantar oleh abangnya ke tempat bimbel. Tak sabar rasanya bertemu dengan pembimbing dan semua orang yang ada disana. Sesampainya disana, Shana berpamitan dengan abangnya dan segera masuk karena takut terlambat. Pada saat itu umur shana baru 12 tahun.

Disana, ia sangat menyukai tempat itu. Teman temannya sangat baik kepadanya. Ada seorang anak membuat Shana merasa nyaman berteman dengannya. Namanya adalah Daniel. Menurut Shana, Daniel adalah copy paste 180 derajat nya Reihan. Ia berteman akrab dengannya. Ternyata, mereka dalah murid dari salah satu sekolah yang sama namun berbeda kelas. Shana duduk di kelas 7a dan Daniel di kelas 7b.

" berteman dengannya, membuatku lupa dengan dia" gumam Shana dalam hatinya.

Dia yang telah membuat hidupku sengasara pada masanya.

..........

Best Of Me (Infinity)Where stories live. Discover now