Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun ketika aku terbangun ada cahaya putih menerangiku. Lalu perlahan aku menengok ke samping kanan namun hanya ada pintu yang tertutup. Kantong infus, lalu jarum suntik di tanganku. Infus?
“Akhirnya kamu sadar juga, papa sangat khawatir padamu”
Sejenak aku berpikir. Kejadian apa yang menimpaku hingga membawaku ke sini.
“Apa yang terjadi? Aku kenapa?”
“Kau kecelakaan seminggu yang lalu dan kau baru sadar dari koma.
Menurut dokter aku tidak mengingat hari kecelakaan itu tapi ingatanku yang dulu-dulu masih utuh.
Hari ini adalah sebulan setelah kecelakaan. Aku sudah melakukan aktivitas seperti biasa. Menjadi pekerja paruh waktu di sebuah café lalu mengajar anak panti di sore hari. Tapi sore ini aku tidak ke panti karena papa memintaku untuk menemaninya belanja. Hari ini adalah ulang tahunku jadi ia berniat memasakkan makanan untuk merayakan itu.
Saat ku edarkan pandangan tiba-tiba aku melihat keributan di sebrang. Seorang lelaki dan anak kecil yang menangis sedang kena marah oleh bapak-bapak. Sepertinya ia pengurus toko ini. Karena penasaran aku mendekat. Ternyata ada beberapa pecahan gelas dilantai sebelah mereka.
“Memecahkan gelas berarti anda terhitung membeli. Jadi saya minta ganti ruginya!” seru bapak itu.
Tapi lelaki itu terus menolak mengganti kerugiannya. Ia tidak sengaja melakukannya. Akhirnya pemilik itu marah-marah semakin memperkeruh suasana. Tangisan anak kecil yang bersama lelaki itu menggerakan hatiku untuk maju. Akhirnya aku mengganti kerugian mereka.
“Terima kasih, kakak baik sekali, siapa nama kakak?”
“Rena. Sama-sama. Lain kali hati-hati ya”
“Sebenarnya kak Eng yang jatuhin. Dia–
“Maaf kami harus pergi. Terima kasih” Lelaki berkacamata hitam itu langsung pergi menarik adiknya. Melesat bersama bus yang kebetulan lewat.
“Rena! Ayo pulang” Teriakan papa di pintu keluar parkiran menyadarkanku untuk segera menemuinya. Malam pun tiba. Aku turun ke lantai satu memenuhi panggilan papa. Kulihat masakan di meja lebih banyak daripada biasanya. Aku tersenyum senang, lalu memeluk papa dari belakang.
“Terima kasih. Benar-benar terima kasih”
“Selamat ulang tahun, dear”
Aku tidur agak larut malam ini. Entah kenapa aku memikirkan kecelakaan yang terjadi padaku. Beberapa kali aku mencoba mengingat tapi tidak bisa. Kepalaku terasa sangat pusing mengingatnya.
***
“Ren, tolong antarkan pesanan ke meja yang ada di ujung sana. Aku harus mengurus sebelah sana ok?”
Aku mengambil tatakan yang ia serahkan dan menuju meja tersebut. Setelah menaruh pesanan aku terdiam melihat orang yang ada di meja tersebut. Ternyata pelanggan yang di meja itu adalah lelaki yang kemarin di supermarket.
Aku bisa mengenalinya dari kacamata hitam dan tubuhnya yang kecil.
“Hai… um kau yang kemarin bersama adikmu di supermarket ya? Aku Rena” sapaku seraya memamerkan senyum ramah. Beberapa orang mulai menatapku tapi lelaki ini tak merespon apapun. Ia tetap menghadap ke arah lain. Aku mulai malu dan kesal lalu meninggalkan tempat.
Aku berniat mengurusi pesanan lain tapi ekor mataku tak bisa lepas darinya. Rasa penasaran mulai menggangguku.
Beberapa menit berlalu. Tampaknya lelaki itu sedang ingin sendiri. Ia hanya memesan minuman dan terus menatap ke arah yang sama. Sampai shiftku selesai barulah ia berdiri. Awalnya dia tak mengusik pandanganku tapi tongkat yang dipegangnya membuat perhatianku teralih. Lelaki itu…
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel's Broken Wing
Short StoryMalaikat yang patah sayapnya Seperti itu sosok yang kusebut Dalam kerapuhan kau datang Membuat serpihan-serpihan kisah Terpuruk atau menyembuhkan