Nafiza

45 3 3
                                    

Cantik, berambut panjang lurus, bola mata bulat bagai tomat, ya.. Itulah penggambaran Satria terhadap Nafiza, wanita pujaan hatinya.

"Nafiza!",
sapaan Satria menghentikan langkah wanita cantik itu.

"Apa?",
jawabnya singkat.

"Lo cantik banget hari ini",
ujar Satria dengan senyuman yang sok manis itu.

"Oh",
Nafiza meninggalkan Satria dengan jawaban sesingkat itu.

"Anjir, cuek banget buset! Tapi gua gak mau nyerah! Gua harus bisa dapetin hati dia!",
tegas Satria.

Tekad Satria untuk mendapatkan sang pujaan hati sangatlah kuat. Meskipun ia tahu bahwa Nafiza menyukai kakak kelasnya, Kak Rey, mantan ketua Osis yang terkenal dengan ketampanan dan kelembutannya pada setiap orang.

Didalam kelas, Satria terus merenungi, hingga ia tak konsentrasi dalam KBM setiap harinya

"Woy Sat! Udah apa, gak usah mikirin cewek jutek itu lagi!",
ujar Divo, teman sebangku dan sebrandalannya.

"Apaan? Tekad gua buat ngejar dan ngedapetin si Nafiza itu kuatnya mengalahkan besi berkarat!",
jawab Satria sambil berimajinasi gak jelas.

"Gini deh, lo suka sama cewek yang gak tepat! Dia anak hits, pinter, jutek, nah elo? Tampang brandal, mana mau dia sama lo?",
cetus Divo meyakinkan.

"Gak salah kan kalo brandal dapetin bidadari cantik? Yang namanya jodoh gak bakal ketuker Div!"
jawabnya dengan tersenyum lebar.

"Hei Sat, Nafiza itu suka sama mantan ketos, yang jelas tampannya, pinternya, lemah lembut lagi, ah beda jauh sama lo!"

"Jangan lihat orang dari covernya! Gini-gini kalo sama cewek juga gua lemah lembut"
sahut Satria dengan percaya diri.

"Satria, Divo! Waktunya Matematika, bukan arisan!"
tegur guru berkacamata putih pada mereka yang sedari tadi berisik.

"Ya maaf Pak",
Jawab Satria santai.

Belum sampai dua jam pelajaran selesai, Satria izin keluar untuk membolos.

"Pak, saya mau izin ke kamar mandi boleh?"
tanya Satria pada guru matematika itu.

"Gak! Pasti kamu gak kembali sampai jam saya selesai, iya kan!"
tegas guru sambil melotot.

"Menahan mules itu sakit loh pak! Bapak kuat? Saya saja tidak",
ujar Satria sambil meremas perutnya seolah-olah sedang kesakitan.

"Alesan! Yaudah sana-sana!"

Satria keluar dari kelas dan mulai berjalan menuju gerbang belakang sekolah, tetapi langkahnya terhenti karena suara cewek yang memanggilnya.

"Satria!"

"Ada apa?",
Satria menoleh kearah belakang

"Lo mau ngapain? Mau bolos?"
tanya cewek itu dengan lembut.

"Hmm",
gumam Satria.

"Jangan bolos Sat, nanti kalau ketahuan guru atau satpam, bakalan berabe lo, please jangan bolos ya",
pinta cewek itu dengan nada halus.

"Gua males sekolah, udah ya jangan larang gua",
ujar Satria dengan tegas kepada Audy, teman seangkatan tetapi beda kelas.

"Please Sat, jangan! Gue gak mau lo kena hukum sama BK!",
cewek itu menitihkan airmata seakan-akan khawatir dengan Satria.

"Lah, kok lo nangis? Dih, jangan nangis"
Satria adalah cowok brandal bermental kuat, tapi hatinya sensitif jika melihat perempuan menangis.

"Gue khawatir sama lo Sat! Gue gak mau lo kena masalah untuk yang kesekian kalinya di sekolah ini, gue gak mau!"
tangisan cewek itu semakin menjadi-jadi.

Benar, Satria telah mengalami masa suram di sekolahnya, bukan sekali dua kali, tetapi sudah berkali-kali selama dua tahun ia bersekolah. Ia sering masuk ruang BK karena berbagai ulah nakalnya.

"Maafin gue Audy udah bikin lo nangis",
tiba-tiba nada suara Satria menurun drastis.

"Gue gini karena gue peduli sama lo, Sat!"

Harusnya Nafiza yang ada disaat gua kayak gini, cewek yang gue sayang dan gue suka, bukan Audy!
-Satria

"Yaudah, hapus gih airmata lo",
pinta Satria sambil memberikan sapu tangan dari kantongnya.

"Lo masuk kelas ya sekarang! Tadi gue lihat kelas lo ada gurunya",

"Iya, lo lagi jam olahraga kan? Yaudah gue duluan ya!",
Satria beranjak pergi dari gerbang belakang.

Satria... Saat dunia membencimu dan memandangmu sebagai sampah sekolahan, aku malah menyimpan rasa dan menganggapmu sebagai sebuah berlian
-Audy

NafizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang