1. papah

66 3 0
                                    

Maaf kalau ada typo.

Sebelum baca sebaiknya vote terlebih dahulu. Setelah itu baru comment.
Hargai lah karya seseorang dengan memberikan bintang dan saran.

Langit sudah gelap bintang sudah bertaburan di atas langit menemani kesendirian bulan.

Flourina masih setia duduk disofa ruang tamunya. Kini jarum jam sudah menunjukkan pukul 12 malam tetapi sosok yang ia tunggu sejak 4 jam yang lalu belum juga menampakkan batang hidungnya.

Matanya sudah memerah dan mulutnya sejak tadi menguap tak henti menahan kantuk yang melandanya sejak tadi.

Flourina membaringkan badannya ke sofa dan mulai memejamkan matanya untuk sejenak.

5 menit...

10 menit...

15 menit...

Sampai terdengar decitan pintu utama terbuka. Flourina membuka matanya dan melihat kearah pintu yang mulai terbuka.

Flourina menegakan badannya saat melihat sosok yang sejak tadi ia tunggu. Flour berjalan kearah sosok yang ia tunggu.

"Papah kenapa baru pulang?" tanya Flour

Andri— papah Flour tak mendengarkan ucapan sang anak tunggal. Andri tetap melangkahkan kakinya menuju kamar.

Melihat sang papah selalu menghiraukan nya, secepat kilat Flour menahan lengan papahnya.

"Papah belum makan kan? Sebaiknya kita makan dulu aja pah," ajak Flour.

Andri melepaskan tangan sang anak dari lengannya dan memilih melanjutkan langkah nya yang tertunda.

Lagi-lagi Flour menghalangi langkah sang papa. "Papah. mau kopi?" tawar Flour.

Andri terlihat menahan amarahnya, ia mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras, tatapan yang ia berikan kepada Flour tatapan yang sulit Flour artikan.

Tetapi Flour tahu bahwa sekarang papahnya menahan amarah. Menahan amarah yang tak Flour ketahui penyebab nya.

"Sebaiknya kamu jangan sok perhatian kepada saya. Dan jangan kamu sekali-kali berani mengatur saya. Saya juga tak sudi jika kamu panggil saya sebutan papah dan kamu jangan berani menampakan wajah kamu yang menjijikan itu!" Andri melangkahkan kakinya menaiki anak tangga. Saat Andri di tangga yang ke 3, dia mendengar suara isak tangis dari seorang gadis yang sempat berbicara dengannya.

"Hiks... Apa salah Flour pah? Kenapa hiks... papah benci dengan Flour? Apa tak ada sedikit pun rasa kasih sayang papah buat Flour? Flour kangen dengan papah yang dulu? Hiks... Flour kangen papah." Flour terduduk dilantai dengan air mata yang masih mengalir.

Ada rasa yang menganjal hati Andri saat melihat sang anak nangis tersedu-sedu ingin dia memeluk sang anak, tetapi ego nya lebih tinggi dari pada perasaan terhadap sang anak.

Dengan sekuat tenaga Andri melawan kata hatinya, dengan cepat dia berlari menuju kamarnya agar hatinya tidak luluh saat mendengar isak tangis itu lagi.

Flour melihat sang papa yang tak menoleh ke arahnya. Hatinya begitu sangat menyakitkan saat melihat sang papah yang dulu sangat hangat sekarang malah begitu sulit untuk digapai.

Hatinya bagai tersayat beribu pisau. Flour mengingat semenjak mamah nya pergi entah kemana papahnya begitu berubah.

Tak ada lagi pelukan, tak ada lagi tatapan hangat yang diberikan papahnya. Hanya ada tatapan kemarahan dan kebencian.

Bi Inem mendengar suara isak tangisan berasal dari ruang tamu. Ia segera pergi melihat keadaan.

Saat bi Inem sudah berada di ruang tamu ia melihat majikan mudanya yang sedang terduduk di lantai dengan keadaan yang kacau.

CANSADOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang