and i'm sorry.

1.2K 172 70
                                    

Jimin mendesah saat merasa ponsel di sebelahnya bergetar. Tangannya bergerak mencari-cari benda dingin itu hingga akhirnya matanya dibuka dan ikut digunakkan. Setelah berhasil menemukan dan memegang ponselnya, Jimin membuka kunci di layar ponsel dan mendapati satu pesan dari kekasihnya.

From: Kookoo
[Ji, mau makan malem di luar?
Aku jemput.]

Mendesah lagi, Jimin mendudukkan tubuhnya yang terasa lemah itu.

To: Kookoo
[Engga, Koo. Aku gak enak badan.]

Satu menit. Dua menit. Sampai lima menit masih tidak ada balasan juga. Enggan memikirkan yang hal yang tidak tidak--karena biasanya Jungkook langsung membalas--Jimin kembali membaringkan tubuhnya. Tidak butuh waktu lama, dan juga ditambah udara yang terasa dingin di sekitarnya, Jimin tertidur pulas setelah menyembunyikan tubuhnya di balik selimut tebalnya.







Jungkook memang tidak langsung membalas pesan Jimin saat itu. Kekhawatiran terlalu menguasai dirinya hingga tidak sadar, tanganya mengemudikan mobil ke arah apartemen Jimin. Begitu sampai dan memasuki apartemen seperti biasa, Jungkook disambut suasanya yang sepi dan gelap. Sebelum pikiran lain mengambil alih dirinya, Jungkook melangkah dan memastikan bahwa Jimin hanya terlelap dan lupa untuk menyalakan lampu di seluruh ruangan.

Jungkook menekan saklar lampu kamar Jimin dan memang di sanalah kekasih mungilnya berada. Tertidur dengan sedikit melipat badannya, sehingga badannya yang kecil terlihat semakin kecil. Terlihat semakin rapuh. Jungkook menghela nafas lega, kedua kakinya kemudian dibawa mendekat ke arah ranjang milik Jimin.

Ketika dirinya baru saja mendudukkan diri di sisi ranjang di mana Jimin tertidur, lagi-lagi dia menghela nafas. Melihat meja nakas dipenuhi dengan piring kotor, gelas dan botol minum, membuat Jungkook bertanya-tanya mengapa kekasihnya itu tidak mengabarinya sama sekali. Mengabari kalau dirinya sedang sakit dan minta ditemani. Karena kalau Jungkook boleh jujur, dia tidak seperti Jimin yang biasanya.

Mengalihkan pandangan, kini Jungkook menatap sesosok malaikat yang satu tahun ke belakang membuat hidupnya menjadi lebih berarti. Malaikat tanpa sayap yang menyayangi Jungkook apa adanya, menemani Jungkook dan mempercayainya sepenuh hati. Sebelah tangannya terulur untuk merapikan rambut yang menghalangi mata Jimin, menyingkirkannya perlahan dan mengelus kantung matanya yang sedikit membengkak.

Apakah Jiminnya menangis?

Usapannya turun ke bawah, ke pipi dan berakhir di bibir bawah Jimin. Ibu jarinya terus bergerak hingga membuat Jimin sedikit terusik. Jungkook ingin menyentuh bibir ranum yang sedang pucat itu, tidak peduli dengan suhu tubuh Jimin yang meninggi, Jungkook ingin menggunakan kesempatan yang dimilikinya. Sebentar saja.

Maka tanpa menunggu lagi, dia menunduk. Menempelkan bibirnya pada bibir Jimin, dan membisikkan kata-kata penenang agar kernyitan di dahi Jimin menjadi hilang. Jungkook mengangkat kepalanya sebentar dan kembali mencium kekasihnya, kali ini di bagian pelipis. Merasakan bagaimana suhu panas dari kulit kekasihnya merambat pada bibir Jungkook. Sedikit banyak membuatnya merasa bersalah karena tidak menemui kekasihnya selama dua hari.

*

*

*

Jimin masih belum juga bangun di satu jam pertama Jungkook menemaninya. Dan karena tidak ingin menganggu waktu istirahat Jimin, lelaki tampan itu membiarkan kekasihnya tidur semaunya.

Rokok sudah Jungkook habiskan beberapa batang. Bukan hanya karena bosan menunggui kekasihnya bangun, tetapi juga merasa penat dengan beban yang terus membayangi hidupnya, berputar-putar di pikiran seakan minta untuk diselesaikan secepatnya.

[COMPLETED] sorry, love • kookminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang