Kelinci Awan (1)

8.8K 794 209
                                    

Twilight rolled, leaving a happy smile on their faces. Years apart, finally united under the blue sky. I sank into gratitude, once I found that the love of both was eternal until the end of time.

***

Puluhan tahun berlalu bagai serpihan salju tertiup angin, tak terasa sudah selama itu. Kehidupan banyak berubah. Dunia sudah tak sama lagi, teknik berkultivasi baru dan para jenius tumbuh di mana-mana. Sekte-sekte semakin menjamur dari dekade ke dekade.

Namun kisah masa lalu takkan lekang oleh masa.

Mereka yang abadi, yang di cintai, yang tanpa pamrih berjuang dan menebar kebaikan laksana bintang kembar keagungan, tetap abadi dalam sanubari. Sejarah yang mereka torehkan di pahat kuat dalam ingatan orang-orang.

Dunia berubah, zaman terus maju.

Tapi kenangan tetaplah bagian terpenting dari hidup ini. Sekecil apapun kepingan kenangan itu, Lan SiZhui akan menggenggamnya erat.

Seperti cahaya senja yang menyiram atap atap Jingshi hingga berkilauan. Atau kelinci-kelinci yang kian hari makin banyak berkeliaran. Juga murid-murid berbakat menempuh pengajaran. Semuanya ia pegang erat, ia simpan baik-baik di hati.

Dan juga kenangan tentang pagi berkabung itu. Pagi awal musim semi, bunga-bunga prem bermekaran sedikit demi sedikit. Mengantarkan sosok pria berjubah hitam ke dalam tempat tidur abadinya. Lan SiZhui tidak pernah lupa detik-detik tersebut, saat wajah damai itu dikecup pelan oleh seseorang, baru kemudian dikebumikan dalam khidmat.

Kesedihan pasti menggelayuti, air matanya telah membanjir sejak mereka mengikuti prosesi pemakaman. Tapi HanGuang Jun tetap teguh dan tenang, tidak sedikit pun goyah sebab kehilangan belahan jiwanya. Malah membisikkan kata-kata romantis ke telinga sang kekasih, "Tunggu aku di sana. Aku berjanji untuk menggendongmu menyeberangi sungai abadi."

Awalnya SiZhui tak mengerti mengapa HanGuang Jun begitu ikhlas melepas kepergian kekasihnya tersebut. Baru dua tahun kemudian—saat HanGuang Jun benar-benar menyusul istrinya menuju istirahat damai—Lan SiZhui akhirnya paham.

Tidak peduli seberapa cacat dan gelapnya jiwa Yiling Laozu, ia akan melindunginya. Tidak peduli berapa lama waktu bergulir, ia akan menemukan jiwa itu kembali. HanGuang Jun hanya ingin bersama orang itu, tanpa batasan.

Kemudian HanGuang Jun ditempatkan di samping istrinya. SiZhui naif berharap, semoga keduanya cepat bersatu lagi. Ia membayangkan Wei WuXian mengetuk pintu peti mati Lan WangJi dan mereka bersama lagi.

Saat itu, ZeWu Jun terhormat berkata pelan, "Kau tahu apa yang membuat WangJi tetap tenang dua tahun lalu?"

Lan SiZhui menyusut sudut matanya, air mata senantiasa mengalir di sana. "Tidak tahu, Tuan."

Lan Zongzhu itu tersenyum lembut, "Karena sebelum kematiannya, Wei Gongzi mengatakan aku mencintaimu."

Lan SiZhui—meski telah dewasa—tidak benar-benar memahami perkataan Lan XiChen hari itu. Yang dia tahu hanyalah kekosongan di hati, saat genap kedua orang tua angkatnya pergi menuju langit.

Tapi sekarang, Lan SiZhui paham betul. Tiada peduli bagaimana dunia memisahkan mereka, asam di gunung dan garam di lautan akan tetap bertemu dalam belanga jua.

Sungguh sebuah kisah romansa yang heroik dan penuh merah muda bukan?

Kini, setiap hari, dia akan pergi bukit di belakang sana, mondar-mandir membersihkan makam. Menyalakan lilin dan dupa, menabur bunga dan air suci. Kemudian berdoa. Terkadang ia berlama-lama duduk di lantai, memandang haru pada dua nisan yang berdampingan dalam satu pagar. Bibirnya sesekali bermonolog menceritakan keadaan dunia luar.

Ada juga Jin Zongzhu dan Jiang Zongzhu yang berkunjung, membantunya merawat makam. Sampai detik ini, makam itu tidak berubah dari awal di bangun. Tetap baru dan kemilau seperti dulu.

Pada tahun-tahun ini, Lanling Jin dan Yunmeng Jiang berkembang pesat. Melahirkan banyak talenta berbakat yang tersebar di mana-mana untuk menebar kebajikan. Begitu juga Gusu Lan, lambang awan melayangnya begitu di sanjung masyarakat.

Tanpa jasa-jasa pendahulu mereka, tidak mungkin dunia kultivasi bisa seperti sekarang. Tanpa penelitian kedua orang tua kandungnya, tidak mungkin kultivasi setan di pelajari dengan aman.

Nama-nama kultivator pada waktu itu telah bersanding dengan Lan An, Wen Mao, BaoShan Sanren dan tokoh legendaris lainnya. Prestasi mereka tercatat dalam banyak buku sejarah dan perkamen.

Lan SiZhui menatap bagian dalam Jingshi sekali lagi, memastikan tidak ada debu yang menempel. Tiap inci ruangan ini menyimpan kenangan tentang orang tuanya, bagaimana mungkin Lan SiZhui akan meruntuhkan itu?

Di kejauhan, Hanshi Lan Zongzhu dari generasi sebelumnya masih berdiri kokoh. Khusus untuk kedua giok kembar itu, ruangan mereka diisolasi dan dilestarikan. Lan SiZhui yang sekarang menempati ruangan bekas Lan Qiren dulu.

Ah, rasanya baru kemarin aku seperti ini. Batin Lan SiZhui.

Lan SiZhui praktis jauh lebih tua daripada Jiang Zongzhu dan Lan Zongzhu yang sekarang. Lan JingYi dan teman-teman seangkatannya menjelma menjadi tetua di klan, mengajar murid-murid dengan pendoman kebenaran tiap harinya.

Setelah puas dengan lamunannya, SiZhui mengunci Jingshi dan beralih guna makan malam. Usai makan malam, tangannya disibukkan oleh kertas para murid.

Seseorang menghormat di luar pintu ruangannya, "Penatua SiZhui, ampuni karena telah mengganggu Anda. Saya datang membawa pesan."

"Masuklah,"

Murid senior itu menyerahkan gulungan kertas. Lalu bergegas undur diri karena tidak mau menginterupsi tetua itu lebih jauh.

Lan SiZhui membuka dan membaca isi surat bercap Lanling Jin tersebut.

Lan SiZhui, bulan depan adalah perayaan pesta keluarga klan Jin. Datanglah untuk merayakannya, ajak Lan JingYi juga. Mari kita mengobrol dan bertukar pendapat.

Pria itu menghela napas sembari tersenyum tipis, sudah sebulan mereka belum bertegur sapa. Akan lebih baik jika menghadiri undangan Jin Ling, sekedar melepas rindu akan nostalgia.

Bersama Lan JingYi dan Jin Ling, ia melewati banyak momen bersama... Bersama... Kedua orang tersebut.

Ah, SiZhui merasa dirinya terlalu banyak merenung. Pembaringan akan terasa nyaman untuk mengistirahatkan otaknya yang letih.

Hingga hari ini, tiada sedetik pun SiZhui tidak merindukan kedua orang tua angkatnya. Sebelum terpejam, ia memanjatkan doa yang selalu terulang tiap malam.

Semoga HanGuang Jun dan Senior Wei beristirahat dalam damai dan bahagia di alam baka sana.

***

Hai, maaf saya udah bikin ff baru tanpa update ff lama. Ide di otak ini sungguh menuntut untuk disalurkan *sobs*

Saya harap kalian menyukai fic pendek ini. Paling banter 3 chapter doang hahaha. Kenapa dibikin pendek, ga kayak fic saya yang lain?

Biar kerasa bapernya gitu //author digebukin//

See ya! ( の •̀ ∀-)و

Kisah di Balik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang