Part 1

30 3 0
                                    





                                                                                          

          "What flies without wings?"










Udah lewat setengahjam mobil itu ada disitu awalnya aku liat dia mondar mandir benerin bangku belakang biar sepedaku cukup masuk dalam mobilnya

Seperti pesan yang dia kirim kalau dia mau jemput aku latian.
Tapi berbeda sepertinya kali ini aku yang harus menunggunya mungkin dia pikir aku pasti lama seperti waktu itu.

"Mana si lama banget gak dateng-dateng langit mulai mendung juga." hatiku teru saja berceloteh

Sore itu nampaknya langit sedang bersedih ingin meluapkan air matanya ke bumi . Aku mulai menggerutu bersamaan dengan teman teman yang satu persatu pulang sambil mencoba melambaikan tangannya ke arahku. Aku sedang duduk di trotoar sambil sesekali melihat gerbang depan sekolah.
Selang beberapa menit kudapati dia sedang melajukan sepeda motornya ke arahku, seketika aku langsung berdiri dan melambaikan tangan ke arahnya.
"Sendirian? "
"Iyaa"
"Yang lain mana?"
"Udah pada pulang"
"Oh..maaf ya telat."
"Kamu dari mana? "
"Dari rumah tadi ketiduran yaudah ayo naik keburu hujan."

Sepeda motor yang kami kendarai mulai melaju menyusuri jalan kembar menuju gerbang depan dan akan berbelok ke arah kanan.

"Kau mau kemana setelah ini?" Tanyaku memecah keheningan
"Mau potong rambut" Jawabnya.
"Kok tumben?"
"Tumben kenapa?"
"Ya biasanya susah suruh potong."
"Iya tadi kena tegur mememi suruh potong dari pada besok dia yang motong."

Bu emi adalah guru bahasa inggris disekolah kami. Karena guru wanita bahasa inggris beliau tidak dipanggil dengan sebutan bu melainkan mom. Tapi entah mulai sejak kapan mom emi diplesetkan menjadi mememi yang jelas dari awal aku masuk sekolah ini plesetan itu sudah ada. Selain guru bahasa inggris beliau juga merupakan salah satu kesiswaan disekolah dimana tugas beliau adalah menertibkan tata tertib yang ada dan menghukum siswa yang kurang taat salah satu contohnya seperti Ghatan ini. Entah sudah berapa point yang dia kumpulin yang jelas satu sekolah sudah pada tau kalau dia merupakan salah satu siswa yang rajin kelur masuk ruang BK. Tidak hanya itu saja mememi juga mempunyai profesi sambilan di sma yaitu sebagai tukang cukur dadakan. Ya beliau sendiri yang berkata seperti itu. Hanya bermodal gunting dan sisir beliau menjalankan profesi sampinganya tersebut. Hehe...

"Yaudah aku ikut."
"Ngapain?"
"Ya ikut potong."
"Potong juga? kan ini khusus cowok."
"Ikut nemeninn maksutnya."
"Jangan nanti kamu bosen."
"Enggak.. aku ikut."
"Yakinn nih biasanya lama."
"Iya gapapa pokoknya aku ikut."
"Yaudah deh."

Kami mengubah arah tujuan kami yang seharusnya setelah perempatan lurus berubah haluan menjadi belok kanan menuju kawasan semanggi. Memang disana banyak tempatnya potong rambut khusus cowok. Hampir sepanjang terdapat tempat cukur cowok yang saling bersebelahan satu sama lain.tinggal dipilih pilih aja kayak barang obralan karena saking banyaknya spesies manusia ahli cukur disana.
Sesampainya kami di salah satu tempat potong sepertinya langit sudah tidak dapat membendung kesedihannya, sore itu hujan nampak begitu deras dan semakin deras. Aku duduk disebuah kursi tunggu melihatnya yang sedang duduk di depan kaca menggunakan kain penutup yang dikaitkan di leher untuk melindungi bajunya dan itu merupakan pertanda dia siap memulai aksinya.
"Mau dipotong model apa mas? " Terdengar suara bapak tukang cukur bertanya padanya.
"Dirapihin sedikit aja pak tapi modelnya tetap."
Mendengarnya membuat aku antusias untuk nimbrung ke dalam obrolan mereka
"Agak digundulin aja pak"
"Eh ngawur enggak pak dirapihin aja sedikit"
"Ih bosen gitu terus nggak pernah ganti gaya." Sambil sedikit aku melihatkan raut mukaku yang cemberut karna dia tidak setuju dengan saranku.

Tapi dia pastinya mengerti bahwa cemberutku hanya sedang bercanda untuk menggodanya.
Pada dasarnya saat berbicara seperti itu aku memang tidak benar-benar menginginkannya untuk dipotong gundul. Karna menurutku dia lebih terlihat tampan dan menawan dengan gaya rambutnya saat itu dari pada saat satu bulan lalu gara-gara kalah taruhan dia potong sedikit gundul dan kemana-mana selalu memakai topi bahkan ketika aku menghampirinya ke kelas. Biasanya pada jam sekolah hanya topi sekolah putih abu-abu yang boleh dikenakan tetapi tidak dengan dia yang memakai topi merah maron bahkan ketika akan jumatan pun aku melihat dia menggunakan topi tersebut menuju masjid. Meski saat itu yang terbesit dalam pikiranku ngapain si jumatan kok pakek topi model gitu kan seharusnya pakek topi yang seperti orang hajian atau kopyah hitamkek kayak yang lainnya biar sesuai sama acaranya. Karena kudapati beberapa orang memang ada yang memakai topi putih seperti orang yang hajian bukan seperti dia topi merah maron yang biasanya dibuat untuk gaya-gayaan. Tapi diluar itu aku tau kenapa dia tidak memilih untuk mengganti topi merah maronnya menjadi topi putih. Mungkin dia merasa dirinya akan terlihat lebih tidak pantas dan merasa lebih buruk dari pada tidak memakai topi sama sekali.

Langit masih saja menjatuhkan tangisnya ke bumi meski setelah Ghatan selesai dipotong. Membuat kami harus menunggu lebih lama ditempat itu.
"Hujannya masih deras itu mas mbak tunggu aja disini dulu."
Terdengar suara bapak tukang cukur yang seperti memberi tempat untuk kami agar tetap menunggu disana. Sesekali kami berdua mengobrol, selalu banyak topik untuk dibahas jika bersamanya hingga terkadang membuat kita lupa dan merasa waktu berjalan begitu cepat, yang jelas aku salalu senang dengan celoteh celoteh kurang masuk akal darinya.

Akhirnya hujan reda
membuat kami harus pamit dan berterima kasih kepada bapak tukang cukur karna telah memberi tempat untuk berteduh.
Sepeda yang kami naiki telah menyusuri beberapa jalan menuru arah rumahku yang mengharuskan kami melewati pusat kota. Ditengah perjalanan sepertinya langit sedang bersedih kembali mungkin karena cemburu melihatku menaiki sepeda berdua dengannya.
"Hujann lagi gimana?"
"Terserah aku ngikut."
"Udah sore mau magrib ntar dicariin mama."
"Minggir duluu."

Saat itu aku langsung teringat aku membawa 2 baju yang akan aku kenakan saat acara demo besok pagi di dalam tas. Karena aku takut baju tersebut akan basah terkena hujan akhirnya aku meminta mas akbar untuk menghentikan sepeda motornya di depan indomaret.
"Ada apa?"
"Mau nitip baju di jok sepeda takut basah kena hujan."
Seharusnya indomaret saat itu bisa jadi tempat teduh untuk kita berdua tapi saat itu kondisinya telah dipenuhi beberapa orang untuk berteduh. Hal itu yang membuat kami untuk melanjutkan perjalanan sambil memecah hujan ditengah jalan. Terlihat dia mulai menambah kecepatan saat itu. aku merasa mungkin dia tidak ingin aku terlalu lama terkena hujan. Aku hanya bisa bersembunyi dibalik punggungnya sambil mempererat pelukanku. Ntah dia tau atau tidak saat itu yang pasti aku benar-benar bahagia dapat memecah hujan dengannya.

"Gapapa nih kia hujan hujanan mas takut dimarahin mama."
"Nggak bakal kok."

Belokan terakhir menuju rumah dan tinggal beberapa meter lagi telah sampailah kami pada tujuan. Hujan mulai reda hanya tinggal sedikit gerimis menjadikan suasana sore itu begitu romantis.
"Nggak mau mampir dulu?"
"Langsung aja keburu magrib."
"Makasih yaa maaf sampek kehujanan gini."
"Iya gapapa kok ."
"Hati hati yaa jangan ngebut-ngebut dijalan."
"Iyaa salamin ke mama didalam."
"Iyaa salam juga buat umik dirumah."

Aku melambaikan tanganku kearahnya tanda kami akan berpisah. Saat itu aku merasa harus berterima kasih kepada tuhan karena sore itu aku begitu merasa senang.

"Kok basah-basahan gini?" suara mama menyambutku
"Iya tadi kehujanan."
Trus sekarang Ghatannya mana?"
"Langsung pulang tadi."
"Kok nggak disuruh mampir dulu kasihan hujan-hujan gini."
"Udah tapi nggak mau katanya keburu magrib."
"Yaudah buruan mandi biar mama buatkan teh hangat."

Sore itu aku benar-benar merasa dia telah membuatku bahagia walau hanya dengan cara yang cukup sederhana dan tidak terencana. Tidak ada rayuan tapi mampu membuatku bahagia menjadi seorang remaja yang baru merasakan ternyata hujan seromantis itu untuk dikenang.











08.07.01Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang