Chapter 2

795 67 0
                                    


Happy Reading ….


Aroma khas masakan tercium dari arah dapur. Di sana sosok wanita cantik dengan apron berwarna pink tengah sibuk menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Tersenyum bangga saat lidahnya mencicip masakannya sendiri.

"Emm, kupikir bakat memasakku sudah hilang. Sudah lama aku tidak seperti ini semenjak ...," jeda Seokjin saat sekelebat kenangan di masa lalu hadir dalam pikirannya.

Wanita cantik itu menggeleng, menepis kesedihan yang kembali menghampiri hatinya. Seokjin tidak ingin larut dalam kesedihan lagi, sekarang ia sudah hidup bahagia dengan keluarga barunya.

"Mereka pasti menyukainya," ujarnya setelah menghidangkan masakannya di meja makan.

Jimin yang sudah rapi dengan seragam sekolah serta tas punggung yang di sampirkan di pundak kirinya, menuruni anak tangga. Sudut bibirnya tertarik ke atas melihat ibunya yang begitu antusias memasak di pagi hari. Berbeda dengan sebelumnya yang hanya terlihat seorang wanita karir. Sampai lupa kewajibannya sebagai seorang ibu.

Ia mendecih dan melangkah begitu saja tanpa ada niat untuk sarapan.

“Jim, jangan berangkat dulu. Eomma sudah memasak sarapan untuk kalian,” ujar Seokjin saat melihat puteranya melewati meja makan.

Namun, panggilannya tidak digubris oleh Jimin.

"Jim!" ulang Seokjin yang kali ini tak selembut tadi.

Seokjin selalu dibuat pusing dengan perubahan sikap Jimin. Wanita itu memaklumi kurangnya waktu kebersamaan mereka karena ia sibuk bekerja sampai sebagai seorang ibu, Seokjin tidak bisa mengontrol puteranya.

Namun, sikap Jimin yang sudah keterlaluan itu tidak bisa ia biarkan.

"Kalau kau tidak mendengarkan Eomma, maka--"

Jimin menggeram tertahan. Ia hanya bisa mengepal kuat tangannya lantas menyahuti ucapan sang Ibu, "Ya."

Pemuda Park itu melangkah ke arah meja makan, mendudukan dirinya di sana.

Seokjin mengembus napas lega, Jimin mendengarkannya. Wanita cantik tersebut tersenyum lembut saat melihat suaminya yang baru ikut bergabung di meja makan.

Merasa masih ada yang kurang, Seokjin mencari keberadaan Zee zee yang ternyata sudah sejak tadi berdiri di tangga. Gadis itu melihat keengganan kakak tirinya untuk sarapan bersama. Mungkin karena ada keberadaan dirinya, pikir Zee zee.

“Sayang, kenapa berdiri di situ? Ayo turun kita sarapan bersama.”

“Ne?” Zee-zee mengangkat kepalanya yang menunduk saat mendengar suara Seokjin. Senyum hangat itu sangat tulus dilemparkan padanya sehingga ia pun membalasnya. Anggukkan kecil dan menyambut uluran tangan Seokjin yang menantinya di lantai bawah.

Zee-zee, sedikit ragu menarik kursi untuk dia duduki. Karena saat ini Jimin duduk di seberangnya dengan meja sebagai batas. Dengan pelan ia menarik kursi ke belakang agar tidak berisik lalu duduk. Ia menatap kakak tirinya yang sedang menikmati sarapan, tetapi seperti terpaksa.

“Sayang, kata Appa kamu tidak suka makan daging, jadi Eomma memasakanmu ikan salmon. Kau suka, kan?” Seokjin meletakkan potongan salmon di atas mangkuk nasi Zee-zee.

“Ne, gomawo, Eomma,” ucap Zee zee.
Bibir mungilnya tersenyum perasaan hangat merambat di dada setiap kali Seokjin memperlakukannya dengan penuh kasih sayang.

Jimin mendecih pelan, bibirnya menyunggingkan senyuman penuh arti. Adegan di depannya itu dianggap drama menjijikkan.

Zee zee menoleh ke arah Jimin takut-takut. Tatapan dingin, tetapi menusuk seperti tombak es itu mengarah padanya, sehingga ia menghindarinya dengan menunduk.

MianhaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang