#CINTA_TITIK_NOL
Badan Geyda semakin panas. Sabil berusaha membangunkannya pelan, apalagi suara operator kereta mengumumkan bahwa sebentar lagi mereka sampai di stasiun akhir, Paledang Bogor.
"Gey,....bangun Geyda. Udah mau sampai."
Mata bulat itu membuka perlahan. Ia segera bergeser mengetahui kepala dan pundaknya ternyata bersandar di bahu Sabil. Wah! Geyda terkaget.
"Ma....af...."
"Udah nggak papa. Kamu sakit?"
Pertanyaan Sabil mewakili keprihatinannya.
"Kepalaku pusing, badanku panas sekali."
Sabil menatap wajah Geyda yang pucat.
"Nanti kita istirahat sebentar siapa tahu ada petugas kesehatan di stasiun," ujar Sabil trenyuh.
Ya Allah, mungkinkah ada ujian datang lagi. Belum tahu juga kaki ini hendak ke mana, kini ditambah lagi Geyda mendadak mriang begitu. Ia tak sanggup membayangkan jika Geyda sakit di jalan karena belum tahu ke mana hendak numpang.
Mau ditinggal sendiri nggak mungkin dan tak bakal tega. Ia memang punya urusan sendiri. Tapi bukankah ia juga sudah berjanji dalam hati akan menjaga sekuat tenaganya?
Sabil akhirnya membantu memapahnya berjalan di antara desakan penumpang yang ingin buru-buru keluar.
Mereka berhasil keluar dari mulut gerbong. Geyda berjalan perlahan. Bibirnya terasa kering dan pahit. Ia tak kuat menahan demam yang entah kenapa tiba-tiba menyerang. Mendadak pandangan matanya terasa kabur.
Tinggal sejengkal kakinya melihat bangku panjang di sudut stasiun namun serasa tak kuat lagi melangkah.
Dan....Bugg!!
Geyda terkulai jatuh. Sabil terkaget.
"Geyda!!" Teriakan reflek Sabil mengundang perhatian sekeliling. Suasana semakin riuh di antara jejakan kaki penumpang yang bagai dimuntahkan dari mulut gerbong.
"Petugas, nih ada perempuan pingsan!!" Terdengar seseorang berteriak kencang.
Sabil membalikkan badan Geyda. Gadis itu hanya diam tanpa ekspresi. Matanya mengatup dan kepalanya masih panas.
Ramai orang berkumpul mendekat dan membentuk lingkaran mengerumuninya.
"Ayo, kita bawa ke dalam Mas!" seorang perempuan dengan seragam petugas meminta untuk ikut membantu mengangkat dan membopong Geyda ke bilik bagian aduan penumpang.
Ramai-ramai akhirnya mereka membawa Geyda masuk.
"Kenapa ini Mas?" tanya seorang petugas wanita lain di dalam.
"Tadi di kereta mengeluh pusing, dan demam tinggi."
Sepertinya dia seorang dokter dari penampilan dan sikapnya. Ia memeriksa sesaat.
Petugas cewek pertama dengan kostum ala sekuriti membuka krah baju Geyda agar lega. Ia memberi bau-bauan ke hidungnya sambil kipas-kipasin. Tak lama mungkin sepuh menit kemudian badan Geyda mulai bergerak-gerak.
Sabil mengusap wajahnya dengan rasa tenang. Syukurlah akhirnya Geyda tersadar. Pingsannya nggak lama.
"Istri si Mas demamnya tinggi sekali, hampir 40." Sabil terperanjat.
"Mm...dia adik saya, Bu."
"Oh, kukira. Saya rujuk ke rumah sakit ya. Biar langsung penanganan UGD. Wajahnya sangat pucat dan terlihat lemas."
"Kebetulan ada ambulans tuh, Dok" ujar petugas satunya lagi yang masih duduk di samping Geyda.
Terlihat kepala Geyda menggeleng. Sabil pun mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA TITIK NOL (SUDAH TERBIT)
General Fiction[SUDAH DITERBITKAN] Geyda dan Sabil dua anak muda yang baru dapat remisi bebas dari lembaga pemasyarakatan (lapas) dengan kasus masing-masing. Geyda yang sebatang kara karena ortunya sudah meninggal merengek pada Sabil pemuda yang sebenarnya tak di...