36. Win Baba's Heart Back

1.5K 278 145
                                    

IH, BISA UPDATE >,<

Vote dan komennya say :*

nb: Sedia tissue!

###

"Lun, minta bantuan bunda aja, gimana?" Juna berbisik ditelinga Luna saat si baba memeriksa hasil laboratorium Juna dengan serius. Ruang rawat Juna masih lengang. Cuma berisi dia, Luna dan saat ini ada baba. Luna melirik Juna sekilas sebelum balas berbisik.

"Ngomong apa ke bunda?" tanya Luna.

"Bilang aja, kita nggak dibolehin pulang ke rumah sama baba. Play as a victims." jawab Juna. Luna melotot nggak setuju.

"Itu namanya bunuh diri!" desis cewek itu, jengkel.

"Ya udah. Lu pakai aegyo aja. Kayak biasa kalau baba ngambek." usul Juna lagi. Kali ini Luna nggak membantah. Adik Juna itu berdeham sebelum tersenyum manis sambil mendekati baba mereka.

"Baba! Nonton film, yuk?" ajak Luna, mengedip-ngedipkan matanya berusaha membujuk. Sayangnya si baba nggak menyahut. Menoleh pun enggak. Malah, tangan Luna disentak agak nggak menggelayuti lengannya.

"Kamu boleh tinggalin JIH tiga hari lagi. Tapi nggak boleh aktifitas yang berat-berat." Si baba berkata pada Juna tanpa mendongak dari hasil laborat. "Jangan lupa bayar tagihan rumah sakitnya kalau mau keluar." Tambah si baba, kemudian pergi.

"Hah?" seru Juna, nggak percaya. Tagihan rumah sakit, katanya?

Luna berlari menyusul si baba sementara Juna susah payah bangun dari ranjang. Dia akan melakukan protes. Tabungannya sudah habis untuk membayar hutang keluarga Kandi. Tabungan lain nggak akan Juna ganggu apapun yang terjadi karena dia sudah punya planning sendiri. Dia harus protes ke babanya!

"Baba! Baba, tungguin Luna!" seru Luna, menyusul si baba yang nggak mengurangi kecepatan berjalannya sedikit pun. Luna berhasil menyusul si baba dan menahan langkah pria itu. "Baba jangan marah lagi, dong. Luna dan kak Juna minta maaf." ucapnya dengan mata membulat penuh permohonan.

"Awas. Saya punya pasien lain." sahut si baba, dingin.

"Baba!" rengek Luna, menggoyang-goyangkan lengan pria itu manja. "Luna dan kak Juna minta maaf. Janji! Nggak akan ngulangin lagi!" balas Luna, membujuk. Si baba melepaskan tangan Luna dari lengannya lagi, lalu menghela napas panjang. Pria itu akhirnya menunduk untuk memandang anak perempuannya.

"Maaf ya, mbak. Saya lagi kerja. Pasien saya banyak. Jadi, jangan ngomongin hal yang nggak penting!" kata si baba, lalu berjalan meninggalkan Luna lagi. Jelas, bibir Luna mencebik menahan tangis. Baru sekali ini si baba marah sampai memperlakukan dia seperti orang lain.

"Lun. Gimana?" suara Juna membuat Luna menoleh kaget. Cewek itu menghela napas murung dan menggelengkan kepala.

"Masa, baba manggil aku mbak." keluh Luna, sedih. Juna menghela napas, berusaha berpikir serius.

"Baba kemana?" tanyanya.

"Lagi nanganin pasien. Tunggu disini aja." jawab Luna, duduk dikursi tunggu bangsal Lavender.

"Kalau baba nggak mau maafin kita, gimana, kak?" gumam Luna setelah sunyi beberapa saat.

"Pasti maafin, lah!" tukas Juna, santai. "Walau bakal lama." tambahnya, kecut.

"Sedih banget kalau baba marah begini. Sampai nggak mau ketemu dan ngomong sama kita, lagi." keluh Luna. Juna nggak menyahut, merasa setuju dengan ucapan adiknya.

Selama sebelas tahun berpikir hanya punya baba, membuat ketergantungan mereka ke pria itu sangat besar. Karena baik Juna maupun Luna tau, bagaimana kerasnya baba mereka berjuang selama ini. Kesabaran si baba menghadapi tingkah laku mereka, nyaris nggak manusiawi.

Arjuna & Srikandi {√}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang