Meet

13 1 0
                                    


   Pintu kamar mandi itu terbuka setelah sekitar lima belas menit yang lalu seseorang memasukinya. Muncul seorang gadis, dengan seragam sekolah dan sebuah handuk di tangannya untuk mengeringkan rambut kecoklatannya yang basah sembari bersenandung kecil.

   Ia memandang lama pantulan dirinya di cermin, ia terlihat tersenyum sumringah , Cantik seperti biasa . Ia mungkin cukup berbangga diri karena diri nya memiliki paras yang cukup cantik . Mata  berkelopak ganda indah yang jarang ditemui, , hidung mancung dan dagu vline yang tegas ,tentu semua itu tanpa campur tangan meja bedah, Wajah nya terlihat sangat segar dan manis tanpa sapuan make up berlebih.

    Beberapa detik kemudian pandangan nya beralih memandangi jam weker yang berada diatas nakas tempat tidurnya, ia mendelik setelah tau jarum jam  menunjukan pukul delapan kurang sepuluh.

"Matilah ! Aku terlambat” .Gadis itu memekik sangat keras. “Aku bahkan belum sarapan pagi  ini, menyebalkan”. tanpa membuang waktu lagi Gadis itu segera berlali keluar rumah melewati meja sarapan  begitu saja.

"Ibu ,Ayah !aku berangkat!!" Gadis itu berteriak tanpa menolah sedikit pun kearah meja makan.

" Yaa tunggu  ! Makanlah rotinya dulu paling tidak agar perr-ut. Ucapan Nyonya Kim terpotong. Terlambat. Gadis yang diteriakinya sudah menghilang. Nyonya Kim mendengus pelan, berteriak kencang pun percuma karena anak gadisnya itu sudah melesat dan menghilang setelah deburan keras pintu terdengar.Tuan dan Nyonya Kim hanya tersenyum dan menggeleng gelengkan kepala.

   Ya, nama gadis itu adalah Hana. Kim Hana. Hana adalah tipikal gadis yang ambisius, sedikit dingin dan punya hobi aneh serta narsis yang sungguh diluar batas~kewajaran tapi dia juga bukan tipe orang yang suka mengandalkan orang lain, terlebih ayahnya. Sekaya apapun ayahnya, gadis itu tidak mau bernilai hanya lantaran mewarisi harta ayahnya. Intinya, ia ingin hidup mandiri. Jadi, satu-satunya harapan adalah dirinya sendiri. Maka sebab itu, ia harus mengukir prestasi sebaik mungkin. Menempuh jenjang pendidikan setinggi-tingginya. Menunjukkan kepada semua orang jika ia tidak mudah diremehkan. Demi merealisasikan cita-citanya. Walau ia tahu, pendidikan tinggi bukanlah penentu kesuksesan, setidaknya pendidikan tinggi ini bisa digunakannya sebagai  investasi untuk menuju keberhasilannya kelak.. Dengan demikian, sebuah kesempatan mendapat beasiswa bersekolah di Universitas ternama akan terpampang nyata didepan mata. Orang-orang seperti Hana tak ingin mengeluarkan banyak uang untuk biaya sekolah. Yang ada dipikiran mereka adalah berusaha sekeras mungkin guna menggantikan nominal uang dan membayarnya menggunakan hasil belajar terbaik. Maka, tawaran-tawaran menguntungkan untuk bersekolah disekolah berkualitas akan datang dengan sendirinya.

Hana tiba didepan sekolah dan berlari dengan brutalnya.
”AH!” lagi-lagi gadis itu memekik. Namun lain hal, kali ini ia memekik kaget saat tubuh kecilnya itu dengan keras menabrak seseorang. Ia bahkan meringis kesakitan karena tangannya terasa ngilu di buatnya.
”Argghh—shh..” suara bariton pria itu memekik menggelitik pendengaran Hana.
Ia mendongak ketika mendengar rintihan lainnya. pria itu juga tengah menahan sakit. 
”Maaf, kau baik baik saja?"  Tanyanya hati-hati. Sejurus kemudian matanya sukses terbelalak saat mendapati tatapan tajam dari pria itu.
  Pria itu menatap lekat wajah terkejut gadis di depannya. Sebelah alisnya terangkat naik sembari pandangannya mengarah pada pakaian gadis di depannya yang tak cukup rapi. Tangannya terulur cepat, menarik blazer hitam yang tak terkancing seakan semakin berusaha membukanya.
”Apa yang akan kau lakukan?” Seru gadis itu terperanjat. Ia mencengkram kerah blazernya erat-erat. Wajahnya tampak panik. Apa ia sudah berurusan dengan pria itu? Apa pria itu akan menciumnya tiba-tiba seperti yang biasa ia lihat di drama-drama?
”Gadis ceroboh..” Pria itu hanya menyeringai sesaat setelah ia menemukan jahitan nametag di balik blazer hitam itu. Kim Hana, tertulis jelas nama gadis itu. dan seiring matanya bertemu padang dengan si pemiliki nama, jemarinya terampil mengancingkan kembali blazer hitam itu. terlihat lebih rapi dari sebelumnya.
Ia berbalik. Pria ia melangkah pergi satu langkah demi langkah meninggalkan Hana yang masih mematung di tempatnya, berikut pula pria itu meninggalkan segala tanda tanya di benak gadis itu.
Apa yang telah di lakukan lelaki itu? Untuk apa ia melihat nametagnya? Siapa namanya?
Mulai detik ini juga pria itu berhasil mengalihkan dunia seorang Kim Hana.
Dan tolong jangan lupakan debaran hebat yang melanda jantungnya sekarang ini, sungguh. pria itu perlahan memenuhi setiap neuron otak Hana hanya dengan kenangan kecilnya.
Sebuah senyum entah mengapa terulas begitu saja.

“Hei nona Kim apa kau sedang tersenyum sendiri?” Ciih dasar gadis gila” . Tau tau Nara dan Nami  sudah berada di samping Hana.

Nara dan Nami adalah sahabat Hana dari tahun-tahun lalu,  Mulanya kedua gadis itu secara terus terang  mendekati Hana dan ingin memulai sebuah pertemanan  ,Hana menolak dan berpikir bahwa ia tak butuh sorang teman namun tak di sangka kedua gadis itu malah terus menempel padanya  dari acara mengajak mengobrol atau gangguan-gangguan kecil sekedar membuat lelucon untuk Hana.  Hana mulai terbiasa akan kehadiran kedua teman barunya itu dan berpikir mungkin punya teman tidak terlalu buruk.

Nara.." panggil Hana lirih
“ Apa kau tau siapa pria itu? Hana masih memandang lekat objek pria tadi padahal pria yang dimaksud sudah menghilang dibelokan koridor.
“ Pria yang mana, kau ini bicara apa sih tidak jelas sekali, Nara mulai memutar bola matanya malas sambil mengibas ngibas tangan didepan wajahnya. Kebiasaan gadis itu.
“ Pria itu..” Hana mulai menggumam.
“ Pria dingin  tinggi dengan telinga lebar tapi dia tampan, sangat tampan..”
“Si dingin? Telinga lebar ? tampan? AH!  apa Park Chanyeol yang kau maksud?” Tapi sepertinya dia tidak pantas di sebut si dingin, dia lebih pantas disebut si tampan saja Oke. Bukah dia satu kelas denganmu? Ayolah Kim, bahkan teman sekelas saja kau sampai tidak tau, keterlaluan sekali..” Nara mencibir.

Mendengar Nara mengucapkan nama lelaki itu. Bodoh memang dirinya sampai tak begitu memperhatikan keadaan di sekitarnya. Nama teman sekelasnya saja ia tak tahu. Hana baru saja hendak berbalik meninggalkan Nara dan Nami masih dengan senyumannya, namun buru-buru gadis itu menghentikan langkahnya.
”Tunggu! Kau… Senyummu tidak biasa. Kau tidak menyukainya, kan?” Kali ini Nami yang bertanya. Hana menaikkan kedua alisnya saat mendengar pertanyaan itu.
Menyukainya?
Hey! Bahkan ia baru tahu namanya. Tapi apa iya dia menyukai seorang Park Chanyeol ?
Hana tidak tau persis mungkin jawabannya iya atau mungkin tidak atau mungkin saja  benar ia menyukai pria itu sejak 'pandangan' pertama.  hanya. mungkin.
“Sepertinya Park Chanyeol tidak terlalu buruk kan?.. Umm aku menyukainya tidak ya? Bagaimana jika iya ?”
Mulut Nara seketika memekik keras..
Nami bungkam, diam diam ada rasa sedikit kekawatiran di benaknya.  Jika benar  Hana menyukai Park Chanyeol lalu bagaimana dengan ia selama ini. Ia  menyukai Pria itu-Jauh sebelum Hana tentu nya, tidak, bukan hanya sekedar suka tapi rasa suka itu sudah tumbuh menjadi rasa cinta.
Berawal dari pertama kali pertemuan mereka Nami sudah amat jatuh hati pada sosok Park Chanyeol, menurutnya pria itu berbeda. pria itu mampu membuat debaran hebat didada Nami meskipun hanya lewat tatapan dingin pria itu, meskipun ia selalu diabaikan toh pada ahirnya tetap saja Nami menyukai pria itu malah semakin hari rasa sukanya itu bertambah.  Park Chanyeol adalah- Cinta pertama Nami.

“Ahhh astaga Kau.. Nona Kim apa kau sudah tidak waras, bodoh !”
Hana berbalik dan kemudian pergi meninggalkan Nara dan Nami.

Tidak ada yang tau bahwa kediaman Nami menyiratkan rasa kawatir yang amat sangat.

Like a river flows surely to the sea
Darling so it goes
some things are meant to be
take my hand, take my whole life too
for I can't help falling in love with you .

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang