part 4

30 6 9
                                    

Author (pov)

Kini, perlahan Rindu akan berusaha. Atau mungkin dia yang akan datang, menepis segala omongan yang mengatakan seorang Rindu itu gila.

Rindu (pov)
"Rindu Ghisayli!" panggil bu Rosa padaku

"saya bu" aku langsung mengangkat tangan ku dengan jantungku yang mau copot rasanya

"ikut saya ke kantor"
Oke. Aku berusaha baik baik saja. Berharap akan ada hidayah yang datang menghampiriku. Ayolah, aku masih ingin selamat.

*****

"apaan lo liat liat!" cletuknya padaku

"lo itu juga di hukum bego. Bantuin kek malah duduk aja di sana" ucapku yang memandangnya dengan geram.
Rasanya ingin sekali aku lempar dengan tangkai pel ini.

"ngomong kek kalau mau ditolongin tu, lu diem aja dari tadi"

Ia langsung bangkit dari duduknya dan menghampiriku. Mengambil alih kain pel yang semula berada di tanganku kini beralih ke tangannya. Aku hanya tercengang, aku bingung. Dia ini, baik tapi jahat. Dia mulai beraksi dengan perintahku, mengepel aula sekolah yang sebesar ini. Cuman berdua.

"kok jadi lu yang bengong sih, sini bantu gua njirr"

"oh iya iya"

Selama mengepel lantai mataku terus saja tertuju padanya.

"Tapi kalau di liat liat dia ganteng juga ya. Eh ga, ga mungkin." Aku menggelengkan kepalaku, ga mungkin cowok aneh itu bisa aku bilang ganteng. What! Apa kata dunia, aku sudah memakinya namun aku yang memujinya. Ga mungkin, tapi ntah kenapa muka dia itu ga asing. Aku seperti pernah bertemu dengannya tapi aku lupa di mana. Oke, sekarang aku udah mulai ngawur

"woyy!!!" dia mengangetkanku

"lo ngapa sih liat gue terus, ntar suka mampus lo"

"idih pede amat lu" ucapku dengan memasang muka jijik padanya

"udah buruan beresin noh"

"iya iya bawel" ucapku kesal padanya, sedang dia dengan seenaknya pergi seolah tak ada niat untuk menolongku sama sekali untuk mengangkat semua barang barang ini.
"woyy, mau kemana lo" jeritku yang melihat ia mulai meninggalkan aula itu

"ntar gua balik lagi" ucapnya tanpa rasa bersalah

Ah sudahlah, mau dia tidak kembali sama sekali aku rasa itu tidak menjadi masalah. Hanya mengangkat kardus kardus tidak seberapa ini ke belakang dan tugas ku selesai. Oke, tidak akan lama.
Dengan gayaku yang sok sok an, aku menghampiri kardus itu dan mencoba mengangkatnya
"what!! Gila, ni kardus apa batu berat amat" namun aku masih tetap berusaha mengangkat kardus itu meski dengan jalan terbata bata karna beratnya.

Brakk!!!
"au!!" aku meraba keningku yang sempat terbentur panggung aula itu dan aku melihat jidatku berdarah.
Kepalaku mulai pusing, aku melihat penyihir itu berlari menghampiriku. Aku masih bisa melihat muka cemasnya, tapi kepalaku semakin pusing

Jlebbb

Aku lupa apa yang terjadi setelahnya, yang aku tau ketika aku sadar aku hanya melihat seperti langit langit UKS dengan. Ya, penyihir itu yang sedang tertidur di kursi dekatku. Sungguh, kepalaku pusing dan aku ingin bergerakpun takut membangunkannya. Aku melihatnya lebih lama, mata itu, kenapa dia seperti tak asing bagiku, aku mencoba menusuri masa lalunya. Namun yang kutemui hanya kecelakaan besar yang ia alami. Tidak ada hal yang membuat aku merasa dia begitu dekat denganku, bulu matanya yang lentik dan lebat membuat aku enggan berpaling melihatnya. Oh tuhan, tolong jangan dia.
Tak lama setelahnya dia mulai bangun, aku langsung mengalihkan pandanganku

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang