Stefan William as Era Avery
X
Yuki Kato as Eve Rozhdestvenskiya.
.
.
.Salju tebal menutupi sebagian besar desa Castle Combe, Whiltshire. Langkah demi langkah gadis itu meninggalkan jejak di atas tumpukan salju. Coat tebal sepertinya tidak dapat mengurangi rasa dingin yang begitu menusuk hingga ke tulang.
Pipi putih Eve memerah, bibirnya berubah keunguan. Namun, senyuman tak pernah lepas dari bibirnya tatkala beberapa pejalan kaki yang ia temui menyapa.
"Ms. Eve.. Ms. Eve.. Tunggu aku.."
Seorang lelaki muda berusia sekitar 18 tahunan, berteriak memanggil Eve. Thomas —nama lelaki itu— tersenyum ketika Eve berbalik dan menunggunya. "Aku tadi menunggu mu, tapi ternyata orang-orang di klinik mengatakan bahwa kau sudah pulang lebih awal." Lanjutnya kemudian. Uap hangat karena udara dingin tampak keluar dari hembusan nafas Thomas.
Kening Eve mengernyit, tidak biasanya pemuda itu menunggunya. "Apa ada sesuatu yang penting?" Tanyanya ketika langkah Thomas telah sejajar dengannya.
Anggukan pelan, Thomas berikan sebagai jawaban pertanyaan Eve. "Lebih dari penting."
Eve merapatkan coat-nya sambil sesekali menoleh menatap pemuda dengan tinggi badan sama dengannya. "Kalau begitu, katakan pada ku." Ucap Eve. Salju semakin banyak berjatuhan membuat gadis itu tergerak untuk membagikan beberapa hotpack dari saku coat-nya pada Thomas
"Terimakasih, ms. Eve." Thomas menerimanya dengan senang hati. Ia tersenyum. "Malam nanti, ayah kedatangan tamu dari Den Haag. Seorang dokter. Ingin mencari pengalaman bekerja di desa ini."
"Ah! Jadi, ayah ingin dokter itu tinggal di tempat ku?" Tebak Eve dengan mudahnya.
Ini bukan pertama kalinya sir. Carton —ayah dari pemuda disampingnya ini sekaligus ayah baptisnya— memberikan tanggung jawab padanya untuk menjadi seorang tour guide dan berbagi tempat tinggal dengan para tamu penting pria paruh baya itu. Lebih singkatnya, sudah sering.
Eve tidak pernah keberatan dengan tugas yang di embannya, ia malah merasa senang. Baginya, ia bisa mendapatkan banyak pengalaman dan sahabat dari berbagai negara. Tidak ada ruginya, bukan?
"Tapi, kali ini dokternya seorang pria."
Suara Thomas membuat Eve kembali ke alam sadarnya. Dahi gadis itu lagi-lagi mengernyit.
"Rumah kami sudah penuh dengan tamu ayah dari India. Sebenarnya beliau bisa saja menginap di hotel, tapi ayah keberatan. Sama halnya dengan mu, beliau merupakan mahasiswa kesayangan ayah semasa ayah mengajar di Den Haag. Mungkin kau bisa menebak setelah aku memberi gambaran ini."
Helaan nafas terdengar sampai ke pendengaran Thomas, pemuda itu mengerti. Eve mungkin keberatan —atau lebih jelasnya; sudah pasti sangat keberatan.
Selama ini tamu ayahnya yang tinggal di rumah Eve, rata-rata wanita. Tidak pernah ada tamu seorang pria sebelumnya.
Eve itu gadis polos, ia masih memegang teguh sebuah pesan —entah berantah dari mana asalnya— yang mengatakan; tidak baik seorang wanita dan pria berada di bawah satu atap yang sama tanpa terikat status pernikahan.
Ayolah, ini Eropa. Ini Inggris. Tidak ada masalah jika seorang pria dan wanita —tanpa status menikah— tinggal seatap. Jangan naif.
Rasanya ingin sekali, Thomas berkata demikian. Namun, ia menahan diri. Setiap orang punya pemikiran dan pandangan yang berbeda. Thomas harus menghormati itu.
"Jadi, bagaimana?"
Eve tampak berpikir sejenak, gadis itu butuh beberapa menit sebelum mengambil keputusan. Ia tidak boleh salah namun tidak bisa juga menolak —Pilihan yang sulit.
Rumahnya sederhana, memiliki dua kamar.
Tidak ada salahnya bukan berbagi satu kamar untuk pria itu?
Hanya tinggal bersama, tidur di kamar terpisah dan tak melakukan apapun.
Tapi, berapa lama? —Eve bermonolog.
Seolah mengerti akan isi pikiran Eve, Thomas menjawab. "Hanya 6 bulan."
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY [ˌserənˈdipədē]
FanficAku pernah kehilangan, aku pernah kesepian, aku pernah hidup di dalam keputusasaan. Menunggu seseorang yang tak tahu kapan akan kembali. Namun, Tuhan mengirim mu untuk ku. Hadiah yang tak pernah ku cari. Terimakasih, karena telah menjadi pendamping...