Kami Bertiga

704 12 5
                                    

"Aku ingin memesan mie ayam, dan es teh!" Sahut Tata.

"Baiklah, aku juga ingin memesan mie ayam dan es teh!, Kau mau pesan apa Ann?" tanya Naning.

"Kalian sudah tau kita ada di kedai mie. Kenapa masih bertanya apa yang ingin ku makan?. Bahkan daftar menunya Cuma dua, Mie ayam dan es teh. Aduh, kalian ini menculikku ke kedai aneh macam apa sih?" Tanggapku. Mereka berdua malah tertawa.

Perjanjiang kami tadi pagi membawaku ke tempat ini. Sebuah kedai kecil dengan tatanan yang rapi. Ada banyak pot-pot mini yang berisi bunga diletakkan di dinding. Ada sebuah papan menu mini yang diletakkan tak jauh dari kami berdiri. Isinya hanya tercantum dua menu dengan harganya masing-masing yang tertulis menggunakan kapur tulis warna warni.Sepertinya sang penjual sangat konsisten dengan apa yang dijualnya. Ada empat pengunjung lain selain kami bertiga. Namun jaraknya lumayan berjauhan. Apalagi setiap meja disekat oleh beberapa papan warna-warni berukuran sedang yang cantik, membuat suasana menjadi hening. Kami berasa memiliki ruang privasi sendiri. Aku suka tempat ini.

Tata dan naning duduk bersebelahan, sedangkan aku sengaja duduk didepan mereka agar bisa melihat wajah mereka dengan jelas. Mereka terlihat sangat cantik hari ini. Bukan berarti bahwa mereka biasanya tidak cantik, namun kali ini mereka menggunakan riasan tipis yang berbeda dari biasanya.

Tata memesan tiga menu yang sama persis pada seorang pelayan. Baru kali ini aku datang ke tempat makan tanpa perlu berfikir lama untuk memilih menu. Tak lama kemudian, seorang pelayan datang ke meja kami, membawa nampan berisi menu-menu yang kami pesan.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan di hari ulang tahunmu setelah ini?" Naning bertanya dengan antusias.

"Entahlah, mungkin aku akan pulang lalu tidur."

"Argh, Semua orang selalu merasa harus melakukan sesuatu di hari ulang tahun mereka. Sedangkan yang ingin kau lakukan setiap tahun selalu sama"

"Pulang lalu tidur" Sahut Tata dengan wajah lucu.

"Tak adakah yang ingin kau lakukan bersama dua temanmu yang manis ini?" tanya Naning manja. Ia menyentuh punggung tanganku dengan lembut. Seakan sudah berkoordinasi, Tata juga melakukan hal yang sama pada tanganku yang lainnya, ia malah menciumnya.Kedua sahabatku sedang menggodaku untuk kesekian kalinya. Entah bagaimana, aku sudah merasa terbiasa dengan tingkah mereka.

"Ogah," Jawabku sambil memalingkan wajah.

'Ctak' Tata memukul kepalaku dengan sumpit.

"Aih, sakit!"

"Habisnya, kau selalu menjengkelkan!" Bentak Tata dengan wajah cemberut.

"Jadi, kalau sudah tau aku menjengkelkan, kenapa kalian tetap mengikutiku?"

"Uuh, Kejamnya. Hati Tata langsung tertusuk lho. Tapi, Karena itulah kami selalu ingin bersamamu" Jawab Tata dengan tersenyum dan mencubit ujung hidungku.

Ku lihat Naningmemandangku. Ah, bukan, ia tak sedang memandangku. Ia memandang entah kemana, lebih mirip seperti ia memikirkan sesuatu. Kemudian ia menghela nafas,"Ann, masih ingatkah kau saat pertama kali kita bertemu?"

"Saat itu, aku dan Tata sudah merasa putus asa. Kami tak pernah memiliki teman di SMP. Semua orang menganggap kami anak buangan. Aku dan Tata merasa memiliki nasib yang sama, dan memutuskan untuk bersahabat hingga sekarang. Namun itu pula yang menyebabkan kami di cap sebagai siswi yang nakal karena sering berkelahi dengan siswa-siswi lain dan tak ada yang mau berteman dengan kami. Kami mengalami masa-masa berat saat itu, lalu memutuskan untuk masuk di SMA yang sama. Dan kami bertemu seseorang yang bahkan tak perduli dengan latar belakang kami. Seorang siswi yang cukup terkenal dan populer di SMA kami, menerima kami, tak perduli dengan latar belakang kami" sambungnya.

Ya, aku mengingatnya. Kejadian dimasa lalu, membuat mereka memiliki latar belakang yang hampir sama. Mereka sama-sama tak memiliki Ibu, maka, mereka tinggal bersama ayah mereka. Sebuah kebetulan didunia ini yang sungguh berdekatan.

Ayah Tata adalah seorang dokterspesialis yang baik dan cukup terkenal dikota kami.Itulah yang diketahui oleh orang-orang sebelum iaterungkap melakukan praktik aborsi dan menjadi buronan. Ia melarikan diri, meninggalkan Tata kecil yang belum terlalu mengerti apa-apa seorang diri dirumah pada malam penyergapannya.Sepandai-pandainya tupai melompat pada akhirnya akan jatuh juga. Dan itu juga berlalu pada dokter itu yang pada akhirnya harus meregang nyawa karena terpaksa mendapat timah panas dari para polisi.

Sedangkan ayah Naning adalah seorang polisi. Sebuah pekerjaan yang mulia. Namun tetap saja polisi adalah manusia. Karena suatu hal, ia membunuh seseorang. Korbannya ia simpan digudang peralatan rumahnya. Naning yang pada saat itu masih kecil hanya bisa diam ketika mengetahui ada tubuh tak bernyawa yang tersimpan dirumahnya. Ia tak pernah mau bercerita kepadaku kenapa ayahnya bersikeras menyimpan mayat itu dirumahnya. Ia hanya menceritakan bahwa pada akhirnya polisi lain mengetahui hal itu. Namun bukannya meyerahkan diri, ayahnya malah bunuh diri dengan membakar dirinya digudang tempat ia menyembunyikan mayat itu. Dan ya, Naning ada disana, merekam semua teriakan ayahnya dari dalam gudang yang telah dikelilingi kobaran api.

Mereka berdua akhirnya tinggal di panti asuhan yang sama. Tak ingin berbicara dengan siapapun selama berbulan-bulan lamanya. Yang kutahu, mereka bisa akrab satu sama lain karena merasa senasib. Mereka termasuk siswa yang tergolong pintar. Namun mereka tidak terlalu bisa bergaul dengan orang lain. Mereka hampir tak memiliki teman kecuali satu sama lain. Teman-teman mereka menjauh karena menganggap mereka aneh.Kurasa itulah yang membuat dua gadis itu anarkis dan terkesan kasar dengan orang lain. Kini mereka memang dalam perwalian pihak panti asuhan. Saat menginjak bangku SMA, mereka berkerja sampingan untuk menyewa tempat tinggal dan kebutuhan hidup. Begitulah setiap hari, bahu membahu satu sama lain. Tak heran, sikap keduanya menjadi keras kepala. Bahkan di bulan-bulan awal SMA, banyak siswa yang tak berani bergaul dengan mereka. Hingga pada akhirnya mereka bertemu denganku.

"Aku masih ingat, dulu kami pernah hampir memukulimu. Kami sedang bercanda dan berjalan tidak hati-hati, lalu terjatuh ke arahmu yang sedang duduk di pinggir danau. Karena kau terkejut, kau langsung menghindar, dan kami berdua terjatuh ke dalam danau. Kami memarahimu karena tak menangkap kami dan bahkan menghindar begitu saja." Tata mengingat kembali momen itu.

"Kami keluar dari danau dengan bersusah payah, dan kau hanya membenarkan posisi dudukmu tanpa menolong kami sama sekali. Kami jengkel sekali dan marah padamu lalu hampir memukulmu karena kau tak merespon sama sekali. Namun yang kau katakan di hari itu selalu ku ingat," Naning menghentikan perkataannya lalu menghela nafas,

"Apa kalian selalu melakukan hal ini?, seberapa menjengkelkannya diriku di mata kalian?, padahal kalian tak pernah berbicara bahkan mengenalku. Kalau kalian dengan begitu mudahnya menyalahkanku karena perbuatan yang kalian lakukan sendiri, apa bedanya dengan nasib anak yang di jauhi orang lain hanya gara-gara kesalahan yang di lakukan orang tuanya?" Naning menangis ketika mengulangi kalimatku saat itu.

Mendengar kalimat demi kalimat dari mulut Naning, aku merasa bagai memutar kembali proyektor masalalu di mataku. Berbaris perlahan dikepalaku membentuk rangkaian kenangan. Aku memang bukan orang yang dengan gampang berlarut-larut untuk menjadi melankolis. Namun, manusia memang gudangnya kenangan dan ingatan-ingatan. Harus bagaimana lagi?, aku juga manusia.

"Ann, terimakasih telah bersedia menjadi teman kami," Sahut Tata kemudian.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 12, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rin's Kiss [Yuri Romance Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang