00 | agam

15 4 2
                                    


Cahaya matahari telah menyapa gadis itu yang sedari sudah bersiap-siap untuk menjalankan aktivitasnya yang membosankan tiap harinya. Dengan memakai seragam atasan putih dan rok biru muda selutut secara acak-acakan. Kaos kaki pendek di bawah mata kaki, sepatu hitam, tak lupa rambutnya yang hanya sempat disisir.

Topi, dasi juga sabuk hitam sengaja tak ia kenakan karna malas mencari, lagipula ia yakin 100% bahwa benda-benda tersebut tlah hilang ditelan bumi. Upacara? Palingan hanya disuruh maju kedepan lapangan dan diberi hukuman oleh guru bidang tanse. Setidaknya dengan diberi hukuman, ia tidak belajar pelajaran pertama dan kedua yang begitu membosankan.

Andira menatap ke dirinya sendiri di cermin. Bibir pink-nya sungguh akan menarik perhatian orang-orang. Warna bibirnya itu murni, namun ditambahkan lipbalm color saja untuk lebih memikat. Rambut coklat tuanya dibiarkan tergerai, iris mata hitam pekatnya tak kalah menarik, tanpa pakai softlens.

Tiga menit Andira bercermin, tak sadar bahwa Agam—kakak kandungnya—sedang kesal menunggu adiknya yang tidak kunjung datang. Agam sudah kuliah, baru masuk kuliah dan masih menjadi maba alias mahasiswa baru.

Agam dan Andira berbeda 2 tahun. Jujur, sebenarnya Andira tidak mau mempunyai seorang kakak, begitu juga Agam, ia tidak mau mempunyai seorang adik, apalagi model adik seperti Andira. Menurut Agam, Andira itu menyusahkan. Masa-masa di mana Agam masih menginjak bangku SD dan SMP, ia dan Andira memakai jemputan sekolah untuk berangkat ke sekolah tiap pagi dan tiap pulang sekolah.

Semuanya telat gara-gara Andira seorang. Gadis itu selalu menjadi bahan omelan supir jemputan, bahkan ia pernah diancam. "Kalo kamu telat lagi, saya gak segan-segan bilang ke orang tua kamu untuk ajarkan anaknya disiplin!" Kurang lebih begitu ancamannya.

Namun tetap saja, Andira berulang-ulang melakukannya. Sampai Agam memasuki SMA, ia mulai belajar untuk mengendarai mobil dari nol sampai sekarang. Alhasil Andira selalu diantar sekolah oleh Agam walau hati kecilnya masih belum bisa menerima fakta menyebalkan itu.

Bukan Agam yang ingin Andira untuk menumpang di mobilnya seolah-olah Agam seperti supir pribadi, namun yang menyuruh semua ini adalah Sandra—ibu dari kedua bersaudara tersebut. Alasannya biar hemat uang, Sandra malas untuk mengeluarkan uang beratus-ratus ribu untuk membayar jemputan sekolah. Apa susahnya mengantar Andira ke sekolah setiap pagi dan menjemputnya setiap petang? Kerjaan Agam sehari-hari ialah bangun tidur, main games, makan, mandi, kuliah, selesai kuliah kemudian main games lagi hingga lupa waktu. Setiap ada temannya yang mengajaknya pergi keluar rumah, jika ia sudah ketagihan main games, ia akan menolak ajakan temannya tersebut.

Alih-alih ke Andira, Andira sama sekali tidak merasa bersalah telah merepotkan kakaknya. Apa yang salah? Bukankah itu kewajiban kakak untuk menjaga dan menemani adiknya setiap saat? Agam saja yang terlalu tinggi hati, pelit pula.

Andira akui kalau Agam memiliki paras wajah yang tampan. Tetapi sifat Agam yang terlalu egois dan sering kebawa hati itu sangat menjengkelkan Andira. Rasanya Andiraq ingin membuang Agam jauh-jauh dari hidupnya dan menikmati hidupnya tanpa gangguan sama sekali.

"Oi setan! Cepetan, gue mau makan bubur!" Sahut Agam dari luar pintu kamar Andira. Andira menghembuskan nafas kasar.

Ia mengambil tas ransel Jansportnya lalu membuka pintu kamar dengan perlahan. Di depan pintu memperlihatkan Agam yang memasang raut wajah sangar seolah-olah ingin membunuh Andira detik ini juga. Andira mendorong Agam pelan untuk tidak menghalangi jalan dan beranjak ke pintu keluar rumah. Ia tidak sarapan di rumah.

Bi Inem, pembantunya sedang izin tidak berkerja karena anaknya terkena penyakit yang cukup parah. Jadi mau tak mau Andira harus menyiapkan uang 10 ribu agar bisa membeli sebungkus nasi uduk di kantin. Sandra? Wanita paruh baya itu sedang menjalankan karirnya di luar kota. Sekarang, penghuni rumah ini hanya berisi 2 orang itupun terkadang Agam sendirian di karenakan Andira yang sering pulang malam.

Lost ControlWhere stories live. Discover now