Bahagiaku

770 16 5
                                    

"Selamat pagi,"

Suara sapa yang begitu ku kenal. Dua gadis cantik tersenyum padaku. Tata dan Naning. Ceria sekali mereka hari ini. Ada yang berbeda dari mereka hari ini. Mereka terlihat menata rambutnya dengan cantik dan memakai beberapa aksesoris yang imut. Seakan ada sebuah acara yang akan mereka kunjungi.

"Apa yang merasuki kalian pagi ini?. Kalian terlihat berbeda" Tanyaku.

Naning tertawa kecil.

"Hari ini hari yang spesial. Kau tahu kenapa?" mata Tata berbinar-binar.

Aku berpikir sejenak. Kira-kira apa yang membuat mereka seceria itu?. Mungkin mereka mendapat sebuah ide gila atau semacamnya hari ini. Namun Aku tak tahu apa yang membuat mereka hari ini berbeda. Aku menggeleng.

"Kau tak tahu?. Serius?" Tata terlihat tak percaya.

"Aku tak tahu. Apa kalian menemukan sebuah harta karun aneh?"

"Ini hari ulang tahunmu!. Bagaimana bisa kau lupa?" Naning memarahiku, Ia memalingkan wajahnya dan cemberut.

Ulang tahun ya?. Aku melupakannya. Sejak kapan aku memikirkan pentingnya ulang tahunku?. Lagipula aku juga tak begitu yakin jika tanggal yang tertera di akta kelahiranku adalah tanggal yang sesungguhnya. Bisa saja ayahku memberikan tanggal sesuka hati mereka. Lagipula siapa yang perduli tanggal pasti ulang tahun anak angkat mereka?.

Tata dan Naning terlihat kecewa. Mereka sama-sama cemberut dan memalingkan wajah. Terlihat sangat jengkel. Lucu sekali mereka.

Aku menepuk pelan kepala Naning. "Ah, iya. Maafkan Aku. Jadi, kenapa dengan ulang tahunku?"

"Kalau begitu, mari kita makan-makan di luar. Ada tempat baru yang menarik" Keceriaan Naning mulai kembali.

"Aku tak punya uang," aku memberi alasan. Akupun pergi meninggalkan mereka. Namun ternyata mereka berlari menyusulku.

"Apa lagi?" tanyaku datar.

"Kami yang akan traktir, deh!" kata Tata sambil merangkul tangan kiriku.

"Mau ya, ikut ya?" mata Naning terlihat memohon.

Apa boleh buat, mereka tangguh sekali memaksaku dan akupun menyetujuinya. Mereka terlihat kegirangan. Kadang diam-diam aku juga bersyukur memiliki sahabat seperti mereka. Bukan hal yang mudah bertahan bersama seseorang yang dingin sepertiku. Akupun berjalan menuju kelas, dengan dua gadis yang masih memegangi tanganku di kiri dan kanan seperti koala di ranting pohon. Manja sekali dua peliharaanku ini.

'Bruk'

"Eh, kalau jalan pakai mata!" suara benda jatuh yang diiringi bentakan Tata membuatku terkejut.

Sebuah dorongan terasa dari sebelah kananku, sisi dimana Tata memeluk tanganku. Ia langsung melepaskan lilitan tangannya dari lengan kananku. Aku menoleh.

"Ah, maaf. aku tidak sengaja!" Suara yang ku kenal. Itu Rin. Ia terlihat menunduk takut pada Tata yang membentaknya. Di bawah kakinya berserakan buku-buku yang sebelumnya ia bawa. Sepertinya buku itulah yang menyebabkan suara benda jatuh yang keras.

Suara gelak tawa yang sebelumnya terdengar, senyap begitu saja. Semua siswa-siswi di sekitar kami langsung memandang kami. Sebagian menghindar, mereka paham betul bahwa berurusan dengan kami bertiga bukanlah ide yang bagus. Aku memang tidak suka banyak berkomentar, tapi Tata dan Naning bukanlah orang yang bisa berkomunikasi dengan baik baik ketika marah.

"Rin?" Sahutku pada sosok yang menabrak kami. Ia mendongakkan wajahnya.

"Kak Ann?" suaranya bergetar.

"Aduh, makanya jalan itu lihat ke depan!. Ada orang didepan mata malah di tabrak!" Tata meneruskan amarahnya. Aku sudah terbiasa mendengar makian Tata terhadap orang lain yang tidak ia suka.

Namun kali ini, aku merasa kasihan terhadap seseorang yang ia bentak. Kutarik tangan Tata ke arahku, bermaksud agar ia tak berkata lebih kasar lagi. "Sudah, dia tidak sengaja. Jangan bikin keributan, nanti ketahuan sama guru." Bisikku pelan. "Kalian kembali ke kelas saja dulu." Suruhku pada Naning dan Tata.

"Heh?" Tata dan Naning seakan terkejut dengan responku. Maklum saja, aku biasanya hanya akan diam ketika melihat mereka sedang menindas siswa atau orang lain.

"Jadi, mau di bawa kemana buku-buku ini?" tanyaku padanya Rin.

Ia terkejut melihatku yang jongkok di depannya. Ku punguti buku-buku yang ada di lantai dan berdiri kembali di hadapan Rin yang masih kebingungan.

"Ah, anu. Perpustakaan" jawabnya sambil kebingungan.

"Baiklah. Mari kita kesana." Aku berjalan pelan sambil membawa buku-buku itu menuju arah perpustakaan. Membiarkan banyak mata memandang kami. Aku menoleh ke belakang. Tata dan Naning masih kebingungan dan terlihat mendongkol dengan sikapku. Aku tersenyum pada mereka. Akhirnya mereka juga pergi meninggalkan tempat itu. Sepertinya mereka memang benar-benar pergi ke kelas seperti pintaku.

Rin berjalan disebelahku dengan canggung. Sepertinya ia memang terpaksa mengikutiku karena merasa tak enak sudah membuatku membawakan buku-bukunya. Bibir kecilnya berkali-kali terbuka tutup seakan ingin mengatakan sesuatu, namun ragu.

"Kak, buku itu aku saja yang membawa." Sahutnya kemudian.

"Kau mau membawa buku ini?"

Ia mengangguk.

Aku berhenti. Kudekatkan diriku pada jendela koridor yang langsung mengarah keluar gedung. Kami berada di gedung lantai 4. Pemandangan diluar gedung terlihat jelas. Belasan bangku-bangku taman sekolah diduduki oleh siswa-siswi yang membaca buku atau sekedar mengobrol satu sama lain. Tak jauh dari gedung ini, juga ada lapangan bola volly, dimana beberapa siswa yang memakai seragam olah raga berlarian dan berebut bola. Daun-daun pohon terlihat menghijau berada dibawah seperti manik-manik yang dijajar rapi dipinggir-pinggir gedung lain.

Ku ulurkan keluar jendela kedua tanganku yang masih memegang buku-buku. "Kalau kau ingin membawa buku-buku ini, maka ambillah setelah aku membuangnya keluar" kataku.

Ia membelalakkan matanya. "Ah, jangan. Ku mohon jangan" Ia mencoba menarikku menjauhi jendela.

"Kalau begitu jangan protes." Kataku sambil menarik kembali tanganku.

"Kak Ann, kau aneh," gumamnya dengan jengkel namun takut.

Aku menoleh padanya. Lalu berjalan mendekati jendela lagi. Namun ia buru-buru memegangi belakang bajuku, berharap aku tak benar-benar membuang bukunya.

"Kumohon maafkan perkataanku. Jangan membuangnya keluar, Kak. Aku tak ingin memunguti buku-buku itu di luar."

Perpustakaan sekolah kami memang tidak terlalu jauh dari tempat kami sebelumnya. Namun tetap saja tak terlalu banyak percakapan yang terjadi diantara kami. Setelah mengembalikan buku-buku itu, Ia berterimakasih kepadaku dan akupun kembali menuju kelas dengan perasaan yang bahagia. Ya, aku bahagia.

Rin's Kiss [Yuri Romance Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang