hey.

1.5K 172 23
                                    

Park Jimin, seorang modern dancer berusia 25 tahun, mengaku belum pernah memiliki perasaan tertarik pada orang lain--sesama maupun lawan jenisnya. Dikelilingi sahabat-sahabat yang begitu menyayanginya membuat Jimin merasa cukup, tidak haus akan kasih sayang sosok lain yang selalu dijadikan bahan candaan oleh mereka. Jimin terbiasa bersyukur dalam hidupnya dan hal itu membuatnya selalu percaya pada Tuhan, bahwa jikapun ada orang yang ditakdirkan bersamanya, dia akan datang dengan sendirinya.

Hoseok, Seokjin dan Taehyung adalah sahabat yang selalu menemani dan menyayanginya. Mereka saling menjaga satu sama lain, saling mendengarkan dan saling mengingatkan. Jimin tidak tahu apa yang dilakukannya di kehidupan sebelumnya sehingga mendapatkan sahabat-sahabat yang baik dan perhatian seperti mereka. Namun, meski begitu, dia tetap menjaga sebaik-baiknya segala yang dia miliki saat ini, karena siapa tahu kehidupannya akan berubah tanpa dia kira?

*

*

*

Biasanya, Jimin akan meminta ditemani pada salah satu sahabatnya setiap kali dia akan pergi. Entah untuk melepas penat, belanja atau hanya sekadar membeli kopi di coffeeshop yang tidak jauh dari tempatnya tinggal. Namun siang itu Jimin memutuskan untuk pergi sendiri--sadar akan kesibukan masing-masing sahabatnya--meskipun nantinya dia harus tahan untuk ditegur karena tidak mengabari satupun temannya.

Ah, ya.. Park Jimin itu anak semata wayang dari pasangan kaya di Korea. Hanya saja, status dan keberadaannya disembunyikan, demi kebaikannya sendiri. Dan Jimin tidak masalah dengan hal itu, selama kedua orang tuanya merasa tenang dan aman. Maka untuk mengurangi kecurigaan, alih-alih menyewa bodyguard untuk anaknya, Tuan dan Nyonya Park lebih memilih untuk menitipkan anaknya pada Hoseok, Seokjin dan Taehyung. Mengingat bagaimana anak kesayangannya pernah hampir diculik pada saat umurnya masih empat tahun, mereka tidak ingin Jimin hidup tanpa pengawasan, pun penjagaan yang terlalu berlebihan.

Memang bukan untuk tujuan yang penting Jimin keluar dari apartemennya siang itu, dia hanya merasa bosan dan membutuhkan buku baru untuk bahan bacaannya mengisi waktu luang. Dengan setelan kasual seperti biasanya--jeans hitam panjang, sweater dan sneakers--Jimin membawa langkahnya menyusuri trotoar untuk mencapai toko buku langganannya. Lima belas menit merupakan waktu yang cukup cepat untuk ditempuh oleh kaki jenjang milik Jimin.

Suara bel berbunyi ketika Jimin sedang asik membaca dan memilah buku-buku bergenre fiksi. Kepalanya menoleh ke kanan, melihat seorang lelaki baru saja masuk dan langsung melenggang ke arah kumpulan buku...tutorial musik? Jimin kemudian mengendikkan bahunya karena kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda. Puas dengan pilihannya, dia langsung berjalan menuju kasir setelah menghabiskan waktu sekitar tiga jam di antara rak-rak buku yang tinggi.

Bruk.

"Eh, sorry."

Jimin membungkuk untuk mengambil buku-bukunya yang terjatuh, mengabaikan permintaan maaf dari orang yang baru saja menabraknya. Dengan sengaja. Jimin tahu karena sebenarnya dia sadar jika sedari tadi, orang itu memerhatikannya. Orang yang sama dengan yang dilihatnya masuk tadi.

Ketika keduanya telah berdiri berhadapan, lelaki itu mengusap tengkuk lehernya pelan. Kentara sekali sedang merasa gugup. Jimin hanya menatapnya polos dengan mata yang mengedip lucu.

"Sorry, ya. Gak sengaja."

Masih tidak menjawab, Jimin mengangguk.

"Ehm- sebagai permintaan maaf... can I buy you a drink?"

Menaikkan sebelah alisnya, Jimin kemudian memiringkan kepalanya sedikit. Sepertinya, perkataan sahabat-sahabatnya ada benarnya. Beberapa orang akan berani bertindak konyol hanya untuk bisa mengobrol dengannya. Mungkin lelaki di depannya termasuk ke dalam daftar orang pertama karena selama ini, tidak pernah ada yang berani mencoba jika Jimin dikelilingi sahabat-sahabat posesifnya.

[COMPLETED] sorry, love • kookminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang