part 2

54 8 1
                                    

Rindu (pov)
Ngebantah kamu! Jangan sok Dewasa kamu!

Jtakk!
"au!" sambil mengelus jidat

"hedeh, lagi lagi kamu."
"kenapa aku?" sambil melihat sekitarnya
"terus siapa lagi kalau bukan kamu! Udah aku bilang Li, jangan pernah melihat masa laluku."
"kenapa? Apa aku salah?"
"jangan mentang kamu bisa menusuri hidup aku, dengan itu kamu bisa dengan seenaknya buat ngelihat masa lalu aku"
"aku itu kamu Rin, aku itu kamu!"
"aku? Kamu cuman makhluk yang selalu ada di samping aku"
"sejak kapan?" tanyanya padaku
"sejak kecil, ayolah Li. Aku ini indigo"
"tapi kenapa kamu seolah ga pernah ngelihat aku"
"karna aku ga percaya sama hal gituan Li"

Mungkin aku orang bodoh, bicara sendiri. Kalian tau, semua yang aku katakan seolah semu bagi mereka. Bagaimana tidak, berwujud saja tidak. Itu kenapa, aku sejak dulu tak pernah mengatakan bahwa aku seorang anak indigo.

Ya, dia Lili. Aku beri nama saja begitu, anak keturunan jepang. Sekitaran umur 10 tahun. Dia meninggal karna kekerasan yang dilakukan ayahnya semasa itu. Itu kenapa dia selalu kepo dengan masa laluku. Terutama Angga.

Hmmm, bicara tentang dia lagi

"stop! Udah ah, ga usah bahas dia bego" ucap Lili
"kenapa?"
"ayolah Rin, kalau memang bener Angga itu ada. Mana buktinya, lo itu cuman terjerat dalam cinta yang semu"
"lo tau, hati lo itu kayak cangkang telur"
"cangkang telur?" tanyaku
"telur unta bego! Yang di injek ga bakal pecah. Harus di bor dulu. Sama kayak perasaan lo sama Angga. Rin, bilang ke gua, siapa yang bisa jamin Angga itu ada"
"lu"
"aku aja ga percaya Rin, dia itu cuman bagian dari ilusi kamu"
"itu menurut kamu kan?"
"lantas kamu percaya"

Aku terdiam, aku berfikir. Lili mungkin benar. Mungkin saja Angga itu bagian dari ilusiku, tapi ntah mengapa. Ada bagian dari firasatku, mengatakan dia itu nyata. Dia Angga, bukan semacam Lili.

"kenapa kamu diam? Kamu aja ga masih bingung kan sama keputusan kamu itu. Come on lah Rin, apa dengan menyakiti banyak cowok bakal buat Angga nyata dan ada buat kamu lagi. Ngak! Kamu salah, buka hati kamu."
"aku percaya Angga ada Li" jawabku bersikeras
"terserah kamu!" dia langsung enyah dari hadapanku seketika. Ya aku tau dia marah, tapi jujur. Aku percaya Angga itu nyata. Soalnya aku masih bisa lihat tanda kehidupan di aura dia.

Jdarrr!!
Petir menyambar tanah dengan gelegarnya, lantas hujan seakan peka akan perintahnya. Pagi itu, sebangunku dari tidur. Dunia seakan tak sama, angan ku kembali lagi. Bingkai foto di meja kecil itu membuatku terdiam

"aku mau kita cerai mas, sekarang kamu mau pukul Rindu. Besok kamu bunuh dia. Udah cukup kamu siksa aku"

tikk!
Bingkai kaca itu basah dengan air yang keluar dari mataku, panggil saja air mata. Hufff, ia. Dia ayahku, dulu. Sekarang tidak, goresan di dahi ini. Memang karnanya. Tapi, aku merasa bayang itu terus saja menghantui pikiranku tiap kali aku melihat foto ini

"AAAA!!"

brakk!!
Pecah sudah bingkai itu, aku benci dia. Sebagaimana yang mama lakukan padanya, dia bukan ayahku. Dia hanya psikopat yang menyamar dalam hidupku.

"Rindu!" derap kaki panik itu mulai mendekati kamarku, hingga seorang wanita paruh baya membuka kamarku, melihat pecahan kaca yang menancap di lutut dan telapak tanganku. Sungguh, itu tak seberapa sakitnya daripada apa yang sudah ia lakukan padaku dan mama.
"kamu kenapa sih Rin, ayo bangun. Mama obatin luka kamu"
Seketika aku memeluknya, wanita 34 tahun itu.
"mama, bilang sama Rindu kalau Rindu ga akan pernah mau punya ayah"
"iya, udah buruan. Ntar infeksi tu luka kamu"

Semesta, aku mohon. Jangan kirim aku laki laki yang seperti ayah yang menyakiti mama. Aku tak ingin!
Hujan menerjang semesta dengan hebatnya, ntah sisi mana yang membuat ia ingin kembali jatuh. Lagi dan lagi. Plester itu membalut kening, tangan dan lulutku. Besok apalagi?
Pagi itu, mama menyuguhku dengan susu coklat panas dan sanwich. Masih beruap, menyeruput dingin sebab suhu semesta. Tak nafsu, sungguh. Barang kali aku bisa mengutuk semesta, tapi apa salahnya?

Rintik hujan itu mengalun dengan indah, melintasi kaca jendelaku. Menilik hingga beruap, lantas ku seka dengan tanganku. Kutulis hal yang aku suka. Angga.

Di bumi bagian mana kau sembunyikan dia semesta, atau mungkin dia sudah pindah planet karnaku.
Hah, lucu sekali. Seperti main petak umpet. Dimana aku penjaganya, dan ya. Kamu berhasil membuatku mencari.

Hari ini, cukup terucap saja. Tanganku cukup ngilu jika untuk dibawa menggenggam pena. Hmmm, sunyi. Tak seperti lalu lalu,

Dreett
Sebuah notice wa masuk,
Awalnya tak ada yang aneh, hingga akhirnya
"kamu siapa? Aku kembali?"
Aneh, dia yang chat aku. Terus dia yang nanya aku siapa. Memang, aku baru pindah ke Bali beberapa hari yang lalu. Ya alasannya karna psikopat itu. Mama tak betah katanya, wajar jika ada nomor baru yang chat aku. Sempurna. Tak ada nama penggunanya dan profile nya, ah. Mungkin orang iseng saja, tunggu. blok A no.27. Itu alamat rumahku di jakarta, hah. Lucu sekali, siapa sebenarnya yang sedang mengerjaiku, cukup sudah.

Me: kamu siapa?

08xxxx: andai saja aku juga tau.

Aneh, dia saja tidak tau kenapa chat itu tertuju padaku. Huff, ku harap tak akan ada kata selanjutnya untuk awal yang aku saja tidak tau kenapa harus ada.

Yuhuuu guys, author kembali. Sorry ya, udah lama ga up. Maklum, banyak kegiatan. Tp makasih buat yg udah baca + ngasih bintang. Makasih banyak, jangan bosen buat nunggu kelanjutan ceritaku yang ga masuk akal ini (kayak penulisnya_-). Tunggu part selanjutnya 👌

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang