Monday is Bad

344 16 1
                                    

Semua anak-anak sudah merapikan barisnya. Dari yang tertinggi dibagian paling depan hingga terpendek dibagian paling belakang.

Guru-gurupun mulai berbaris mengikuti intruksi dari Pimpinan Upacara yaitu bernama Aris dari kelas XII Ipa 2.

Lia sedang berdiri dipinggir lapangan sembari melihat anak-anak kelasnya yang belum kunjung berbaris dan masih terlihat didalam kelas.

Cuaca hari ini memang cocok untuk berdiam diri dirumah. Sambil Ditemani indomie goreng dan teh hanggat.

🍂🍂🍂🍂

Tian sudah berada dilobby rumah sakit, sedari tadi dia hanya duduk saja tanpa melakukan hal sesuatu. Dia ingin berangkat berkerja tetapi dia ingin menemui papahnya.

Dia bangkit dari kursi dan membuat keputusan untuk tidak menemuinya hari itu, Dia berjalan keluar arah lobby.

🍂🍂🍂🍂

Lia mendapati Faras tengah berdua bersama Vino didepan pohon beringin sana. Ada sesuatu hal yang mereka bicarakan sampai Vino memasang wajah yang cukup serius.

Lia sedari tadi melihat mereka berdua dari kejauhan hingga Tita datang menghampiri Lia.

"Ayo baris ngapain disini". Tarik Tita membawa Lia kedalam barisan.
"Ada sesuatu yang mesti lo tau". Lia membisikan ke telinga Tita.
"Apah?". Tita
Lalu Lia menarik tangan Tita membawanya kearah tempat Faras dan Vino berada.

Tita tak percaya dia melihat Vino dan Faras tengah bergandengan tangan tanpa mereka sadari Lia dan Tita tengah memperhatikan mereka berdua.

"Lo udah putus?". Tanya Tita tampak bingung.
"Iya. Semenjak Faras dan Vino bergandengan tangan didepan gw jumat lalu". Jawab.
"Haa kok gw gak percaya ya. Bisanya Faras ngekhianati lo".
"Entahlah". Lia melihat ada batu kerikil didepan sepatunya. Tanpa basa basi ia lemparkan batu itu ke arah Faras.

Tita tampak ketakutan dengan tingkah Lia yang begitu anarkis. Faras merasakan ada sesuatu yang menimpungnya. Dia mencari-cari siapa dalang semua itu.

Dan ternyata Faras melihat Tita bersama Lia. Dia berusaha untuk tetap tenang tidak terpancing emosi. Dia meyakini bahwa Lialah yang menimpuk kepalanya dengan sebuah batu.

"Gw rasa semakin kita dekat seperti ini. Semakin banyak pula orang yang gak suka sama gw". Cerita Faras sambil menyederkan kepalanya dibahu Vino.
"Kok lo ngomong kaya gitu? Bilang ke gw siapa orang itu?".
"Hening".
"Lia? Bukan?".
"Iya. Lia dia tadi numpahin air minumnya ke buku gw".
"Tega ya dia sama sahabatnya sendiri". Marah.
"Dia gak akan kaya gini kalo gak ada yang mulai duluan. Gw yang salah udah ngerebut lo dari dia".
"Yang salah gw. Udah naruh lebih ke lo". Vino memegang erat tangan Faras seraya meyakinkan kalo faras memang terbaik untuknya.

🍂🍂🍂🍂🍂

Semua anak-anak sudah berbaris dengan rapi. Dari sisi kanan yaitu anak paduan suara dan disamping kiri ada guru-guru yang sudah berbaris sangat amat rapi menambah lengkapnya upacara tersebut.

Ozan tengah berbaris paling belakang sebab dia malu untuk berbaris paling depan karena ia tidak memakai sepatu. Ozan melirik temannya Angga agar segera keluar dari barisan.

Sesaat mengheningkan cipta berlangsung mereka berdua keluar dari barisan dan mengendap-ngedap pergi ke arah musholla. Sementara Pak Dion sedari tadi memeriksa kelas satu persatu, untuk memastikan bahwa anak-anak sudah berada dilapangan

Angga dan Ozan mempercepat jalannya agar supaya sampai dimusholla.

"Kita mau ngapain kemusholla". Angga.
"Lu tau gak sih musholla tempat apa?". Sewotnya.
"Tempat ibadah lah tapi jam segini sholat apaan?". Masih tampak bingung.
"sholat dhuha bego!! Islam KW ya lu". Ngotot.
"Oh jadi lu mau sholat dhuha?". Tanya lagi sambil Ozan menarik nafas panjang.
"Menurut Lo????". Kesal.

🍂🍂🍂🍂
Setelah mengheningkan cipta selesai. Tak lama Kepala sekolah memberikan kata sambutan ke anak muridnya disertai pengumuman peraturan terbaru disekolah itu. Yang berisi
Anak didik SMAN 48 Jakarta tidak diperbolehkan membawa handphone disekolah, tidak boleh membawa motor/mobil kedalam sekolah kecuali sudah mempunyai sim dan jam belajar sekolah diperpanjang hingga pukul 4 sore.

Upacara saat itu semakin keruh saat Lia menolak peraturan terbaru sekolahnya itu. Lia mengangkat tangan tanda ia memprotes semua peraturan dari kepala sekolah tersebut. Dia berjalan kearah podium lalu mengeluarkan aspirasinya didepan umum.

"Saya Relia Kianos Nugroho dari kelas XII IPA 3 menolak peraturan yang beliau sebutkan tadi". Teriaknya didepan anak-anak dengan semangat yang mengebu-gebu.
"Untuk sodari Relia ibu peringati peraturan ini sudah berlaku tidak dapat digangu gugat". Kepala sekolah turun dari podium dan menghampiri Lia.
"Kenapa ibu seenaknya membuat peraturan tanpa didukung kami sebagai murid. Kami disini juga butuh aspirasi yang ingin didengar. Bukan hanya penonton ibu saja". Mereka berdua berdepat ditengah lapangan. Guru-guru mulai risau akan sikap anak murid yang cari masalah.

Mas Nanang tukang kebun sekolah. Diperintahkan untuk memanggil Pak Dion agar segera kelapangan perintah Bu Riana guru bimbingan konseling melihat suasana makin keruh.

🍂🍂🍂🍂

Ozan dan Angga sudah selesai berwudhu tapi sekali lagi Angga masih tak percaya bahwa Ozan akan melakukan sholat dhuha. Dia berfikir teman karibnya tak pernah melalukun hal itu sebelumnya.

"Ini bener kan zan kita sholat dhuha? Lu tau niatnya". Tanya lagi memastikan.
"Engga hahaha". Ketawa.
"Terus kita ngapain kesini". Tanya polos.
"Ya pura-pura aja kita habis sholat dhuha". Mengambil Peci yang tersangkut dinding serta sebuah Al- quran.
"Lah itu lu kenapa bawa al quran segala. Emang lu bisa baca Al-quran".
"Banyak tanya lu. Udah ikutin gw aja". Tarik duduk bersamanya.

🍂🍂🍂🍂🍂

Tian tak fokus mengerjakan tugas perintah dari atasanya hingga ia selalu mengulang setiap bait kalimat yang ia ketik dipapan keyboard.

Datanglah Nasya selaku seketaris dari Pak Hadi pimpinan perusahaan, memberi kabar dan sebuah surat perjalanan dinas ke Bali.

"Tian ini buat kamu". Memberikan sebuah surat.
"Apa ini?". Membuka surat.
"Surat perjalanan dinas ke Bali selama 3 hari 2 malam". Sahutnya.
"Haa besok? Kok dadakan". Terkejut.
"Tadinya bukan kamu yang ditunjuk untuk mendampingi Pak Hadi, harusnya Mas Anto karena dia gak bisa ditanggal itu jadi Pak Hadi menyuruh aku supaya mengantinya dengan kamu".
"Oh gitu". Menelan ludah.
"Bisakan ya" tanya lagi.
"Iya bisa kok".

🍂🍂🍂🍂

Pak Dion melihat dua orang murid laki-laki sedang menyederkan tubuhnya didinding musholla sembari membaca Al-quran.

"Ozan, Angga". Panggil Pak Dion setelah melihat name tag diseragam.
"Iya pak". Ozan berdiri.
"Ngapain kalian masih disini bukan upacara?". Melepaskan sepatu.
"Saya sama Ozan habis sholat Tahajud pak".
"Apah sholat Tahajud ada-ada saja kamu". Geleng-geleng kepala tak percaya.
"Eh salah pak maksud Angga Sholat Dhuha". Menyikut tangan Angga.
"Bener itu?". Tak langsung percaya.
"Iya pak bener kok. Liat aja kita udah rapi begini". Ngeles Ozan.
"Ayo sekarang kalian kelapangan, udah selesaikan sholatnya". Mengiring mereka berdua kelapangan.

Namun ditengah jalan Pak Dion berpapasan dengan Mas Nanang yang berlari menghampirinya.

"Pak! Gawat pak!!". Nafasnya tak beraturan.
"Ada apa? Mas? Pelan-pelan bicaranya". Ozan dan Angga berinisiatif untuk kabur dari situ sesaat mereka berdua berbicara sangat intim.
"Itu sih Lia pak! Gawat sekarang!". Berbicara sembari terbata-bata.
"Iya kenapa Lia?". Masih tak mengerti.
"Dia sekarang lagi berantem pak sama kepala sekolah".
"Ya Allah". Pak Dion bergegas berlari kelapangan meninggalkan Mas Nanah seorang diri.

🍂🍂🍂🍂

RASAWhere stories live. Discover now