bagian satu

1.1K 131 15
                                    

"WONWOO!"

"Hn?"

Wonwoo tidak berbalik. Matanya masih terfokus pada buku fisika yang sedang dia baca, membuat pemuda pirang-buatan yang tadi memanggil namanya mendesah kecewa. "Lihat ke sini sebentar, bodoh!"

...aish

"Apa brengsek! Sekalipun kau berbicara panjang lebar menceritakan tentang alur hidupmu yang berantakan itu, aku pasti selalu bisa mendengarkannya. Bahkan tanpa harus menatap muka bodohmu itu."

Mingyu—pemuda pirang buatan tadi—mengumpat kecil. Kemudian menarik paksa pundak pemuda lain bernama Wonwoo itu agar bergegas menatapnya. "Ini penting, bodoh!"

Wonwoo memutar bola matanya malas dan segera menutup bukunya, setelah sebelumnya melipat halaman yang sedang dia pelajari.

"Jadi apa hal penting itu, dude?"

Mingyu terlihat mengigit bibir bawahnya entah karena apa dan itu berlangsung selama hampir satu menit lebih, membuat Wonwoo mengernyitkan alisnya penasaran. "Kau membuang waktuku, sialan!"

"Tunggu dulu! Ini lebih sulit daripada sebelumnya!"

"Sesulit apa, idiot! Lima menit! Hanya lima menit dan aku akan benar-benar mengabaikanmu!" Jujur saja, Wonwoo tidak pernah suka menunggu, dan dia benci ketika Mingyu harus bertingkah seperti ini lagi: membawanya ke dalam setiap permainan pikiran yang sedang dipermasalahkan oleh pemuda pirang buatan itu.

"Dengar Wonwoo. Aku hanya ingin bertanya satu hal, oke? Dan setelah itu, aku janji tidak akan mengganggu kegiatan ritual belajarmu itu."

Wonwoo hanya ber-hm-ria. Dan kembali menunggu Mingyu yang tak kunjung bicara. "Lima menit, Asshole."

"Wonwoo. Jadi begini.." Mingyu menggaruk belakang kepalanya gugup. "Jika kau diberi dua pilihan. Mana yang akan kau pilih.."

"Pilihan apa idiot? Kau tidak memberikan pilihan!"

"Diam brengsek! Aku bahkan belum selesai bicara! Bisakah sabar sedikit?" Mingyu mengerang frustasi setelahnya. Wonwoo hanya mendengus kesal.

"Nah jadi. Kau memiliki dua pilihan," Mingyu membuang nafas kecil setelahnya, kemudian melanjutkan. "Pilihan pertama, kau memilih untuk mengungkapkan perasaanmu pada orang yang kau suka, tapi akibatnya kau mungkin bisa saja ditolak atau bahkan dijauhi olehnya,"

Wonwoo menggigit bibirnya tanpa sadar.

"Pilihan yang kedua, kau memilih untuk diam, tidak berbuat apa-apa, dan tetap bertindak seperti biasanya seolah kau tidak memiliki perasaan yang lebih pada orang itu, tapi akibatnya mungkin, dia tidak akan tahu sama sekali apa yang kau rasakan, dan kau juga tidak akan tahu apa yang dia rasakan." Mingyu berhenti sejenak. "Jadi menurutmu, mana yang akan kau pilih, dude?"

Wonwoo terdiam untuk waktu yang cukup lama, membuat kondisi ruangan hanya diisi oleh kekosongan yang tidak nyaman. Dirinya masih terkejut ketika menyadari bahwa: diamnya Mingyu yang berbaring dengan santai di atas kasurnya, sedangkan dirinya harus rela duduk di atas karpet tipis di lantai kamarnya, selama hampir tiga puluh menit—yang bahkan membuat dirinya sedikit heran dengan sikap Mingyu yang tak biasa diam dalam rentan waktu yang cukup lama itu—adalah untuk memikirkan hal-hal seperti ini? Wonwoo mendengus kesal, kemudian tersenyum kecut.

"Jangan bodoh Kim Mingyu! Sejak kapan kau jadi ingkar janji begini?"

Mingyu mendelik tak suka. "Hei, ingkar janji apa? Aku hanya bertanya oke?"

"Kau bertanya seolah kau sedang menyukai seseorang saat ini dan itu membuatku salah paham!"

Wonwoo manatapnya nyalang.

"Dengar Wonwoo, apa pedulimu jika aku memang benar menyukai seseorang? Ini jelas bukan salahku, lagi pula siapa yang bisa mencegahnya? Kau? Apa kau bisa mencegahnya?"

"Aku tidak peduli tentang itu Kim Mingyu. Kau ingkar janji! Dan itu tidak seharusnya!"

Tatapan Mingyu melunak, kemudian membuang nafasnya kasar. "Sudah cukup Wonwoo... Janji itu sudah berlalu sejak setahun yang lalu, tidak bisakah kita hapuskan saja?"

Wonwoo menatapnya terluka. "Kau benar-benar menyedihkan, Kim Mingyu."

"Bodoh. Dengarkan aku dulu!"

"Pergi dari kamarku sekarang juga, sialan! Jangan harap bisa menemuiku lagi!"

"Dengar Won-"

"Pergi, sialan!"

Mingyu tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Wonwoo menunduk, dan pemuda pirang buatan itu hanya bisa keluar dengan perasaan yang campur aduk. Tidak ada satu patah kata pun yang terucap, hanya suara keras dari debuman pintu yang mengakhiri pertengkaran malam ini.

[Meanie] Teman Sepuluh Tahun Lebih ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang