II. Parasomnia

319 48 17
                                    

L U L L A B Y

Ini mengejutkan, untuk menemukan Sejin—yang biasanya menghabiskan waktu membaca buku-buku terjemahan seputar medis kejiwaan atau apapun yang bersangkutan dengan alam (bawah) sadar—tengah merokok. Sepasang lensa kaca di seberang pengelihatannya diliputi kabut, atau uap dari suhu sore yang dingin, atau malah asap dari tembakaunya yang sibuk menghanguskan diri; menemani raganya yang tegap, yang dirudung suasana muram. Kejanggalan itu bisa saja menggetarkan segala niat dalam tekad Hoseok, tapi apa lagi yang bisa mengalahkan berbagai perdebatan kala Namjoon tidak menemukan terapis berperawakan tinggi besar itu datang bersamanya, menghadiri ‘pertemuan’ dengan Tuan Bang?

“Tidak perlu kaget, aku memang menghindari merokok di depan pasien.” Kata Sejin. Karena beberapa pengidap ‘gangguan jiwa’ memiliki trauma terhadap asap: bisa jadi karena kebakaran hebat atau, ya, sesederhana lintingan tembakau itu sendiri, yang ujungnya disundut pada pergelangan tangan mereka. Dan Hoseok bukan salah satu dari para pengeluh halusinasi atau orang-orang dengan impian meluap yang Sejin temui hampir setiap hari, setiap pekan, demi ‘merasa jauh lebih baik’. Satu-satunya penyakit yang Hoseok derita adalah ketidakingintahuannya mengenai apa-apa yang mungkin akan ia hadapi setelah Namjoon mendapatkan kembali ingatannya yang ‘hilang’. Oh, tentu jika Hoseok punya kesempatan untuk kabur, ia akan melakukannya. Itu juga dengan mengesampingkan kenyataan bahwa Namjoon adalah sahabatnya.

“Tuan Bang akan mengembalikan ‘ingatan’ Namjoon,” Kata Hoseok.

“Kupikir aku tak melakukan kesalahan pada anak itu.” Sahut Sejin cepat.

Hyung, kau tidak akan percaya ini, tapi Seokjin sendiri yang datang dan membawa kenangannya kembali.”

“Apa?” Apa? Apakah itu raut wajah ramah yang selalu Sejin tampilkan pada pasien-pasiennya yang rentan? Bukan. Informasi yang diantarkan padanya bukanlah sesuatu yang bisa disambut dengan wajah menenangkan khas psikiatris sok tahu; keterkejutannya bukanlah sesuatu yang aman dilihat. Keterkejutannya adalah ketidakpercayaan yang—mau tak mau—harus ia percaya.

Bagian II
[ Parasomnia ]

Pada sore yang (di luar dugaan terlihat) pucat—dibandingkan hari-hari sebelumnya dimana sepasang tungkai milik Namjoon saling bergantian menyusuri jalan menuju tempat ia memarkir mobil, dihalau oleh tirai berbau debu yang entah sudah berapa lama bercokol pada besi tempatnya tersangkut di kediaman Bang Sihyuk, pada kursi-kursi tua berlapis kulit sintetis berwarna cokelat yang diduga oleh Namjoon bukan warna aslinya—mungkin kirmizi adalah apa yang terlihat kala pertama Tuan Bang membeli kursi itu, tiga dari empat jasad terduduk, terlibat pertemuan serius; yang saking seriusnya membuat mereka kehilangan suara. Sejin, yang memilih untuk tetap berdiri dan bersandar di dekat tirai berdebu tadi, dengan sengaja membuang tatapannya jauh-jauh dari Namjoon sementara Tuan Bang dengan segala kesudiannya menghujamkan pandang pada sahabat Hoseok itu.

“Aku sangat tahu apa yang ada di kepalamu,” Dari bibir kecil yang diapit oleh pipi-pipi gembilnya, Tuan Bang memulai percakapan. Syukurlah, setidaknya itu mengalihkan indra penciuman Hoseok dari tirai berdebu yang memaksanya untuk bersin selusin kali. “Seokjin tidak disini.”

Namjoon bisa saja menyalahkan kemampuan istimewa milik sang Kepala Rumah Sakit dan merutuki keputusan pria itu untuk membaca isi kepalanya, tapi tidak ia lakukan, karena Hoseok pun pasti tahu kalau itu—cepat atau lambat—akan menjadi pertanyaan. “Kau yakin dia tidak sedang bersembunyi?”

“Seyakin aku pada kegalauanmu saat ini, Dokter.”

“Kau yakin?” Dan Hoseok bisa mendengar penekanan pada kata ‘yakin’ yang diluncurkan Namjoon. Tidak ada yang tahu, atau mungkin Tuan Bang tahu, kenapa Namjoon mengalutkan keberadaan Seokjin, Putri-nya. Bisa jadi karena ketidaksiapannya menghadapi masa lalu, yang semakin menguatkan fakta bahwa ia memang membayar Sejin demi sederet jadwal hipnoterapi yang menghabiskan lebih dari separuh gaji bulanan seorang dokter laris sepertinya. Atau, bisa jadi karena ketidaksiapan Namjoon untuk kembali membuka peti kenangan yang dikubur dan dilupakannya mengenai sang kekasih; mengenai Kim Seokjin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NamJin: Lullaby (part 2 of Sleep Well)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang