#CINTA_TITIK_NOL
Siang yang terik di bulan Agustus. Penghuni lapas masih tengah bercengkerama sesukanya di jam-jam siang. Mereka habis menerima pembinaan rohani di aula. Seorang ustaz didatangkan untuk menyiram jiwa mereka. Ceramah siang selepas zuhur.
Hanya ada satu-satunya aula yang bisa digunakan di situ. Sholat di situ, main catur atau alat musik seadanya di situ, bahkan senam poco-poco pun di situ. Kontradiktif yang dimaklumi bersama. Benar-benar lapas yang terbatas.Menjelang sore jendela-jendela kamar dibuka agar penghuninya bisa menghirup udara segar. Angin menyeruak masuk menerobos ikut bercengkerama. Dalam blok khusus wanita yang didiami oleh 80-an kepala mereka sibuk meronce mimpi atau ketawa ketiwi menghibur hati yang kusut.
"Geyda!" Gadis dengan rambut berkuncir itu matanya ikut mengerjap melihat Mak Sur sesama penghuni lapas tergopoh-gopoh menghampiri dengan binar-binar gembira.
"Mak Sur gak usah lebay lari-lari begitu! Tak kasihan sama lemak-lemak di pinggang kamu pada berceceran!" seru Yatni penghuni lain yang tengah mengubek rambut perempuan yang duduk di depannya. Petan, alias cari kutu.
Yatni, perempuan dengan garis wajah tegas itu memang paling tajam lidahnya. Setajam silet. Dia masuk penjara karena ikut membantu jadi penadah dalam sindikat pencurian kendaraan bermotor di kampungnya.
Yang ditegur tetap cuek. Ia ingin segera menyampaikan berita itu.
Seolah teguran Yatni bukan lagi menjadi bahan debat kusir yang panas. Kali ini ia memaafkan ucapan Yatni. Kalau tidak, seperti yang sudah-sudah sebentar lagi bakal terjadi adu mulut yang efeknya melebihi perang dunia ketiga."Ada apa?" Geyda menatap Mak Sur sembari melipat mukenanya. Tiga tahun di penjara ia jadi tahu cara shalat termasuk jumlahnya ada lima sehari semalam. Bener-bener.
Sebelum masuk lapas meski yang namanya guru agama di sekolah datang seminggu sekali ke kelas tapi ceramah berbusanya hanya mampir di daun telinga tanpa sempat menerobos gendangnya dan bersarang di rumah siput untuk kemudian data yang terolah ia sampaikan ke otak atau menembus kalbunya. Dan Geyda merutuki kebodohannya sekarang.
"Gue baru dapat info penting dan menarik dari Pak Usep, petugas sipir barusan. Soal remisi 17 Agustus minggu depan. Selain berita remisi ada 10 orang yang dinyatakan bebas langsung."
"Apa menariknya Mak? Aku tak butuh remisi, bahkan kalau dinyatakan bebas. Aku sudah pasrah di lapas biar aku tinggal di sini saja sampai aku berubah pikiran." Geyda menjawab enteng kayak makan krupuk kalengan.
"Lu sarap ya Gey. Di mana-mana para napi pengen cepat-cepat keluar. Eh elu malah demen di tempat pesakitan begini. Ini benar-benar tempat bikin orang sekarat. Kita di sini sudah terlampau berjejal kayak ikan sarden busuk di kaleng!" Perempuan itu seolah menyayat bagaimana tiap hari harus antre untuk sekedar buang hajat. Mencium bau kebebasan sudah sangat berurat akar dirindukannya.
"Lah Mak Sur enak masih ada keluarga dan anak yang nungguin. Kayak gue? Satu-satunya keluarga mama gue malah mencebloskan gue ke lapas ini."
Ber-gue-gue sudah biasa ia lakukan di kamar itu meski terdengar tak sopan karena umur Mak Sur nyaris 50 tahun.Geyda mengingat kembali peristiwa naas tiga tahun lalu.
Sebulan setelah ayah dan ibunya meninggal karena kecelakaan mobil dengan truk tronton, tantenya yang bernama Gisela adik dari ibunya mengambil alih semua.
Geyda anak tunggal. Memang orang tuanya nggak kaya raya tapi rumah besar dengan 2 mobil bertengger di garasi lumayan bisa menjamin hidupnya beberapa tahun ke depan.
Sayang Gisela perempuan licik. Ia memanfaatkan kepolosan Geyda yang sejak kecil hidup dalam kemanjaan dan hanya tahu bersenang-senang.
Semua tabungan keluarganya pun dikuasainya. Entah darimana dia tahu. Hingga peristiwa sialan itu terjadi. Peristiwa yang membawa gadis itu mendekam di hotel prodeo di Kota Bogor dengan vonis 5 tahun penjara ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA TITIK NOL (SUDAH TERBIT)
General Fiction[SUDAH DITERBITKAN] Geyda dan Sabil dua anak muda yang baru dapat remisi bebas dari lembaga pemasyarakatan (lapas) dengan kasus masing-masing. Geyda yang sebatang kara karena ortunya sudah meninggal merengek pada Sabil pemuda yang sebenarnya tak di...